09. Pria Mapan

967 62 0
                                    

Pada saat Valdi sampai di meja temannya, ia langsung mengenalkan orang itu pada kedua kerabatnya.

"Ra, Va, ini Johan anak dari pemilik perusahaan ini."

Mata Aira dan Leiva langsung membelalak sempurna. Ternyata mereka sedang berhadapan dengan pria tampan dan juga mapan.

"Johan, ini Aira." Valdi menunjuk Aira, lalu Johan mengulurkan tangannya hendak bersalaman dengan Aira. Namun, Aira menolaknya dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada, dan Johan tersenyum paham.

"Yang ini Leiva," tunjuk Valdi pada Leiva. Keduanya lalu bersalaman, dan menyebut nama masing-masing dari mereka.

"Nah, Ra, jadi ini teman yang aku ceritain sama kamu. Dia yang bakal bantu buat jadi donatur," kata Valdi.

"Oh jadi dia orangnya, Val. Syukurlah kalo begitu."

Valdi lalu melanjutkan kalimatnya dengan bangga. "Dia seorang penerus di perusahaan ini, dan kemungkinan setelah lulus sarjana dia akan langsung jadi CEO."

"Wah, calon CEO muda yah?" ucap Leiva kagum.

Dilihat dari penampilan Johan, ia memang masih sangat muda dan tampan. Wanita mana pun yang melihatnya pasti akan langsung jatuh hati.

"Untuk saat ini perusahaan masih dipegang oleh papa saya. Kebetulan beberapa hari yang lalu saya mendengar Valdi akan melakukan kegiatan sosial, saya sebagai sahabatnya sangat mendukung itu. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk ikut serta dalam kegiatan itu, jadi saya hanya bisa menyumbang dalam bentuk material," jelas Johan panjang lebar.

Leiva dan Aira hanya bisa mengangguk-angguk mendengar penjelasan Johan. Rupanya ia orang yang begitu sibuk. Syukurlah ia masih berbaik hati untuk ikut menyumbang.

Valdi lalu mengeluarkan beberapa berkas yang ia bawa. Mungkin sebuah perjanjian atau proposal. Mereka lalu mendiskusikan hal itu.

Setelah lama mereka akhirnya bisa akrab, dan sesekali tertawa dalam obrolan itu. Johan sangat mudah bergaul, ia juga sangat ramah, dan sedikit humoris.

"Biar nanti proposal ini aku berikan pada papaku, kalian bisa melanjutkan rencana kalian selanjutnya." Kini Johan sudah terlihat akrab dengan mereka, terbukti dari ia yang mulai menyebut dirinya dengan sebutan 'aku'.

"Tapi, lo beneran nggak mau liat rumah singgahnya dulu?" tanya Valdi.

"Gue sibuk bro, jadi lain kali aja, yah?" balas Johan sambil tersenyum ramah.

"Ya udah kalau gitu kita balik dulu, yuk Ra, Va!" ajak Valdi seraya berdiri dari tempatnya.

Aira dan Leiva juga mengikuti Valdi. Mereka berpamitan dan keluar dari gedung tinggi itu.

"Kita ke mana nih?" tanya Leiva saat sudah memasuki mobil.

Valdi memasang seat belt-nya lalu terlihat berpikir sebentar. "Hmm, enaknya ke mana yah?"

"Jalan-jalan aja yuk?" saran Leiva.

Maksudnya aku bakal jadi obat nyamuk kalian gitu? Aira menatap mereka sekilas dan mendengus dalam hati.

Itu benar-benar ide yang tidak diharapkan oleh Aira. Mungkin jalan-jalan adalah kata yang menyenangkan untuknya, tapi tidak di saat seperti ini. Bisa makan hati sepanjang perjalanan.

"Ra, kita udah lama nggak jalan-jalan kan? Ke Dufan yuk!" Leiva menoleh ke arah Aira dan mengutarakan idenya itu dengan antusias.

"Hah, Dufan? Serius kamu, Va?" tanya Aira ragu.

"Iya lah, aku udah lama nggak ke sana. Pengin hiburan, Ra. Valdi mau yah?" bujuk Leiva dengan menampilkan puppy eyes-nya.

Valdi langsung menjalankan mobilnya, dan menyetujui ide Leiva. "Iya, kita ke sana. Refreshing sebelum bertempur!"

Refreshing apaan? Yang ada aku malah puyeng! Aira kembali mendumel dalam hati. Namun, ia tak bisa menolak ide Leiva.

Aira hanya bisa menghembuskan napas berat. Hatinya benar-benar lelah saat ini.

***

Sesampainya di Dufan, mereka langsung membeli tiket dan masuk ke dalam.

Leiva sangat antusias melihat berbagai permainan yang siap untuk dinaikinya. Berbeda dengan Aira yang menampilkan wajah masamnya.

Istigfar Aira, kamu harus sabar, kamu harus ikhlas. Dengan begini meskipun sakit, kamu jadi belajar melepaskan Valdi untuk sahabatmu!

Aira kembali memasang muka ramahnya seperti biasa. Ia harus tersenyum meskipun berada dalam situasi yang tidak menyenangkan.

"Coba kalo Devita ikut, pasti tuh anak heboh ya, Ra?" kata Leiva sambil berjalan.
Mereka masih menyusuri tempat itu, mencoba melihat-lihat terlebih dahulu. Lebih tepatnya mereka ingin menaiki wahana yang antriannya tidak begitu panjang.

"Kalo dia ikut, pasti mintanya naik yang aneh-aneh."

Leiva menoleh ke arah Aira dan berkata, "emangnya aku gak bakal minta yang aneh-aneh begitu?" Leiva menaikkan satu alisnya.

Aira mencoba menghentikan langkahnya, ia menghadap Leiva dan menatap sahabatnya curiga. "Jangan bilang kamu juga bakal minta yang aneh-aneh. Kamu kan gak bakal berani naik yang aneh-aneh!"

Aira dan kembali berjalan, dan Leiva hanya bisa mendengus kesal. "Ish, Aira kamu ngeremehin aku yah?"

Aira yang sudah berjalan terlebih dahulu hanya bisa mengendikkan bahu acuh.

Aira tahu sahabatnya itu memang tidak terlalu suka yang tinggi-tinggi, apalagi sampai menaiki wahana yang menjungkir balikkan tubuh.

Leiva tidak mungkin menaiki wahana seperti itu. Berbeda dengan Devita yang memang sangat suka memacu adrenalin. Sedang Aira? Ia tergantung sih, kadang suka kadang tidak.

Mereka lalu duduk pada sebuah bangku yang disediakan di sana. Valdi lalu membeli minum untuk dirinya juga kedua kerabatnya itu.

"Ra, si Johan ternyata ganteng banget, yah? Udah gitu mapan lagi, masa depan cerah deh, Ra!" ucap Leiva.

Aira menaikkan satu alisnya. "Kamu suka sama dia?"

Leiva lalu tertawa, "enggaklah, Ra. Ganteng sih iya, mapan juga jelas, tapi gak segampang itu buat bikin aku jatuh cinta."

Aira hanya mendengus, ia kembali menatap layar ponselnya. Namun, Leiva kembali berkata.

"Lebih cakepan Valdi lah, Ra. Aku juga udah jatuh hati sama dia," ucapnya malu-malu.

Ternyata Leiva lebih memilih Valdi. Hal itu membuat hati Aira terasa sakit. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menguatkan diri.

"Seberapa besar sih, kamu suka sama Valdi?" tanya Aira memberanikan diri.

"Udah lama tumbuh perasaan itu, Ra. Sekarang udah gak tau seberapa besar. Menurut kamu Valdi suka gak yah sama aku?"

Oh, Allah kuatkan hati hamba. Semoga hamba bisa mengikhlaskan Valdi untuk sahabat hamba.

Aira hanya tersenyum. Sebelum ia menjawab, Valdi langsung datang membawa dua botol minuman.

"Nih minumnya!" Valdi membuka tutup botol minuman itu dan diberikan kepada Leiva. "Ini buat kamu, Va!"

Sedangkan Aira hanya bisa melihat mereka, bahkan tutup botolnya tidak dibukakan oleh Valdi seperti Leiva.

Hati Aira cemburu, meskipun hal kecil, tapi cukup menyakitkan baginya. Sayangnya ia hanya bisa tersenyum untuk menguatkan dirinya.

***

TBC

Untukmu Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang