31. Dokter Tampan

82 6 1
                                    

Devita datang ke rumah sakit seorang diri. Ia ingin membuktikan ucapan dokternya beberapa hari yang lalu. Ia sangat berharap bahwa dokternya itu mampu memberikan kesembuhan untuknya.

Devita datang sendiri karena tak ingin merepotkan siapa pun. Ia juga datang saat yang lainnya sedang sibuk.

"Bagaimana, Dok? Saya bisa menagih janji saya, kan?"

"Kamu bisa percayakan itu sama saya. Yang terpenting kita sama-sama berusaha dan senantiasa berdoa."

Senyum di bibir Devita merekah.

"Bagaimana kondisi kamu akhir-akhir ini?"

"Saya sering merasa pusing, tapi setelah itu saya segera minum obat. Emosi saya juga terkadang tidak stabil."

"Ah, seperti itu. Apa kamu sudah siap menjalani segala perawatannya?"

"Saya masih ingin rawat jalan, Dok. Saya harus melakukan banyak hal, saya juga masih mau meneruskan kuliah saya."

Angga menarik napas perlahan. Pasiennya ini memang sangat keras kepala. Ia selalu berpikir seribu cara untuk meluluhkan pasiennya itu, tapi gagal.

"Baiklah, saya tidak akan memaksa. Yang penting kamu selalu rajin memeriksakan diri."

"Baik, Dok."

Devita segera berlalu dari ruangan itu. Ia tidak langsung pulang dan memilih berjalan-jalan.

Ia akan beradaptasi dengan gedung putih itu. Ini akan menjadi tempat yang sering dikunjunginya. Ia harus kuat dan tetap semangat menjalani hidup.

Devita merasa perutnya lapar. Ia pun segera menuju kantin rumah sakit. Sebelum ia benar-benar kesusahan makan. Ia memilih untuk bebas menikmati makanan yang ia suka.

Ia melihat penjual seblak yang aromanya tak bisa ditahan. Seblak memang makanan favoritnya selama di Bandung. Entah mengapa tiba-tiba ia teringat masa SMA saat menyantap seblak bersama Aira.

Sayangnya saat itu Aira tidak terlalu suka pedas. Devita hanya tertawa saat berhasil meracuni Aira untuk makan seblak. Rasanya menyenangkan, Devita jadi rindu masa-masa SMA.

"Ibu, seblak spesialnya level 3," ucap Devita dan seorang lelaki secara bebarengan. Saat menengok ke samping ternyata lelaki yang memesan makanan yang sama dengannya adalah dokternya sendiri, Angga.

"Eh, Dokter?"

"Loh kamu pesen seblak level 3?"

Devita yang ketahuan makan pedas oleh Angga langsung merasa tidak enak.

"Eh, i-iya, Dok. Sekali doang kok, Dok."

Devita langsung kabur menuju meja yang dipilihnya tadi.

Angga yang sedang tidak ada jadwal memanfaatkan waktunya untuk makan siang. Pasiennya itu memang keras kepala sedang sakit malah makan makanan pedas.

"Permisi mas ini seblaknya udah jadi, tadi masnya bareng sama mbaknya, kan? Mau dianter atau dibawa sendiri?" tanya penjual yang sedang sibuk dengan banyak pesanannya.

Angga yang sedang melamun langsung sadar. Penjual itu ternyata mengira mereka makan bersama karena tadi memesan menu yang sama.

Angga pikir ini waktu luang yang tepat untuk memberi beberapa nasihat kepada pasiennya. Setidaknya untuk sekadar mengingatkannya. Angga memang selalu berusaha yang terbaik untuk pasien-pasiennya.

"Ah, iya, Buk, biar saya saja yang bawa."

Devita terkejut saat melihat Angga berjalan ke arahnya membawa dua mangkuk seblak. Sepertinya niat untuk menghindari Angga gagal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untukmu Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang