1

1.2K 94 14
                                    

Mata Alice mengerjap saat sopir taksi yang dia naiki membangunkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Alice mengerjap saat sopir taksi yang dia naiki membangunkan. "Agassi, kita sudah sampai di tujuan," kata pria berkepala botak di tengah itu. Keriput di dahinya semakin dalam karena mengernyit lantaran si penumpang tidak langsung bangun. "Agassi!" panggilnya lagi, kali ini menaikkan volume suaranya.

Di bangku belakang, gadis berambut panjang dengan warna cokelat gelap tersentak bangun. Penerbangannya sungguh panjang untuk mencapai tempat ini. Karena selalu cemas saat berada dalam pesawat, Alice tidak tidur sepanjang penerbangan. Alice mengucek mata sekali lagi kemudian menguap. Setelah melakukan keduanya barulah dia bertanya berapa tarif taksi lalu membayarkan.

Bibir gadis berusia sembilan belas tahun itu menyungging senyum lega saat melihat sekitarnya. Akhirnya dia berhasil tiba di Seoul, kota di mana sosok yang sepanjang hidupnya dicari berada. Kepalanya menengok kiri kemudian kanan sebelum menyeberang.

Alice

Sambil menarik koper berisi semua barang-barangnya, gadis itu menghela napas begitu berhenti di depan anak tangga yang terlihat seperti berjumlah ratusan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil menarik koper berisi semua barang-barangnya, gadis itu menghela napas begitu berhenti di depan anak tangga yang terlihat seperti berjumlah ratusan itu. Kenyataannya, mungkin jumlah anak tangga yang dimaksud hanya puluhan, tetapi tubuh lelah dan barang bawaannya yang berat membuat otak Alice melebih-lebihkan.

Meski dengan berat hati, Alice mengangkat kopernya menaiki tangga demi tangga. Dia paham betul, itu satu-satunya cara untuk tiba di hunian barunya. Setelah mencari-cari, Travis, sang paman akhirnya menemukan tempat tinggal yang terbilang murah di kota semahal Seoul. Tempatnya pun tidak jauh dari universitas yang akan menjadi tempatnya melanjutkan studi.

Setelah menghabiskan sisa tenaga untuk mengangkat koper berat—ditambah dengan ransel besarnya—menaiki tangga, Alice akhirnya mencapai jalan datar tempat rumah-rumah tegak berdiri. Alice masih harus berjalan  sepuluh langkah untuk mencapai satu bangunan yang bercat hijau terang, seperti matcha latte.

Alice tidak sabar untuk masuk ke dalam ruangan, ingin segera menghindari udara yang dingin. Langkahnya cepat memasuki halaman dan mulai mendekati pintu depan. Matanya kemudian melirik ke arah arloji, masih menunjukkan pukul sebelas siang.

Alice membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Dia menuliskan, "Aku sudah sampai di depan rumah," lalu mengirim pesan tersebut. Tak lama, terdengar suara derap tergesa dari dalam di saat Alice bahkan belum sempat memasukkan kode keamanan untuk membuka pintu.

All These Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang