Tempat nongkrong adalah rumah ketiga gue. Hal itu gak bisa gue tolak kebenarannya. Soalnya selain rumah dan kantor, gue juga sering larut di tempat tongkrongan sama temen-temen gue. Mau bareng mereka-mereka ini, atau sendiri, kalau lagi mood gue suka keluar malem-malem. Gak tau kenapa, gue suka aja sama suasana malem dibandingkan pagi atau siang. Malem tuh kayaknya semesta lagi hidup. Ada bintang, ada bulan, hitam yang luas dan agung, dan paling penting ada kesunyian yang pas buat nenangin diri.Kayak malem ini, gue lagi nongkrong bareng temen-temen gue menikmati suasana malem hari. Setelah selesai kerja, kita semua sepakat buat kumpul di warung sate taichan paling terkenal di Senayan. Sengaja ambil meja paling pojok, biar momen dan suasana malemnya lebih kerasa.
"Anjrit Radian tambah satu porsi taichan lagi! Pantes pengen punya badan bagus kayak Molan cuma omong doang!"
Mata gue yang lagi natap percakapan para bos di grup WhatsApp langsung ngeliatin interaksi apa yang lagi mereka buat di meja ini. Radian dengan raut wajah kesal sedang menahan tangan Hardi yang lagi usaha keras buat nyolong dua tusuk sate punya dia.
Semua yang ada di meja tentu aja ketawa, tapi perhatian gue cuma sebentar buat ngeliatin tawa mereka, karena setelah itu gue lebih tertarik sama suara kekehan yang datang dari arah samping gue. Satu-satunya cewek di sini. Suaranya Farah.
Dia keliatan seneng banget ngeliat Radian di-roasting dan dikerjain kayak gitu. Dari kedua sudut bibirnya yang ditarik tinggi, binar matanya yang natap keadaan di sini antusias, semuanya menggambarkan kalau dia bahagia ada di tengah-tengah sahabat-sahabat gue. Gak salah gue ajak dia ikutan nongkrong, biar dia enggak pusing mikirin judul skripsi terus.
"Kamu kenapa senyum-senyum gitu?"
Gue stuck dengan mengerjap pelan-pelan, terus terkekeh ngeliatin wajah Farah yang lagi penasaran. Tangan gue tanpa sadar usap-usap ubun-ubun dia, terus sebelum gue selesai dengan aksi gue itu, gue ngeberantakin rambutnya dengan usapan yang sedikit lebih kencang. Dia dari dulu emang bikin gue gemes, gatau kenapa.
"Ih, poni aku berantakan!"
"Sedikit doang, kok."
"Tetep aja, jadinya kusut kayak singa."
"Singa cantik, ya?"
Dia mukul lengan gue sambil menggerutu gak jelas. Gue tau cara ampuh buat bikin dia diem gak ngomel-ngomel lagi. Caranya tinggal bersikap cheesy di depan dia, dan dia bakal males buat ngomong lagi. Dia bete.
"Kenapa ketawa terus tadi? Makanannya gak dimakan?"
"Radian lucu gitu mukanya, ya aku ketawa lah. Masa nangis."
"Dia kan disiksa gitu sama Hardi, kamu ketawa di atas penderitaan dia dong?"
"Gak gitu juga kali," ucap Farah, terus dia nyelipin rambutnya ke belakang telinga, dan makan es pisang cokelat punya dia.
"Kamu dulu juga kayak Radian. Gak mau berhenti makan."
"Hah? Masa?" tanyanya gak yakin, terus natap gue seolah-olah meminta cerita lebih detail.
"Dulu tuh, kamu gak peduli sama porsi makanan. Kata kamu, kamu gak bakal gendut. Pas aku rebut makanannya biar berhenti, kamu menghindar kayak si Radian itu."
"Aku emang gak gampang gendut, sih," balasnya dengan mengangguk-anggukkan kepala. "Waktu itu kamu pernah cerita tentang tempat langganan makan malam kita. Kita sering keluar malam kan? Kenapa kamu gak bawa aku ke sana?"
"Jauh kalau dari sini, mending aku bawa kamu waktu lagi libur dan jam kuliah kamu lagi kosong aja."
"Rabu aku ada satu kelas doang, jadi dari sore aku kosong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Ultimatum
HumorJika ada award kategori atasan paling menyebalkan di kantornya, maka Lala akan menulis nama atasannya itu besar-besar di dalam kolom pengisian. Bagaimana tidak? Setiap hari, ia diberi ultimatum. Mulai dari yang Lala hafal, hingga yang tidak masuk ak...