"Seriously? Basket?"
Bernard berkacak pinggang di pinggir lapangan basket komplek rumah gue. Mukanya keliatan masih ngantuk, dan sekarang keliatan lebih kusut karena kerutan di dahinya. Sementara yang lain sibuk chest pass dan dilanjut bounce pass, Bernard sibuk bertanya-tanya di tempatnya seolah-olah dia alien yang tidak tahu apa-apa.
"Kenapa? Lo zaman SMA dulu anggota basket, kan?"
Dia berdecak dan mulai masuk ke tengah-tengah lapangan, berdiri di samping gue. "Ya, gue gak lupa ingatan kayak si cewek itu. Cuma, ini masih pagi. Jam enam. Gak ada waktu lain?"
"Gak ada orang yang mulai olahraga jam delapan. Kesiangan, Brother."
"Ya udah, jam tujuh!"
"Lo mau ikut apa enggak?" gue nerima bola basket yang dilempar Radian, "Kalau gak mau, lo tinggal tidur di bawah pohon sana."
Dia berdecak lagi, tapi habis itu Bernard mulai lompat-lompat kecil. Entah lompatan itu masuk ke dalam pemanasan, apa kegiatan yang bisa bikin kantuknya hilang.
"Ngapain lo lompat-lompat, Bear?" teriak Radian di bawah ring basket.
"Don't call me Bear, Ardian!"
"Alright, alright, jangan panggil pake nama aib gue dong. Muka lu masih belekan tuh, tidur pagi ya lo?"
"Pertanyaan lo seolah-olah lo gak tau jawabannya. Lagian ini pasti yang ngajak ngebasket pagi-pagi tuh lo ya, Rad?"
"Yoi," Radian ketawa sambil nangkep bola yang gue lempar dengan cara head pass, "Makanya, tidur tuh jangan pagi-pagi. Syuting terus sih lo."
"Kalau gak syuting gue gak makan, Sialan."
"Oke, resiko berarti," teriak Radian lagi. "Masuk tim gue sini lo!"
"Ogah, gue tim Molan!"
"Wah, kalau nanti lo kalah, cewek lo jadi cewek gue, ya," sekarang Hardi yang angkat suara, "Cornell, you're my team, right?"
"Yeah, Buddy. I don't want to be a part of Bernard's team. Sorry, Molan!"
"It's okay, Cornell. That's mean you're ready to lose."
"I'm not a loser, unfortunately."
"Well, let's see," balas gue.
Tadinya gue kira yang jadi kapten tim lawan tuh si Cornell, dia yang paling tinggi soalnya. Secara, dia kaukasian. Tapi ternyata yang maju buat ngerebutin bola pertama bareng gue malah si Radian. Jadilah gue sekarang berhadapan sama dia di tengah-tengah lapangan.
"Biasa, Rad, yang bisa selendang berhak nentuin hukuman buat yang kalah."
"Sip. Cornell jago selendang. Prepare your self."
Gue terkekeh pelan. "You too."
Bola basket yang ada di tangan gue langsung gue lempar ke atas, dan ternyata yang dapet bola itu Radian. Dia langsung dribble bola ke daerah three point area gue, tapi dihadang sama Sony. Bernard siap-siap buat ngerebut bola dari tangan Radian, tapi Cornell malah ikut maju ke daerah three point dan nerima bola dari Radian yang dia lempar pake cara chest pass.
Habis itu Cornell langsung shooting, tapi bola gagal masuk ke ring. Sekarang bola itu ada di tangan Bernard dan dia dribble bolanya.
"Kasih Sony, Bear!"
"Alright!"
Arahan gue didenger Bernard dan dia langsung ngelempar bolanya ke arah Sony. Gue yang ngeliat bola udah di-dribble sama Sony ke arah area three point lawan pun langsung bergerak maju ke sana, siap-siap buat shooting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Ultimatum
HumorJika ada award kategori atasan paling menyebalkan di kantornya, maka Lala akan menulis nama atasannya itu besar-besar di dalam kolom pengisian. Bagaimana tidak? Setiap hari, ia diberi ultimatum. Mulai dari yang Lala hafal, hingga yang tidak masuk ak...