31| I'm In Shock

13.3K 1.9K 232
                                    








Tangan gue dilepas ketika Molan berhenti di meja makan. Dia ngeliatin gue selama beberapa detik, terus matanya melirik ke arah bangku—isyarat dari dia buat nyuruh gue duduk.

"Makan aja sandwich-nya."

Gue mendelik. "Gila, gak enak lah, udah tiba-tiba dateng, masa gue makan duluan."

"Santai aja. Ambil jatah gue."

"Beneran?"

Kepala Molan ngangguk. Ya udah, kalau emang boleh, rejeki gak boleh ditolak. Gue ambil sandwich itu dan gue makan pelan-pelan. Lumayan buat ganjel perut, nunggu daging dipanggang kan lama. Nanti gue keburu laper, bisa-bisa ini acara acak-acakan kalau cacing-cacing di perut gue udah demo.

"Ini yang punya acara ke mana sih, Lan? Masa gak dominan banget di acaranya sendiri."

"Emangnya kenapa?"

"Mau foto," ucap gue dengan nada melas, barangkali dia tergerak hatinya buat ngajak Bernard ke sini kan.

"Oh."

Ngedenger jawaban dari dia, gue langsung merengut kesel. Sialan juga ini atasan gue ya, gue udah melas-melas di depan dia, tapi dia cuma jawab dua huruf. Catet! Satu kata, dua huruf, dan dengan muka yang gak berekspresi. Fix, kalau gue ada di samping dia tiap hari, gue bisa-bisa kena hipertensi.

"La," panggil dia. Gue jadi fokus ngeliatin Molan. Mendadak benak gue terheran-heran, tatapan Molan jadi serius banget. Jangan-jangan mau kena target lagi nih gue.

"Apaan?"

"Farah ngomong apa aja sama lo?"

Gue mendengus, kirain ada apaan. "Ngobrol biasa doang, Lan."

"Nggak ada yang lain?"

"Why you sounds so worry?

Molan mengalihkan pandangannya. "I am not. Gue cuma mau tau apa yang dia omongin."

Kunyahan gue berhenti. Gue ngeliatin raut muka Molan yang tiba-tiba berubah.

"Lo tau gak, kita gak bisa maksain sesuatu hanya karena hal itu adalah keinginan kita."

Dia natap gue lagi, terus mengembuskan napas. "Lo udah tau ternyata. Sejauh mana Farah ngasih tau lo?"

"As much as I know. Tapi cukup untuk bikin gue ngerti situasinya."

"Lo gak ngerti kenapa gue ngelakuin itu, La. Lo cuma tau kenyataannya."

"Mungkin," gue ngangkat bahu acuh takacuh, "Gue bukan mempermasalahkan apa yang lo lakuin ke Farah, karena itu urusan lo sama dia. Gue cuma mempermasalahkan kenapa lo bohong sama gue di saat apa yang gue ceritain ke lo itu gak dibumbui kebohongan."

"I'm sorry," kata dia. "Gue kira gue bakal berhasil bikin Farah jadi milik gue, makanya gue cerita ke lo begitu. Dari awal, niat gue pengen bikin dia percaya kalau gue ini mantan dia, dengan harapan, seenggaknya kalau dia inget nanti, perasaannya ke gue bakal berubah. Waktu dia masih dalam keadaan lupa ingatan, dia percaya sama apa yang gue bilang. Tapi setelah dia inget, ternyata semuanya kembali ke awal. We are just friend. Perasaan dia gak pernah berubah."

Tangan gue langsung ngusap kasar muka gue. Sumpah ya, gemes banget pengen squish squish pola pikirnya. Gue kesel denger alasan Molan ngejar Farah. Mana dia ngomongnya biasa aja lagi, gak ada rasa aneh gitu di dalem hatinya pas ngucapin alasan dia? Apa cinta emang sebuta itu?

"Lo ngerasa gak sih Lan kalau lo annoying?"

Mata dia menyipit, astaga tersinggung kayaknya dia. Buru-buru gue ngejelasin ucapan gue tadi. "I mean, kalau gue ada di posisi Farah, gue pasti sebel banget sih sama tindakan yang lo ambil. Ngapain coba lo harus memaksakan keinginan lo buat jadi pacar Farah dan ngambil kesempatan di saat dia gak inget sama hubungan kalian sebenernya? Love ain't your obsession, Lan."

Tuan UltimatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang