Part 2

1.2K 90 4
                                    

"Layla, Kau baik-baik saja ?"

Layla menghentikan lamunannya lalu menatap orang yang baru saja memanggilnya. Ia mengangguk lalu tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja. Maaf karena dari tadi aku tidak fokus Ben." Ucap Layla kepada Beni, rekannya sesama Dokter Bedah.

"Aku bisa menggantikanmu jika kau merasa tidak enak badan." Ucap Beni lagi.

"Tidak usah Beni. Aku akan menyelesaikan tugasku. Terima kasih atas tawarannya."

"La, kau bisa bercerita padaku jika ada yang mengganggu fikiranmu. Aku pastikan aku bisa menjadi pendengar yang baik untukmu." Beni menatap Layla. Raut wajahnya mengisyaratkan ketulusan.

Layla tergelak. "Kau baik sekali padaku. Aku akan pertimbangkan kata-katamu. Jika nanti aku butuh pendengar, aku pasti akan menghubungimu."

Beni tersenyum. "Aku akan menunggu saat itu tiba."

"Tapi Ben, bisa aku bertanya sesuatu padamu ?"

Beni mengangguk. "Tentu saja."

"Apa mencintai seseorang itu disebut obsesi ?" Layla menanyakan sesuatu yang sedari tadi mengganggu fikirannya. Vando bilang bahwa ia terobsesi dengan pria itu. Namun hatinya menolak untuk mengakui. Ini bukan obsesi. Dia mencintai Vando. Itu saja.

Memangnya salah jika ia mencintai Vando ?

Mungkin Vando benar tentang dia yang terobsesi menjadi Dokter Bedah. Dan beberapa obsesi lainnya dimasa lalu. Namun sejauh yang ia ingat, tidak pernah sekalipun ia menyakiti orang lain dengan obsesinya tersebut. Ia kadang justru malah menyakiti dirinya sendiri agar obsesinya tercapai.

Seperti perjuangannya untuk menjadi Dokter Bedah. Ia belajar keras untuk itu. Ia diterima di universitas terbaik dengan usahanya sendiri. Tapi kenapa Vando menganggap obsesinya menakutkan ?

Dia tidak mengerti.

"Aku tidak begitu paham tentang itu. Tapi yang bisa aku katakan adalah. Cinta adalah cinta. Jika kau mencintainya, kau harus berjuang untuk meraihnya. Ada yang bilang, level tertingi dari mencintai seseorang adalah ketika kita melihat orang itu bahagia bersama orang lain. Bagiku itu adalah kalimat ter-bulshit yang pernah aku dengar. Bagaimana bisa kita melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain ? Benar bukan ?"

Layla mengangguk.

"Jadi Layla, jika kau mencintai seseorang. Lakukanlah sebisamu untuk meraihnya. Jika kau sudah merasa lelah dan semuanya terasa sia-sia. Berhentilah. Kau berhak mendapatkan lebih dari itu. Entah obsesi atau cinta, jika itu membuatmu bahagia. Berjuanglah."

***

"Sayang, aku tidak yakin perjodohan ini akan berhasil." Valerie mengungkapkan pendapatnya kepada Orlando. Ia sengaja menemui Orlando dikantornya karena ia masih merasa khawatir meski pria itu bilang semua akan baik-baik saja.

"Val, kau tidak perlu khawatir. Ini akan sulit pada awalnya. Tapi aku yakin Vando akan menyadari betapa Layla mencintainya."

"Lalu bagaimana dengan Vando ? Ia tidak mencintai Layla. Bagaimna jika ia tidak bisa mencintai Layla ?"

Orlando menggenggam tangan Valeria. "Dulu aku juga tidak mencintaimu. Tapi seiring berjalannya waktu, semuanya berubah. Mereka hanya butuh waktu yang lebih untuk saling memahami dan membuka diri. Aku yakin Layla bisa membuat Vando mencintainya."

"Aku takut Vando akan membenci kita."

"Itu tidak akan terjadi Val. Kita orangtuanya. Kita membesarkan Vando dengan baik. Dia tidak akan membenci kita karena hal ini."

***

"Kau sudah terlalu banyak minum Van. Kau harus pulang sekarang."

Vando menggeleng. "Aku tidak akan kemana-mana Frans. Aku butuh minuman ini untuk membuatku kembali waras. Aku merasa sudah gila sekarang." Ucapnya lalu kembali menenggak minuman yang ada didepannya.

Ia sedang berada di club milik Frans, sahabat Vando. Dan sejak menginjakkan kaki di club ini, ia tidak bisa berhenti minum. Dia butuh pengalihan, setidaknya untuk malam ini saja.

"Apa yang sebenarnya terjadi ? Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya."

Vando tertawa. Tawanya terdengar miris. "Aku akan menikah Frans. Dan kau tahu apa yang membuatku merasa akan gila ?" Tanyanya yang ditangapi gelengan oleh Frans. "Aku akan menikah dengan Layla." Ia berdecak kesal lalu kembali melanjutkan. "Bagaimana bisa aku menikahi wanita itu sementara hatiku untuk wanita lain ? Bukankah ini gila ?"

Frans terdiam. ia sudah bisa menebak ini akan terjadi karena ia mengetahui bagaimana perasaan Layla kepada Vando. Ia juga mengenal Layla dengan baik karena mereka bersekolah di sekolah yang sama. Ia, Vando dan Layla.

Tapi yang membuat Frans bingung adalah bagian dimana Vando bilang ia tidak mencintai Layla. Sementara selama ini ia melihat bagaimana Vando memperlakukan Layla dengan baik. Vando selalu menjadi orang pertama yang menghibur Layla saat wanita itu tidak bisa mendapatkan apa yang wanita itu inginkan. Vando jugalah yang akan memukuli pria-pria brengsek yang menyakiti hati Layla.

Dan sekarang pria itu bilang tidak mencintai Layla ?

Frans menarik Vando. Membuat pria itu berdiri dari duduknya. "Kau harus pulang sekarang Van. Kau tidak akan pernah merasa lebih baik dengan semua minuman ini." Ucapnya lalu mneyeret pria itu keluar dari club miliknya.

Vando memberontak, namun tenaganya tidak sekuat saat ia normal. Ia sedang dipengaruhi alkohol sekarang. Berbagai umpatan keluar dari bibirnya karena perlakuan Frans.

Frans memanggil taxi yang lewat, lalu menyebutkan alamat Vando kepada sopir. Setelah itu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya untuk membayar ongkos.

"Tolong pastikan ia sampai dengan selamat." Pesan Frans yang diangguki oleh sopir tersebut.

Dua puluh menit kemudian, Vando berdiri dipintu apartemen seseorang. Harusnya ia sudah sampai dirumahnya, namun ia meminta kepada sopir tersebut untuk mengantarkannya ke alamat yang berbeda. Dia bahkan memberi uang tambahan agar sopir itu setuju.

Dan disinilah dia sekarang, ditempat yang tidak seharusnya ia berada.

Vando memencet bel berkali-kali. Berharap pintu itu segera terbuka. Harapannya terkabul. Pintu terbuka tidak lama kemudian.

"Vando !" Suara pekikan itu membuat Vando tersenyum sumringah.

"Hai Aileen..." Sapa Vando. Lalu tiba-tiba saja mencium wanita itu dengan kasar.

Ia mendorong Aileen, membuat posisinya sekarang berada didalam apartemen. Menendang pintu apartemen hingga menutup, ia kembali menciumi Aileen yang terlihat tidak siap dengan kedatangannya. Meski ciuman Vando terkesan kasar dan terburu-buru, Aileen menikmatinya.

Wanita itu melingkarkan tangannya dileher Vando, menarik kepala pria itu untuk memperdalam ciuman mereka. Sementara tangan Vando mulai menjelajahi tubuh Aileen.

Semuanya terjadi begitu saja. Vando yang berada dibawah pengaruh alkohol, dan Aileen yang tidak mampu menolak keindahan yang disuguhkan oleh pria itu.

***

Bersambung ~

Jangan lupa vote dan komen yaa

Terima kasih :)

Vando & LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang