Part 7

982 109 11
                                    


"Layla, kau baik-baik saja ?"

Layla yang baru keluar dari lift bersama Vando tidak sengaja bertemu dengan Allan yang tengah menunggu lift terbuka. Pria itu mengernyit heran saat melihat Layla yang berjalan dengan sempoyongan meski Vando sudah memeganginya dari samping.

Layla mengangguk."Aku baik-baik saja Lan. Aku hanya butuh istirahat." Jawabnya.

Allan mengangguk. Alih-alih masuk kedalam lift ia malah mengikuti Layla dari belakang. Baru beberapa langkah ia kembali berhenti, karena Vando dan Layla juga berhenti melangkah. Dan wajah heran Vando langsung menyambutnya.

"Kenapa kau mengikuti kami ?" Tanya Vando dengan nada tidak suka.

"Layla terlihat tidak baik-baik saja. Aku hanya ingin membantu."

Vando mendengus. "Tidak ada yang membutuhkan bantuanmu ! Aku bisa mengurus ISTRIKU sendiri." Ucapnya, menekankan kata istri, berharap Allan sadar bahwa orang yang ia khawatirkan itu telah bersuami.

Allan mengangguk paham. Ia beralih menatap Layla. "Cepat sembuh Layla." Ucapnya lalu beranjak pergi meninggalkan sepasang suami istri tersebut.

Vando kembali memapah Layla untuk masuk ke apartemen. Ia mendudukkan Layla disofa lalu mengelus kepala wanita itu. "Aku ambilkan minum dulu. Kau harus minum obat sekarang. Setelah itu baru tidur."

Layla mengangguk, matanya terpejam. Namun hatinya berdebar. Perlakuan Vando membuat jantungnya menari-nari didalam sana. Jika ia tahu kalau pria itu akan semanis ini saat kondisinya sedang tidak baik. Ia rela merasakan sakit setiap hari hanya untuk merasakan perhatian Vando untuknya.

"La, duduk dulu. Minum obatnya ya." Ucap Vando dengan nada lembut. Nada bicara yang sudah lama tidak didengar oleh Layla.

Layla membuka mata, lalu terseyum melihat Vando yang sedikit berjongkok didepannya. Ia menepuk sisi kosong disisi kanannya. "Duduklah." Ucapnya kepada Vando yang langsung dituruti oleh pria itu.

Layla mengambil obat-obatan yang berada ditelapak tangan Vando lalu mulai menelannya satu-persatu. Hanya butuh waktu sebentar saja bagi Layla untuk meminum 3 jenis obat berbentuk kapsul tersebut. Setelah itu ia langsung menyandarkan kepalanya di bahu Vando. "Biarkan seperti ini ya. Sebentar saja." Bisiknya dengan pelan.

Vando menarik sudut bibirnya, hingga membentuk sebuah senyuman kecil. Setelah itu ia merangkul Layla yang bersadar dibahunya, memberikan kenyaman kepada wanita itu.

***

Layla terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam yang berada diatas nakas, jarum pendek jam tersebut berada diangka dua, sementara jarum panjangnya berada di angka enam. Itu berarti sekarang baru pukul setengah tiga dini hari. Layla menoleh, dahinya berkerut saat tidak menemukan Vando di sampingnya. Meski hubungan mereka tidak seromantis suami-istri lainnya, namun mereka masih tidur bersama. Walaupun tidak ada kegiatan apapun sebelum tidur. Setidaknya sudah cukup bagi wanita itu sebagai pengingat bahwa ia dan Vando memang telah menikah.

Layla memutuskan untuk bangun, perutnya minta diisi. Mengambil ikat rambut di atas meja rias, ia lalu melangkah keluar seraya mengikat rambut panjangnya menjadi cepolan.

Langkahnya terhenti saat melihat Vando diruang tengah. Pria itu terlihat sedang sibuk dengan laptop didepannya. Bahkan suara langkah kaki Layla yang mendekat pun tidak membuat konsentrasi Vando terganggu.

"Van, kau belum tidur ?" Tanya Layla. Ia berdiri disamping Vando lalu menunduk sedikit untuk melihat apa yang tengah dikerjakan pria itu dilayar laptopnya.

Vando sontak menoleh. Nyaris saja bibirnya bersentuhan dengan bibir Layla karena posisi mereka yang sangat dekat. Meski begitu, baik Vando maupun Layla tidak ada yang berniat menjauh. Mereka justru sibuk saling memandangi satu sama lain. Tanpa kata, hanya mata yang berbicara.

Layla menikmati momen ini. Nafas Vando yang menerpa wajahnya, bola mata berwarna coklat yang menatapnya intens serta bibir pria itu yang seolah meminta untuk dikecup. Seolah tersadar akan apa yang ia fikirkan barusan, Layla sontak menggelengkan kepalanya lalu kembali berdiri dengan tegak, tidak lagi menunduk. Hal itu membuat Vando berfikir hal lain.

"Kau masih pusing ?" Tanya Vando dengan nada khawatir, ia sontak berdiri. Tangannya terulur untuk memijat dahi Layla.

Layla kembali menggeleng. "Aku baik-baik saja Van."

"Sungguh ?" Tanya Vando, masih tidak percaya.

Layla mengangguk kali ini. "Sungguh. Aku tidak lagi merasakan pusing. Sepertinya obatnya bekerja dengan baik." Jelas wanita itu.

"Baguslah. Kenapa kau terbangun ? Kau bermimpi buruk ?"

"Aku terbangun begitu saja. Dan tiba-tiba aku lapar."

Vando melirik jam yang ada didinding. "Kau mau kubelikan sesuatu ? ada restoran yang buka dua puluh empat jam disekitar sini."

"Tidak usah Van. Aku akan memasak mie instan saja. Kau mau kubuatkan sekalian ?" Tawar Layla.

"Boleh. Aku mau yang pedas, seperti biasa."

Layla tertegun mendengar kata seperti biasa dari Vando. Fikirannya kembali melayang ke masa lalu. Saat ia dan Vando masih muda. Dulu ia seringkali memasak mie instan untuk mereka berdua saat ada acara entah itu dirumah Vando maupun dirumah Layla. Padahal orangtua mereka memasak banyak untuk acara tersebut, tapi mereka justru memilih untuk memasak mie. Lalu diam-diam memilih makan di luar daripada mengikuti obrolan orangtua mereka.

Dan mie instan super pedas adalah kesukaan pria itu.

***

Bersambung ~

Jangan lupa vote dan komen ya.

Terima kasih :)

Vando & LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang