Part 3

956 92 2
                                    

Vando memijit pelipisnya. Ia baru saja terbangun dan merasa sangat pusing. Kepalanya berdenyut-denyut. Seolah sedang dihantam oleh benda tumpul. Perlahan ia mulai membuka mata. Keadaan sekitar membuatnya mencoba mengingat-ngingat apa yang telah terjadi. Umpatan langsung keluar dari bibirnya saat potongan-potongan kejadian semalam berputar dibenaknya.

Ada satu hal yang membuat Vando kecewa dengan kejadian semalam. Yaitu kenyataan bahwa Aileen sudah tidak perawan lagi. Bagaimana bisa wanita baik-baik dan terlihat polos seperti Aileen ternyata tidak sepolos yang ia kira.

Dia memang bukan tipe yang akan mengadili seseorang karena masa lalunya. Dia juga bukan pria tanpa dosa. Hanya saja, dia tidak terima dengan fakta yang ada. Apalagi itu tentang Aileen, wanita yang ia cintai.

Selama ini Vando sengaja mendekati Aileen pelan-pelan. Memberikan kenyamanan agar wanita itu tidak takut padanya. Ia baru saja berencana untuk mengajak wanita itu untuk menikah dengannya. Namun sepertinya itu tidak akan terjadi.

Bagaimana bisa dia menikahi Aileen yang terlihat sangat berpengalaman semalam ?

Sebuah predikat wanita baik-baik yang sebelumnya disematkan Vando untuk wanita itu hilang begitu saja.

"Hai, kau sudah bangun ?"

Vando menoleh lalu mendapati Aileen yang terlihat sudah rapi mendekat kearahnya. Wanita itu langsung duduk diatas kasur, disisi yang Vando tiduri.

Vando tersenyum kaku. Ia mengambil posisi duduk. "Aku minta maaf. Aku terlalu mabuk semalam." Ucap pria itu. Ia merasa bersalah.

Aileen menggeleng seraya tersenyum. "Tidak apa-apa Van. Kau ada masalah ? kau terlihat tidak baik-baik saja semalam."

Vando kembali terpaku. Kata tidak apa-apa yang diucapkan Aileen membuatnya kembali merasa kecewa. Dia sudah siap jika wanita itu memukuli ataupun memakinya atas perbuatan yang ia lakukan semalam. Namun wanita itu justru bilang tidak apa-apa. Seolah yang mereka lakukan hanyalah hal yang biasa.

"Aku baik-baik saja. Aku butuh ke kamar mandi." Ucap Vando akhirnya lalu beranjak menuju kamar mandi.

***

"Layla, sayaang. Kemarilah. Daddy ingin bicara padamu."

Layla yang berniat ingin ke dapur langsung berbalik mendekati ayahnya yang berada di ruang keluarga.

"Ada apa Dad ?" Tanyanya.

Danis menepuk pelan sisi kosong disampingnya. Mengisyaratkan agar Layla duduk disana.

Layla menurut. Ia menunggu Danis untuk berbicara.

"Kau sudah yakin dengan keinginanmu untuk menikah dengan Vando ?"

Layla menunduk. "Aku yakin Dad. Hanya saja jika Vando memang tidak menginginkannya , tidak masalah. Batalkan saja perjodohan ini." Ucapnya.

Danis mengelus kepala Layla. Putrinya yang telah dewasa. "Vando menerima perjodohan ini sayang."

Layla menatap ayahnya. "Daddy serius ?" Tanyanya tidak percaya. Baru saja kemaren Vando memintanya untuk membatalkan perjodohan ini. Dia mungkin salah dengar. Vando tidak mungkin menerima perjodohan yang tidak diinginkan oleh pria itu.

"Daddy serius. Ayahnya baru saja menelpon Daddy dan bilang bahwa Vando bersedia menikah denganmu. Kenapa kau terlihat terkejut ? apa ada sesuatu yang terjadi sebelumnya ?"

Layla menggeleng cepat. Danis tidak boleh tahu perihal kedatangan Vando kemaren. Baginya sudah cukup dengan mendengar kabar bahwa Vando menyetujui perjodohan ini. Meski ia penasaran, apa yang telah membuat pria itu berubah fikiran. Namun tidak apa-apa. Ia bisa mencaritahu alasan itu nanti.

"Terima kasih Daddy." Ucap Layla lalu memeluk Danis erat.

"Daddy akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia Nak. Daddy harap yang Daddy lakukan ini benar."

***

Vando tengah sibuk dengan pekerjaannya saat Frans masuk begitu saja. Pria itu langsung duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya. Wajahnya menyimpan banyak tanya, dan Vando bisa menebak apa yang akan ditanyakan oleh pria itu.

"Kau tidur dimana semalam ?" Tanya Frans.

"Mommyku menghubungimu ?" Bukannya menjawab, Vando malah balik bertanya.

Frans mengangguk. "Aku terpaksa bilang bahwa kau tidur di apartemenku. Kau menyusahkanku saja ! sudah kubilang untuk pulang ke rumah. Kau tahu sendiri bagaimana Tante Valerie jika kau tidak ada dirumah."

Vando mengerti. Ibunya pasti meneror Frans semalam, memastikan apakah Vando benar tidur dirumah pria itu. Apalagi dia meninggalkan rumah dengan keadaan marah kepada Ibu dan Ayahnya.

"Kau tidak usah khawatir. Aku sudah menghubungi Daddy tadi pagi."

"Jadi kau tidur dimana ?"

Vando menatap Frans. Menimbang haruskah ia memberitahu Frans tentang kejadian semalam ?

"Aku menemui Aileen."

"Aku harap kau tidak bertindak bodoh disana."

"Aku rasa aku telah melakukan kesalahan besar. Perasaanku tidak enak akan hal ini."

Frans mengedikkan bahu. "Apapun yang telah kau lakukan, kau harus siap menerima konsekwensinya."

"Ah iya, aku akan menikah, sepertinya."

"Kau terlihat ragu."

Vando mengacak rambutnya. "Aku tidak punya pilihan lain Frans. Selain menerima perjodohan itu. Lagipula, tidak ada wanita yang bisa kupercaya lagi. Setidaknya aku mengenal Layla dengan baik. Itu saja sudah cukup bukan ?"

Vando sudah memutuskan untuk menerima perodohan itu. Angan-angannya tentang Aileen hilang entah kemana. Dia tidak mau memikirkan tentang perasaan itu lagi. Sejujurnya Aileen adalah wanita pertama yang melakukan hubungan intim bersamanya. Namun ternyata tidak begitu dengan Aileen. Wanita itu lebih berpengalaman dari yang Vando kira. Ia membenci fakta itu.

Anggap saja dia terlalu lebay atau bagaimana. Tapi itulah kenyataannya.

"Aku tidak bisa menasehatimu soal pernikahan karena aku juga belum menikah. Hanya saja, kau harus ingat bahwa pernikahan itu sakral. Kau akan terikat selamanya bersama Layla. Kau sanggup dengan itu ?"

"Aku tahu akan hal itu."

***

Bersambung ~


Jangan lupa vote dan komen yaa :)

Terima kasih.

Vando & LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang