Part 13

779 72 3
                                    

Tiga bulan kemudian.

Layla mengerjapkan matanya. Ia menoleh kearah jam, pukul lima pagi. Dia membalikkan badannya. Pandangannya langsung tertuju kepada Vando yang masih tertidur lelap. Meski tampilan pria itu acak-acakan. Layla menyukainya. Bagi wanita itu, Vando selalu terlihat tampan bagaimanapun kusutnya pria itu.

Sejak hubungan mereka mulai membaik, Layla selalu menyempatkan untuk bangun lebih pagi. Pertama, untuk menatap pria itu setiap paginya. Kedua, untuk menyiapkan sarapan meski hanya masakan sederhana.

Puas memandangi Vando, Layla beranjak menuju kamar mandi. Hari ini ia harus ke rumah sakit lebih pagi dari biasanya. Dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu lalu memasak omelet sebagai menu sarapan untuk Vando.

20 menit adalah waktu yang diperlukan Layla untuk mandi. Begitu selesai, ia melilitkan handuk ditubuhnya lalu keluar untuk berganti pakaian. Biasanya dia akan berganti baju dikamar mandi jika Vando ada dirumah. Namun, karena setiap pagi ia selalu bangun duluan sementara pria itu akan bangun saat dibangunkan, dia memilih untuk berganti pakaian dikamar saja.

"Jika tau akan mendapat pemandangan indah seperti ini, aku rela bangun lebih pagi setiap harinya."

Layla terkejut mendengar suara serak Vando. Ia yang  sibuk memilih baju yang ada dilemari sontak membalikkan badannya. Vando menatap Layla dengan tatapan menggoda namun jahil.

"Sejak kapan kau bangun ?" Tanya Layla waspada.

Vando pura-pura berfikir."Hmm, sejak kau memilih baju dengan posisi..."

"Jangan lanjutkan!" Sela Layla. Pipinya sontak merona, malu. Ia mengambil baju secara asal lalu beranjak menuju kamar mandi yang diiringi tawa Vando.

***

Vando sudah rapi dengan setelan kerjanya. ia melangkah menuju ruang makan. Disana sudah ada Layla yang tampak sibuk menata sarapan diatas piring. Namun lucunya, pipi wanita itu terlihat merona saat mengetahui kedatangan Vando.

"Aku tidak ingin membahas apapun tentang kejadian tadi." Ucap Layla begitu Vando duduk di salah satu kursi.

Vando menahan tawanya. Ia paham maksud Layla, namun entah kenapa ia ingin menggoda wanita itu. "Kejadian apa ? Memangnya ada apa tadi ?" Tanyanya, pura-pura lupa.

"Van, kau sudah pernah ditusuk pake garpu ?" Layla balik bertanya dengan mengacungkan sebuah garpu kearah Vando.

Vando mengangkat kedua tangannya. "oke-oke, aku tidak ingat bahwa aku melihatmu memilih baju dengan posisi..."

"Vando!!!" Layla kembali menyela Vando, dan lagi-lagi pria itu tertawa. Puas sekali melihat ekspresi wanita itu.

Vando dan Layla duduk berhadapan. Mereka mulai menyantap sarapan dengan lahap. "Van, kenapa kau bangun lebih pagi ?Ada rapat pagi ini ?" Tanya Layla, disela-sela kunyahannya.

Vando menggeleng. "Karena kau harus berangkat lebih pagi hari ini."

Dahi Layla berkerut. "Apa maksudmu ?"

"Aku tidak sengaja mendengar obrolanmu ditelepon semalam. Kau ada operasi pagi ini. Jadi aku juga tidak ingin terlambat untuk mengantarmu ke rumah sakit." Vando menjelaskan.

Layla tersentuh sekali mendengar alasan Vando. "Kau tidak perlu mengantarku jika masih ingin tidur Van. Aku bisa naik taxi nanti." Meski begitu, ia malah mengatakan hal-hal yang tidak berguna kepada Vando.

Vando menggeleng. "Aku ingin mengantarmu. Lebih baik aku kekurangan jam tidurku daripada aku melihatmu diantar oleh sopir taxi, atau malah si Allan allan itu." Pria itu mendengus diakhir kalimatnya.

Layla tertawa mendengar ucapan Vando yang terdengar cemburu saat menyebut nama Allan. Padahal sudah berulang kali diingatkan bahwa dia dan Allan tidak pernah bertemu lagi meski mereka bertetangga. Bahkan Layla menebak bahwa Allan sudah pindah karena tidak pernah melihat pria itu lagi meski secara tidak sengaja.

Selesai sarapan, Vando membantu Layla membereskan piring-piring kotor. Lalu meneguk tandas teh yang disiapkan untuknya.

"Mau berangkat sekarang ?" Tanya Vando

Layla mengangguk.

"Oke, ayo."

Vando melangkah lebih dulu, disusul oleh Layla dibelakangnya. Mereka keluar dari apartemen.

"Tidak ada yang ketinggalan lagi kan ?" Tanya Vando lagi saat mereka berada didalam lift.

Layla menggeleng."Sepertinya siang ini aku tidak ada jadwal lagi. Kau mau makan siang bersama ?" Kali ini Layla yang bertanya.

"Aku tidak akan sempat makan keluar. Kalau kau mau, kau bisa datang ke kantorku. Kita makan diruanganku saja. Bagaimana ?"

"Oke, aku akan mengabarimu nanti."

30 menit kemudian, Vando memberhentikan mobilnya di lobi rumah sakit. Mengantarkan Layla seperti ini sudah menjadi kegiatan yang tidak ingin ia lewatkan. Ia ingin mengembalikan hubungan mereka seperti dulu lagi. Sebelum perjodohan ini dilakukan.

"Aku akan turun sekarang. Hati-hati berkendara, ya." Ucap Layla seraya tersenyum yang dijawab anggukan oleh Vando.

Tepat saat Layla akan membuka pintu mobil, Vando menahan tangannya. Membuat wanita itu menoleh, menatap Vando heran. "Kenapa Van ?" Tanyanya.

Vando terdiam. ia menatap lekat mata Layla. Tangan kanannya terulur, menarik pelan tengkuk Layla lalu mengecup pipi wanita itu.

Perlakuan Vando yang tiba-tiba itu membuat Layla terpaku. Matanya berkedip, lucu. Disusul dengan tengorokannya yang terasa kering.

"Tidak apa-apa kan jika aku menciummu seperti ini ?" Tanya Vando. Jarak mereka masih begitu dekat.

Layla mengangguk, canggung. Jantungnya berdetak cepat didalam sana. Ia berdeham pelan. "Aku sudah boleh turun ?"

Vando tertawa pelan. tangannya mengelus rambut Layla. "Selamat bekerja, La."

***

Bersambung

Vando & LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang