Pagi pertama Vando dan Layla di apartemen baru mereka dilalui sama seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada perubahan yang terjadi dalam hubungan mereka. Baik Vando maupun Layla masih berbicara sekadarnya saja. Entah kapan suasana kaku itu akan mencair.
"Kau ikut aku saja. Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit." Ucap Vando.
Layla mengangguk. Lalu kembali sibuk memoleskan make up tipis diwajahnya. Hari ini ia dan Vando sudah mulai bekerja pasca cuti pernikahan. Harusnya mereka mnghabiskan waktu untuk honeymoon seperti pasangan-pasangan lainnya. Namun mereka berbeda dengan pasangan yang lainnya. Mereka lebih terlihat seperti orang asing yang terjebak didalam satu rumah.
Walaupun begitu, Layla tidak menyesalinya. Ia tetap bahagia karena bisa melihat Vando setiap harinya. Ia bahkan bisa lama-lama menatap Vando saat pria itu tertidur.
"Maaf aku tidak bisa memasak apapun pagi ini." Ucap Layla, lalu mengambil salah satu tas dilemari kaca besar yang dibelikan oleh Vando.
"Tidak masalah, aku bisa sarapan dikantor nanti."
Layla mengangguk. "Kita berangkat sekarang ?" Tanyanya.
Vando mengangguk. Lalu melangkah duluan, sementara Layla mengikutinya dibelakang. Setelah memastikan pintu telah tertutup dengan rapat, Layla melangkah menuju lift, masih dengan posisi berada dibelakang Vando.
Ia dan Vando berdiri didepan lift, menunggu lift terbuka.
"Selamat pagi, Layla..." Sapa seseorang.
Layla menoleh lalu mendapati Allan dengan pakaian setelan kantor yang rapi. Sepertiya pria itu akan pergi bekerja.
"Selamat pagi, Allan."
"Kau seorang Dokter ?" Tanya Allan antusias saat melihat jas khas Dokter yang disampirkan dilengan oleh Layla.
Layla mengangguk. "Wah, kau mengagumkan." Puji Allan, tanpa memperdulikan Vando yang menatapnya tidak suka.
Allan menatap Vando dengan datar lalu menganggukkan kepala sekilas. Menyapa pria itu seikhlasnya. Namun Vando tidak membalas sapaan tersebut . Pria itu malah mengalihkan pandangannya. Terlihat tidak suka dengan Allan.
"Kau praktek dimana, Layla ?" Tanya Allan lagi.
Layla menyebutkan nama rumah sakit milik ayahnya. "Rumah sakit mewah itu ?" Tanya Allan lagi.
Layla mengangguk. "Kau bekerja dimana, Lan ?" Layla balik bertanya.
Allan menyebutkan nama perusahaan tempat ia bekerja.
"Jadi kau seorang arsitek."
Allan mengangguk. "Begitulah kira-kira."
Layla terkejut saat Vando tiba-tiba saja menarik tangannya begitu lift terbuka. Pria itu sengaja berdiri dengan posisi ditengah dan membiarkan Layla berada ditepi. Mencegah Allan agar tidak berada disamping istrinya tersebut.
Allan mengerutkan dahi akan reaksi Vando, lalu tersenyum samar. Merasa lucu dengan sikap pria itu. Dilihat dari interaksi pasangan disampingnya ini. Sepertinya hubungan mereka tidak berjalan lancar. Ia mulai penasaran, ada apa dengan mereka.
Kenapa mereka menikah jika pada akhirnya bersikap seperti orang asing ?
***
"Kau mengenal pria tadi ?" Tanya Vando.
Ia dan Layla sudah berada didalam mobil menuju rumah sakit dimana Layla bekerja.
Layla mengangguk. "Dia juga tinggal dilantai 10."
"Bagaimana kau bisa mengenalnya ?" Tanya Vando lagi.
Layla mengerutkan dahi. Tumben sekali pria itu banyak bicara. "Aku tidak sengaja bertemu dengannya di supermarket. Ia membantuku mengambil barang yang tidak bisa aku raih karena letaknya terlalu tinggi." Ia menjelaskan.
Vando mengangguk paham, lalu kembali diam. Layla pun begitu. Ia juga tidak memulai pembicaraan apapun. Berada didekat Vando membuatnya menjadi seperti pria itu. Pendiam dan kehilangan bahan untuk berbicara.
Beberapa menit kemudian, Vando memberhentikan mobilnya di lobi rumah sakit.
"Terima kasih sudah mengantarku, Van." Ucap Layla lalu beranjak keluar, tanpa menunggu balasan dari Vando. Karena ia tahu, pria itu tidak akan mengatakan apapun. Jadi lebih baik dia sadar diri dan keluar dari mobil tersebut.
Tidak ada kata-kata manis ataupun kecupan didahi seperti yang dilakukan oleh pasangan lainnya.
***
"Layla !!!" Beni memekik kaget saat Layla berjalan sempoyongan dari ruangan operasi. Wanita itu baru saja selesai mengoperasi dua pasien sejak ia datang tadi pagi. "Kau baik-baik saja ?" Tanya Beni, memegang lengan Layla, takut kalau wanita itu tiba-tiba pingsan.
Layla memegang kepalanya yang sakit. Perutnya juga mulai nyeri. Ia tidak sarapan tadi pagi, dan ia juga tidak punya waktu untuk sarapan. Dia hanya bisa meminum air mineral saja. Baginya, keselamatan pasien lebih penting daripada dirinya.
"Aku merasa pusing, Ben."
"Ayo kuantar kau ke IGD. Kau harus beristirahat."
Layla tidak membantah. Dia menurut saja saat Beni membawanya ke IGD. Ia butuh berbaring saat ini.
Layla berbaring diatas bed rumah sakit seraya memejamkan mata. Ia membiarkan perawat memasang infus ditangannya. Lagipula, dia sudah biasa melalui hal ini.
Satu jam kemudian, Layla terbangun dari tidurnya. Ia merasa ada seseorang yang mengelus punggung tangannya. Meski terasa berat, ia tetap memaksakan diri untuk membuka mata. Vando adalah orang pertama yang ia lihat saat ia terbangun.
"Van, kau disini ?" Tanyanya dengan nada lemas, dia masih merasa sedikit pusing. Wanita itu ingin memaksakan diri untuk duduk namun langsung dicegah oleh Vando.
"Berbaring saja !" perintah Vando.
Layla menurut. Ia tetap berbaring sambil memijit pelipisnya.
"Masih pusing ?" Tanya Vando, tangannya terulur. Ikut memijit kepala Layla. Jarak mereka menjadi sangat dekat sekarang.
Layla mengangguk lalu berdeham pelan. "Kenapa kau bisa ada disini ?"
"Daddy mengabariku bahwa kau dirawat karena kelelahan." Ucap Vando menjelaskan. Daddy yang ia maksud adalah Danis, Ayah Layla. Ia resmi memanggil Danis dengan panggilan Daddy setelah menyelesaikan upacara pemberkatan dengan Layla.
Layla mengangguk. "Lain kali kau tidak perlu kesini. Aku sudah biasa melaluinya. Pekerjaanmu bisa menumpuk nanti."
Vando menghentikan pijatannya, lalu menatap Layla dengan tajam. "Berhenti bertingkah seolah kita adalah orang asing La ! Aku ini suamimu. Dan sudah sewajarnya aku yang merawatmu, bukan rekan sesama Doktermu yang bernama Beni itu !"
***
Bersambung ~
Jangan lupa vote dan komen yaa
Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vando & Layla
RomanceNamanya Layla Hansel. Dia adalah anak dari sahabat ayahku. Aku mengenalnya sejak kecil. Dan sekarang ayahku memintaku untuk menikahinya ? Yang benar saja ! Bagaimana bisa aku menikah dengan wanita yang tidak kucintai ? -Vando Arsenio- *** Namanya V...