Layla menyusuri lorong rumah sakit. Dia baru saja selesai membedah pasien dengan kasus kecelakaan. Harusnya dia makan bersama dengan Vando siang ini, namun tidak jadi karena pasien lebih membutuhkannya sekarang. Bukan sekali ini saja, Layla seringkali melakukan operasi dadakan untuk pasien-pasien kecelakaan lainnya.
"Layla, tunggu."
Layla menoleh ke belakang. Ada Beni yang berjalan tergesa menyusulnya.
"Kenapa Ben ?" Layla bertanya.
"Kau belum makan siang kan ? Mau makan siang bersama ?" Ajak Beni.
Layla melirik jam dipergelangan tangannya. Pukul tiga sore. "Aku mau ke kantor Vando. Kita tidak ada jadwal operasi lagi kan ?" tanyanya, seraya mengambil ponsel dari dalam kantong wanita itu.
Beni menggeleng. "Baiklah kalau begitu."
Beni memilih untuk berjalan duluan menuju kantin rumah sakit. Meninggalkan Layla yang mulai menelpon seseorang, yang Beni tebak pastilah suami wanita itu.
Vando mengangkat telepon Layla tepat pada dering kelima. "Halo." Sapa pria itu.
"Van, kau sudah makan ?" Tanya Layla, langsung.
"Sudah. Kenapa La ?"
"Oh." Layla ber oh-ria. Tidak menjawab pertanyaan Vando.
"Kau sudah selesai operasi ?" Pria itu bertanya.
"Sudah."
"Sudah makan ?"
"Aku akan makan sebentar lagi."
"Bagus. Aku sedang ada tamu. Nanti ku telepon lagi."
Layla mematikan sambungan telepon. Sepertinya dia harus menyusul Beni ke kantin jika tidak ingin kelaparan lebih lama lagi.
***
"Layla ?"
Vando mengangguk, menjawab pertanyaan seseorang yang duduk di salah satu sofa diruangan miliknya. Orang itu adalah Frans, sahabatnya. Dia sengaja tidak mengatakan kepada Layla bahwa Frans yang ada dikantornya. Dia tidak ingin pembahasan mereka hari ini diketahui oleh Layla. Jadilah ia berbohong dan mengatakan sedang ada tamu saat wanita itu menelpon.
"Kulihat, pernikahanmu berjalan dengan lancar."
Frans tahu bagaimana canggungnya hubungan Vando dan Layla di awal-awal menikah. meski begitu, ia selalu percaya bahwa sahabatnya itu mampu melalui masa itu. Semarah apapun Vando, Layla tetaplah seseorang yang akan selalu dilindungi oleh Vando. Mengingat bagaimana dekatnya mereka di masa kecil hingga Layla mendapatkan gelar dokternya.
"ya. Aku rasa kami akan baik-baik saja." Jawab Vando singkat. "Sekarang ceritakan, hal penting apa yang ingin kau katakan padaku hingga repot-repot menemuiku dikantor ?"
Frans berdeham pelan. Dia tidak tau harus memulai darimana. Namun ia harus mengatakannya kepada Vando. "Van, bagaimana hubunganmu dengan Aileen ?" Frans memilih bertanya lebih dahulu.
Vando mengernyitkan dahinya. Pertanyaan Frans membuat dia tidak nyaman. "Aku tidak ada hubungan apapun dengan Aileen." Jawabnya.
"Kapan kau terakhir kali bertemu dengannya ?" Frans kembali bertanya.
Meski rasa penasarannya kian bertambah, Vando memilih menjawab apapun pertanyaan Frans lebih dahulu. Seraya menebak, kemana arah pembicaraan pria itu. "Sekitar lima bulan yang lalu kurasa, aku tidak ingat. Yang jelas sebelum aku menikah dengan Layla. Bisakah kau langsung ke intinya saja ? Apa ada sesuatu yang terjadi ?" kali ini Vando yang bertanya.
Frans menghela napasnya. "Aku tidak tau apakah ini ada hubungannya denganmu atau tidak. Tapi entah kenapa aku merasa kau harus tau soal ini."
"Langsung saja Frans! Kau terlalu bertele-tele." Vando mulai kesal dengan Frans.
"Aku tidak sengaja bertemu dengan Ailen dua hari yang lalu."
"Lantas ? Apa hubungannya denganku ?" Tanya Vando.
"Dia hamil."
Dua kata yang diucapkan oleh Frans membuat Vando membeku seketika. Pria itu kehilangan kata-katanya. Rasanya, seolah ia sedang ditampar oleh sesuatu yang keras. Aileen hamil. Seketika fikirannya flashback ke beberapa bulan yang lalu. Saat ia menemui Aileen dan...ia menggelengkan kepalanya, tidak mungkin!
"Kau yakin dia hamil ?" Tanya Vando, berharap sahabatnya itu menjawab tidak. Namun anggukan dari Frans lagi-lagi membuatnya tersadar. Frans tidak mungkin berbohong tentang sesuatu sepenting itu.
"Van, diantara kita berdua kau adalah orang yang paling suci menurutku. Kau belum pernah melakukannya dengan wanita manapun. Dan kuharap kau juga tidak melakukannya dengan Aileen."
Vando terdiam. Tidak berusaha untuk membantah perkataan Frans.
"Kau...melakukannya ?" meski ragu, Frans tetap bertanya.
Anggukan pelan dari Vando sontak membuat umpatan keluar dari bibir Frans.
"SHIT!!!Kau sudah gila ?"
"Aku memang gila saat itu." Vando mengacak rambutnya.
"Lalu apa rencanamu sekarang ?"
Vando menatap lurus berkas-berkas yang ada dimejanya. "Entahlah, kurasa aku harus bertemu dengan Aileen terlebih dahulu." Ia menatap Frans. "Bisa kau sembunyikan ini dari Layla ? Dia akan sangat sedih jika mengetahuinya."
***
Layla baru saja tiba di apartemen. ia pulang menggunakan taxi karena Vando bilang bahwa pria itu masih ada pekerjaan dan tidak bisa menjemputnya. Disinilah Layla sekarang, didepan lift menunggu pintu lift terbuka.
"Selamat sore, Dokter Layla."
Layla menoleh saat seseorang menyapanya. "Allan!" wanita itu berseru. "Kukira kau sudah tidak tinggal disini." Ucapnya lagi. Sudah beberapa hari ia tidak pernah melihat pria itu. Biasanya setiap hari mereka pasti bertemu meski cuma berpapasan atau ketika mengantri di lift.
"Kau merindukanku ?" Goda Allan.
Layla memutar bola matanya. "You wish!"
Allan tergelak. "Kau baru pulang ?" Tanya Allan sesaat sebelum pintu lift terbuka. Ia dan Layla masuk kedalam lift.
"Begitulah. Jadi, kemana saja selama ini ?" Tanya Layla.
"Aku diutus perusahaan untuk ke luar kota." Jawab Allan.
"Pantas saja aku tidak pernah melihatmu."
"Tenang, aku tidak akan kemana-mana lagi."
Layla menatap Allan, menyipitkan matanya. "Kau selalu se percaya diri itu ya ?"
"yes, i am." Allan menjawab dengan bangga seraya menepuk dadanya pelan.
Layla tertawa pelan. "Terserah. Aku tidak akan meladenimu." Ejeknya.
"Dimana suamimu?" Tanya Allan.
"Dikantornya, masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan."
Allan mengangguk paham. "Pemilik perusahaan memang harus lebih sibuk dari karyawannya."
Kali ini Layla yang mengangguk. "ya, kau benar."
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Vando & Layla
RomanceNamanya Layla Hansel. Dia adalah anak dari sahabat ayahku. Aku mengenalnya sejak kecil. Dan sekarang ayahku memintaku untuk menikahinya ? Yang benar saja ! Bagaimana bisa aku menikah dengan wanita yang tidak kucintai ? -Vando Arsenio- *** Namanya V...