Part 11

771 63 5
                                    

Layla tidak henti-hentinya memuji keindahan Negara Jepang begitu mereka sampai di bandara. Negara yang bersih serta penduduknya yang rapi. Seolah mereka semua sudah tahu apa yang harus mereka lakukan, tanpa perlu diberitahu atau pun diperintah.

Wanita itu kembali berdecak kagum begitu mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah villa. Meski halamannya tidak luas namun cukup asri dan menyejukkan mata. Ia turun dari mobil, meninggalkan Vando yang mengambil koper di bagasi belakang.

Vando menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum tipis, melihat betapa antusiasnya Layla sejak tadi.

"Kau terlihat sangat bahagia." Komentar Vando, begitu ia selesai dengan urusan koper.

Layla menoleh, lalu mengangguk kuat. "Aku sangat bahagia Van. Sudah lama sekali rasanya aku tidak pergi berlibur seperti ini." Ungkapnya dengan jujur.

Layla terlalu banyak bekerja satu tahun belakangan. Ia sibuk mengurusi pasien-pasiennya hingga lupa mengurus dirinya sendiri. Jangankan untuk berlibur, bisa tidur beberapa jam saja sudah membuatnya sangat bersyukur.

"Aku juga ikut bahagia. Berarti keputusanku benar kali ini."

Layla menyipitkan matanya. "Kau berbicara seolah kita sedang membahas masalah pekerjaan saja."

Vando tertawa. "Aku terlalu kaku ya ?"

"Kau mau jawaban jujur atau tidak ?"

Vando diam sejenak. Pura-pura berpikir. "Jujur saja. Asal tidak menyakitkan."

Layla mencibir. "Sayangnya banyak kejujuran yang berujung menyakitkan."

"Jangan mencurahkan isi hati yang lainnya. Jawab pertanyaan yang tadi saja."

Layla tertawa. "Sedikit kaku, iya. Tapi tidak masalah. Aku sudah paham bagaimana sifatmu itu."

Vando tersenyum. "Jadi, dimaafkan ya ?"

"Apa ?"

"Ke-kaku-anku."

Layla ikut tersenyum lalu mengangguk. "Bisa kita masuk sekarang ? Aku sudah tidak sabar melihat villanya."

"Oke."

***

Senyum merekah ditambah dengan binar yang tidak pernah hilang dimata Layla. Dua hal itu membuat Vando selalu berusaha mencuri pandang kepada wanita itu. Mereka berdua tengah berjalan-jalan mengelilingi kota. Meski cuaca dingin hingga menusuk ke tulang, mereka berdua seperti tidak terganggu. Mereka menikmatinya.

"Aku tidak menyangka akan sedingin ini." Ucap Layla, lalu menggosok kedua telapak tangannya.

Vando menarik tangan Layla, pelan. menggenggam salah satu tangan wanita itu lalu memasukkannya kedalam kantong jaket yang ia kenakan. "Tangan satunya masukin kekantong jaketmu juga." Perintah Vando yang langsung di angguki oleh wanita itu.

Hening. Layla sibuk menetralkan debaran jantungnya. Rasa hangat menjalar dari tangannya yang digenggam erat oleh Vando. Pikirannya tiba-tiba menerawang, mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat mereka mengikuti perkemahan sebelum kelulusan sekolah menengah atas.

Saat itu, cuaca tidak bersahabat. Lokasi perkemahan yang berada di daerah pegunungan pun membuat semakin dingin disaat malam tiba. Layla kedinginan. Ia sampai menangis meminta pulang saat itu juga. Peserta kemah yang lain panik melihat kondisi wanita itu yang bisa dibilang cukup mengkhawatirkan.

Vando datang ke perkemahan wanita begitu teman satu tenda dengan Layla mengabarinya perihal kondisi wanita itu. Ia berlari secepat yang ia bisa. Khawatir terjadi sesuatu yang buruk dengan Layla.

Hal pertama yang dilakukan Vando saat itu adalah menghapus air mata Layla, lalu menenangkan wanita itu. Menangkup kedua pipinya sambil berkata. "Sst. Jangan menangis. Tenanglah. Tidak perlu panik."

"Dingin sekali. Aku tidak kuat menahannya." Ucap Layla, badannya menggigil hebat.

Vando membuka jaket miliknya lalu memakaikan jaket tersebut ke badan Layla. Ia menoleh kearah teman Layla yang berdiri didepan tenda. "Bisa minta tolong ambilkan air panas ? Kalau bisa agak banyak."

Teman Layla mengangguk, lalu bergegas. Mencari air panas seperti yang diminta oleh Vando.

Vando memeriksa badan Layla, memastikan seluruh tubuh wanita itu sudah terbalut sempurna oleh jaket serta selimut. Ia juga mengecek kaki Layla yang sudah mengenakan kaos kaki. Mungkin ada sekitar 3 kaos kaki yang dipakai oleh wanita itu.

Setelah itu, ia memeluk Layla. Sedikit erat. Berharap dingin yang dirasakan wanita itu berkurang. Digantikan oleh kehangatan yang berasal darinya.

"Merasa lebih baik ?" Tanya Vando, setelah 5 menit memeluk Layla, erat. Sesekali menggosok telapak tangannya hingga panas lalu menempelkan ke pipi wanita itu.

Layla mengangguk sambil bergumam pelan. Malam itu, tidak sedetik pun Vando meninggalkan Layla. Ia rela terjaga semalaman demi wanita itu.

"Kenapa senyum-senyum sendiri ?"

Layla sedikit tersentak. Ia menatap Vando yang memandangnya dengan heran. Ia pasti terlihat bodoh didepan pria itu.

Layla menggeleng. "hanya sekilas ingatan"

Vando menyipitkan matanya. "Ingatan tentang apa ?"

Layla diam sejenak. "Rahasia." Ucapnya lalu menjulurkan lidah. Mengejek pria itu. Ia berlari, menjauh dari Vando yang mulai mengejarnya. Mereka berlarian di jalanan, mengabaikan orang-orang yang mulai memperhatikan tingkah mereka.

***

Layla terbangun dari tidurnya. Ia mengernyitkan dahi saat tidak mendapati Vando disampingnya. Ia beranjak, mencari keberadaan pria itu. Begitu Layla keluar dari kamar, ia menemukan Vando tengah duduk di sofa, menghadap ke tv. Namun bukan tv yang tengah di pandangi pria itu, melainkan laptop yang berada dipangkuannya.

"Kau belum tidur ?"

Pertanyaan Layla membuat Vando menoleh. "Aku belum mengantuk. Kenapa kau bangun ? Kau bermimpi buruk ?" Vando balik bertanya.

Layla menggeleng. Ia menghamipiri Vando lalu duduk disebelah pria itu. "Bahkan saat cuti pun kau masih bekerja." Komentarnya saat melihat file yang tengah dibuka oleh pria itu.

Vando tersenyum kikuk. "Sudah hampir selesai kok."

Layla mengedikkan bahu. "Kalau tv nya kuhidupkan kau terganggu tidak ?"

"Hidupkan saja La. Aku tidak akan terganggu."

Layla mengambil remot yang berada diatas meja. Lalu menghidupkan tv tersebut, berharap ada film yang bisa ia tonton. 5 menit kemudian, ia menghela napas, kecewa.

"Kenapa ?" Tanya Vando yang mendengar helaan napas Layla.

"Tidak ada film yang menarik." Ucapnya lalu berdiri.

"Mau kemana ?" Tanya Vando, lagi.

"Ke kamar. Aku ingin melanjutkan tidurku kembali."

Vando mengangguk. "Tidurlah, sebentar lagi aku menyusul."

***


Bersambung...

Vando & LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang