Menuju Last Part (2)

181 5 0
                                    

"Kata mamah... papah sama mamah udah lama berpisah, itu sebabnya papah gak pernah pulang kerumah?"

Sisil menatap sendu papahnya, ia baru tau kenyataan pahit ini, setelah mamahnya akhirnya berkata jujur ketika dirinya terus-terusan mengeluh tentang papahnya yang sudah ada di indonesia selama hampir 7 bulan, tapi tidak ada satu haripun untuk pulang kerumah... Sisil merasa dibuang dengan sangat kejam oleh papahnya sendiri.

Mr. Alex menghembus nafas berat, ia rasa permasalahannya dengan Robert dan Raymond belum kunjung mendapat setitik cahaya pun, namun ia harus menghadapi masalah lain yang sama pentingnya.

Perkara masalah yang menyangkut soal anak memang selalu menjadi yang sulit bagi Mr. Alex.

"Mamah kamu baru ngasih tau soal ini sekarang?" Tanya Mr. Alex pada putrinya yang sedang menatapnya dengan tenang namun terlihat tajam.

Sisil mengalihkan wajah sinis. "Seandainya aku tau dari dulu... aku udah omongin ini dari dulu!" Kesalnya dengan wajah sedikit meringis saking emosinya.

"Berati mamah kamu sudah mengerti kalau saat ini kamu sudah dewasa dan sudah sepantasnya untuk tau hal ini." Jelas Mr. Alex hati-hati, semoga Sisil tak tersinggung apapun oleh kata-katanya.

"Iya... papah benar, mamah juga menjelaskan perkataan basi itu sama aku." Sarkas Sisil, ia kembali mendengus sebal. "Memangnya kalau sudah cerai, papah gak bisa jengguk aku sebagai anak? Atau memang tidak ada keinginan seperti itu di benak papah barang sedikit aja? Kenapa papah cuma memikirkan soal Helin?" Sisil berdiri memandang Mr. Alex dengan bengis. "Sebenarnya aku ini anak kandung papah juga atau bukan?"

Mr. Alex tersentak. Lagi-lagi ia merasa jadi ayah yang buruk untuk anaknya.

"Kamu gak boleh ngomong kaya gitu... kamu dan Helin adalah darah daging papah, hanya saja kamu punya mamah yang sayang sama kamu, sedangkan Helin... mamahnya sudah lama meninggal akibat kecelakaan, papah harap kamu mengerti." Aku Mr. Alex jujur.

Sebenarnya, dirinya mau mengunjungi untuk sekedar bicara atau hanya melihat Sisil, anak kandungnya. Tapi, ia hanya tidak tau bagaimana ia harus bersikap pada mamahnya Sisil atau mantan istrinya itu.

"Tapi pah! Kenyataanya Helin punya Nyonya Kyra dan Andre yang sayang sama dia pah! Papah gak bisa menjadikan itu sebagai alasan!!"

Sisil beranjak pergi dari hadapan Mr. Alex tanpa peduli apapun lagi... tidak ada yang penting lagi baginya.

Merasa sakit itu sederhana, seperti merasa dibuang oleh orang yang diam-diam sudah lama dirindukan.

****

"Dulu waktu kamu datang telat ke sekolah, alasan kamu sebagai pembelaan adalah lebih baik telat atau tidak sama sekali." Mr. Klieson menaikan alis sebagai tanda pemastian.

Dan Andre tertawa pelan, mengingat kepolosan menyebalkannya dulu. "Ayolah pah, jangan diingat lagi? Itu kelakukan Andre saat masih 4 SD... hanya kepolosan anak kecil, yang mengikuti kata mutiara bukan pada tempatnya."

"Tapi celotehan anak 4 SD itu malah menjadi ide untuk sebuah alasan laki-laki paruh baya seperti papah sekarang!" Jawab Mr. Klieson yang membuat Andre tak mengerti.

Andre menaikkan alis. "Sedari tadi apa yang papah bicarakan?" Tanya Andre hati-hati, jangan sampai ia mendapat kata sarkasme bertubi-tubi dari papahnya.

Mr. Klieson tersenyum sekilas. "Ayo, kita rayakan ulang tahun mamahmu." usulnya semangat.

Andre terkejut. "Bercanda? Pah, hari itu udah lewat beberapa bulan yang lalu, oh ayolah.." dengus Andre frustasi, ia mendadak heran... kenapa papahnya bisa punya ide sebriliant itu sehingga tidak bisa di masukan oleh logika manusia.

Bagaimana tidak? Hari ulang tahun Nyonya Kyra sudah lewat lebih dari tujuh bulan lamanya.

"Bukankah.... lebih baik telat daripada tidak sama sekali?" Tanya Mr. Klieson dengan smirk khasnya.

Andre mendecih. "Papah menggunakan kata-kata mutiara tidak pada tempatnya... seperti aku saat berumur 10 tahun." Kekehnya geli sendiri.

****

"Pagi ini pagi yang cerah pak, sama seperti buah dari hasil jerih payah kita." Pak Edo tersenyum legah.

Sama seperti pak Edo, Mr. Klieson juga tersenyum legah. "Ini juga termasuk kerja keras Anda, pak." Mr. Klieson menepuk pelan pundak Pak Edo. "Terimakasih banyak." Ujarnya kemudian.

Pak Edo menggeleng. "Semua Ayah waras di dunia ini memang berani bertaruh apapun untuk anaknya" Pak Edo menatap balik Mr. Klieson. "Anda Ayah terhebat, Pak." Lanjutnya kemudian.

Perjuangan Mr. Klieson untuk keadilan Andre tidak berjalan mudah dan mulus, mengingat siapa pelaku kejahatan ini bukanlah orang sembarangan... banyak tokoh yang berusaha melindungi si pelaku, tentu saja dengan imbalan yang pastinya besar, tapi hari ini ia bisa tersenyum lagi dengan bahagia karena hasil jerih payah nya untuk menuntaskan ini sudah hampir sampai di titik terang, semenjak melihat putranya di rumah sakit, Pria paruh bayah itu sudah melupakan senyumnya.

"Kau wajib datang di acara Ulang Tahun Istriku. Besok dimulai dari jam 7 malam sampai selesai, agar kau lebih tau dengan detail, aku akan mengirim undangan padamu nanti sore.. dan juga pada rekan yang lainnya, pastinya."

"Aku tunggu undanganmu, besok adalah hari istrimu bertambah umur... mendengar kabar baik ini pasti adalah kado terindahnya."

Mr. Klieson memasukan kedua tangan di saku celananya. "Sebenarnya ia sudah bertambah umur tepat tujuh bulan yang lalu." Ujarnya dengan santai.

"Ba-gaimana, maksud Anda?"





*****

"Helin, kamu sudah berikan lembar-lembar undangan ke papah?" Andre duduk dengan santai sambil menikmati teh hangatnya.

"Belum, kata papah dirumah lagi ada tamu, jadi nanti siang aja." Helin memilih gaun-gaun yang sudah tergeletak di ranjangnya.

"Seharusnya malah bagus, kan? Jadi, papah langsung ngasih undangan-undangan itu ke teman-temannya."

"Gak tau Andre ih.. Helin lagi milih gaun buat besok, jangan rusak konsentrasi Helin!." Galak Helin merasa terganggu.

Ya, Andre dan Helin sedang tidak ada dirumah, mereka beralasan ingin pergi liburan... padahal untuk menghindari pertanyaan mamahnya saat bersiap menghadiri pesta ulang tahunnya yang telat selama 7 bulan itu. Fyi, Nyonya Kyra bahkan tidak mengetahui rencana ulang tahunnya. Ini benar-benar asli kejutan dari suaminya.

Andre mendecih, selama perut Helin mulai membuncit. Helin jadi galak dengannya.. jangan-jangan anak nya nanti akan menjadi galak seperti ini. "Mau pakai gaun manapun, perut buncit kaya gitu mah mana ada yang cocok!" Ujar Andre ringan.

"Kamu tuh ya! Beberapa hari lagi aku lahiran, dan kamu gak aku bolehin liat bayinya!" Ancam Helin dengan sorot mata tajam.

Andre langsung menciut. "Iya iya ampun bercanda." Andre memanyunkan bibir lalu menggerutu tak jelas akhirnya.

Helin tersenyum, ancamannya yang seperti ini memang selalu berhasil. "Andre.." panggil Helin lirih.

"Apaan" jawab Andre pura-pura ngambek.

"Aku undang mamah sama kak Sisil, boleh?" Tanyanya penuh harap.

"Bolehlah sayang." Jawabnya dengam senyum.

Helin ikut tersenyum. "Tapi, Andre..." suara Helin kembali ke tahap lemah seperti tadi.

"Apalagi, Sayang?" Tanya Andre tak mengerti.



Helin menggigit bibir dalamnya. "Aku boleh undang kak Robert dan kak Raymond, gak?"











A/N :

Bentar lagi juga Ending kok ini... hehe

Insyaallah.

MAWAR [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang