[14] end

7.4K 757 147
                                    

"Jimin! Jungkook! Tolong katakan apa yang ibu lihat tadi tidak nyata!"

Suara Hye Sun bergetar karena emosi. Sarat kecewa nampak jelas di wajah cantiknya. Wanita itu marah besar—sekaligus bersedih. Firasat buruk yang terus menghantuinya memang bukan khayalan, kata-kata gadis bernama Jisoo terbukti benar. Ia sudah menangkap basah kelakuan kedua putranya. Tidak menyangka akan benar-benar menyaksikan dua anak kandungnya berciuman, saling berpelukan layaknya dua kekasih dimabuk cinta, pukul tiga dini hari dan Jimin hanya mengenakan jubah mandi.

Meskipun begitu, Hye Sun masih sulit mempercayai apa yang ia saksikan. Ia menunggu jawaban, menatap dua netra kembar anaknya bergantian, berharap jika salah satu mereka bakal menyanggah, berkata ini semua hanya bohong belaka. Namun nihil. Dua bersaudara itu diam tanpa suara. Jimin terlihat masih kaget sekaligus ketakutan. Sedangkan Jungkook, pemuda itu membalas tatapan sang ibu penuh keyakinan. Keyakinan yang membuat hati Hye Sun semakin hancur.

Hye Sun gemetar, diamnya dua bersaudara di sofa membuatnya semakin geram. Genangan air di pelupuk mata tak mampu lagi ditahan, perlahan menuruni pipi. Mewakili perasaan kecewanya yang tidak terbendung lagi.

Jimin ingin beranjak menenangkan. Mengatakan semua benar adanya, berharap orang tuanya akan memaafkan dan melepaskan mereka. Tentu saja hal itu mustahil. Ia bahkan tak punya keberanian untuk menjawab ibunya. Jimin menunduk dalam, merasakan sebelah lengannya digenggang erat oleh Jungkook.

"Hentikan itu! Lepaskan pegangan tangan kalian! Jawab ibu Park Jimin!"

Tidak didengarkan. Yang lebih muda malah makin mengeratkan pengangan. Mata besarnya masih lekat menatap Hye Sun. Mengutarakan jika mereka memang seperti ini. Sejak awal Jungkook tidak pernah ingin bersembunyi. Ia tidak peduli. Meskipun bakal ditentang habis-habisan, ia tahu hidupnya tidak akan berlanjut tanpa Jimin.

Sedangkan Hye Sun paham betul maksud tatapan Jungkook—jika artinya adalah tak tergoyahkan. Karena itulah ia menangis, jatuh di lantai dengan air mata bercucuran. Merasa gagal sebagai orang tua, merasa bodoh karena tidak mengetahui apa-apa. Mengingat bagaimana Jimin memperlakukan Jungkook semasa kecil, tidak pernah terbayang akan jadi seperti ini.

Melihat ibunya seperti itu, Jimin tak kuasa membiarkan. Ia juga menyayangi ibunya. Pemuda itu tidak pernah menyakiti Hye Sun sebelum, ia merasa bersalah. Genggaman Jungkook yang melemah dilepas, Jimin turun mendekap ibunya. Mengutarakan maaf yang ia tahu percuma. Karena cintanya pada Jungkook juga terlalu besar. Jimin tidak bisa berbohong.

"J-jiminie" masih dengan napas yang terputus-putus, Hye Sun mencengkram bahu sempit putra sulungnya, kemudian ia mengusap kedua pipi Jimin. Tatapan mereka bertemu. Pemuda itu bisa melihat luka besar disana, luka yang disebabkan oleh dirinya dan Jungkook. "Katakan ini tidak benar, nak. Dia adikmu. Kalian tidak boleh seperti ini."

Sayang sekali Jimin tidak pintar berbohong. Ia memilih diam, mencoba menjawab dari binar bola mata kembar mereka. Hye Sun mengalihkan pointer mata pada yang termuda.

Disana Jungkook membuang wajah, tidak membantu sama sekali. Perlahan hatinya juga ikut merasa sakit. Meskipun ia tahu ini akan terjadi, ia tidak pernah membayangkan ibunya akan terluka seperti ini.

Lengan Hye Sun beralih ke bercak-bercak di sekitar bahu dan dada putra sulungnya. Bola matanya menatap sakit pada tanda itu.

"Apa saja.. Apa saja yang telah kalian lakukan?"

Nada tercekat dari pertanyaan itu semakin membuat Jimin tertekan. Tidak mampu lagi membalas tatapan ibunya, ia menyerah. Menunduk dalam raut ketakutan. Lantas Hye Sun langsung tahu jawaban atas pertanyaannya sendiri. Ia memeluk Jimin erat. Meraung memanggil nama anak-anaknya.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang