[08]

4.8K 679 69
                                    

"Semoga harimu menyenangkan."

Jimin menoleh, mengembangkan senyum sebagai salam perpisahan. Menyempatkan diri menutup mata ketika Jungkook beringsut mendekat. Yang lebih muda memberi quick kiss sebelum melepas Jimin keluar dari mobil.

"Sampai ketemu saat makan siang."

Jungkook balas mengangguk. Ia juga bersiap keluar dari mobil, menghadiri kelas pagi hari ini.

Sekarang pukul 6, masih sunyi. Suhu Seoul pagi ini lumayan dingin.

Pemuda bersurai coklat meringis ketika menyentuh pintu geser ruang dosen. Buru-buru meletakkan tas di meja sebelum ngeluyur ke bagian dapur. Jimin melirik indikator suhu di dekat jendela. 19 derajat. Cukup untuk meredam keinginannya beranjak dari tempat tidur. Sayang sekali masa cutinya sudah berakhir.

Tadi malam, mereka tidak melakukan apa-apa. Hujan turun mengguyur kota, Jimin memilih tidur lebih awal dalam pelukan adiknya. Mereka tidak bercakap banyak setelah kepulangan Jisoo dan Yoongi. Jimin banyak diam, hanya ingin Jungkook percaya jika dirinya baik-baik saja.

Sekarangpun, Jimin bekerja lebih keras untuk mengalihkan perhatian. Sejujurnya ia terlalu paranoid hingga tidak bisa mengendalikan pikiran negatif semalaman. Jimin bermimpi buruk, bangun tengah malam, kemudian kembali tenang karena Jungkook masih bersamanya.

Setidaknya kehadiran Jungkook bisa membuatnya merasa lebih baik.

Jimin mengeratkan genggaman pada cangkir kopi.

Sejak tahu bahwa Yoongi menyadari hubungannya dengan sang adik, ia tidak bisa berhenti khawatir.

Dirinya begitu takut-Ia sendiri tidak mengerti apa yang ia takutkan.

Jimin yakin Yoongi tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun. Ia bukan seorang penggosip, Yoongi tidak akan mengambil keuntungan dari rahasia mereka.

Hanya saja...

"Selamat pagi..."

Jimin terkesiap.

Panjang umur, ucapnya dalam hati.

Yoongi memasuki ke ruangan bersama Kim Seokjin.

"Kau baik-baik saja? Apa masih tidak sehat?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Seokjin, Jimin malah terpaku pada kegiatan Yoongi yang menaruh tas, pergi kedapur-menyeduh sesuatu. Seolah tidak ada hal yang membuatnya harus berbicara pada yang lebih muda. Sikap dinginnya kembali sebagaimana mereka baru kenal dahulu.

Jimin menunduk sedih.

Perasaan jadi tidak karuan. Apa yang dipikirkan Yoongi tentangnya?

"Ey, kenapa kalian senang mengabaikanku sih?"

Seokjin mencibir, pura-pura melempar tasnya ke atas meja, kemudian bertolak pinggang di depan Jimin. Membuat Jimin terkesiap, sadar dari lamunan. Manik madunya mengerjap bingung, "Eh, apa Hyung?"

Sambil menampakkan wajah sedih Seokjin menghela napas panjang. Wajah tampannya mengerut. "Dongsaeng kesayangan ku sekarang juga jadi menyebalkan." katanya, bercanda.

"Dia tanya kondisimu bagaimana?" Yoongi muncul dari dapur bersamaan dengan aroma kopi yang mengudara. Pemuda itu meletakkan minumannya di meja, menyeruput perlahan.

Jimin mempointer netra mengikuti Yoongi, menunggu melakukan kontak mata. Tapi Yoongi tidak melakukannya.

Jimin mendesah kecewa.

"Oh... Aku baik-baik saja Hyung."

Akhirnya Jimin menanggapi Seokjin sambil tersenyum. Seokjin mangut-mangut. Mencubit pipi Jimin dengan senyum tak kalah lebar. "Baguslah." katanya sebelum berlalu kedapur.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang