[12]

3.7K 607 80
                                    

Taehyung belum menyalakan mesin mobil.

Matanya terpaku pada sosok Jungkook yang berlari menuju mereka. Terengah-engah. Pemuda itu menempelkan telapak tangannya di badan mobil sebelum berhenti di sebelah kaca mobil yang diturunkan, Taehyung menunggu sahabatnya berbicara.

"Aku yang akan mengantar Jimin-hyung."

Taehyung mengerjap, kemudian menoleh pada Jimin yang balas melihat Jungkook kaget. Daripada kehadirannya disini, Taehyung yakin Jimin lebih membutuhkan Jungkook bersamanya. Netra madu dosen muda menjelaskan segalanya.

Taehyung pikir, ia juga harus menemui Yoongi untuk minta penjelasan. Seperti yang ditawarkan pria itu sebelumnya.

Taehyung juga perlu tahu.

"Baiklah."

Jadi Taehyung keluar dari mobil, digantikan Jungkook yang segera menyalakan mesin. Sebelum menaikkan kaca mobil, Park bungsu mengucapkan selamat tinggal pada Taehyung. Membiarkan pemuda itu berbalik pergi duluan ke gedung kampus.

Setelahnya, ia malah mematikan mesin mobil. Menoleh pada Jimin yang sedari tadi terpaku padanya.

"Jungkook—"

Belum selesai kakaknya bicara, Jungkook menarik tubuh kecil dalam dekapannya. Dekapan yang sangat erat. Dimana Jimin sendiri terkesiap dibuatnya.

"Maafkan aku, hyung."

Bisikan Jungkook terdengar lembut, penuh penyesalan. Jimin tenggelam dalam diam.

"Aku telah membiarkan mereka menyentuhmu dan menghancurkanmu."

Yang lebih tua balas melingkarkan lengannya. Menepuk halus seolah bukan dirinya yang terluka karena ini. Memang benar ia sedang mencoba menenangkan adiknya. Padahal, Jimin juga tidak tahu cara memberi tahu bahwa dirinya juga cemas.

Menghancurkanmu...

Kata-kata itu terngiang. Mengulang fakta bahwa dirinya memang tidak memiliki citra baik lagi di kampus ini. Karirnya sudah berakhir. Kenyataan mengerikan itu menciptakan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam dada. Seolah ada lubang besar tercipta disana. Jimin tidak kuasa menahan air mata.

"Aku mau pulang."

Hanya itu yang bisa Jimin katakan.

Meskipun kakaknya berkata demikian. Jungkook tidak cepat-cepat menuruti. Karena dalam dekapannya Jimin terisak. Tepukan lembut di punggung berubah jadi cengkraman kuat. Seolah meminta untuk jangan dilepaskan. Jungkook mengerti, sangat mengerti Jika Jimin terluka.

Tentu saja, Jimin sangat ketakutan.

"Yoongi akan kemari malam ini, mengambil mobilnya. Sekarang dia sedang berbicara dengan Taehyung..."

Suara Jungkook menghilang di ujung kalimat. Terdengar seperti ragu-ragu. Mengundang Jimin untuk menoleh dari sofa.

"Apa Taehyung menanyakan semuanya?"

"K-kurasa begitu."

Jimin menghela napas, menghempaskan punggung pada sofa. Penampilannya kacau. Matanya bengkak, konsekuensi menangis di mobil terlalu lama. Sampai ia tertidur, barulah Jungkook bisa menyalakan mesin mobil dan membawa mereka pulang ke apartemen.

Pelan-pelan sekali, Jungkook duduk disebelah Jimin. Merebahkan kepala di pangkuan Jimin. Bukan. Dia tidak sedang bersikap manja. Dia hanya ingin melakukan ini. Ia ingin kakaknya tahu bahwa ia masih bersamanya.

Meskipun Taehyung sudah tahu, meskipun dunia sudah tahu.

Jungkook tidak takut.

"Ada telepon."

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang