[01]

7.1K 893 108
                                    

24-20

Tidak ada berubah dari Jimin. Meskipun ia sudah menginjak usia matang untuk menikah, ia memilih melanjutkan hidup di luar Busan dan menjadi dosen muda di sebuah Universitas Seoul. Ia masih seorang laki-laki pemalu, Jimin sangat baik hati, lembut dan wajahnya manis. Belum lagi, di usia yang masih terbilang muda ia berhasil menjadi tenaga pengajar di Universitas Seoul. Mungkin karena itu, meski baru menjadi dosen 5 bulan lalu, Jimin sudah memiliki banyak penggemar di kampusnya.

Dua tahun lalu, tepat di ulang tahunnya ke delapan belas, Jungkook resmi menjadi mahasiswa di Universitas yang sama dengan Jimin.

Ia pindah dan menepati sebuah kamar kos tepat disebelah Jimin. Namun hari ini, mereka terpaksa pindah ke apartemen di dekat kampus atas permintaan orang tua mereka. Jimin menyicil apartemen kecil berisi dua kamar serta dapur mini. Dan dalam hitungan 6 bulan sekali orang tua mereka akan berkunjung.

"Jungkook, jangan letakkan sepatumu di ruang tamu. Kita punya rak di—"

Cup!

Jungkook lebih suka membungkam ocehan Jimin dengan mulutnya sendiri. Sejak kejadian malam 5 tahun lalu, Jungkook tidak pernah segan melakukan apa yang ia inginkan di depan sang kakak. Namun bagi Jimin, itu masihlah hal tabu. Jimin masih merona, masih bersikeras meminta Jungkook berlagak tidak mengenalinya di kampus. Dan karena Jungkook tidak pernah menyetujui rencana kedua, Jimin akhirnya meminta adiknya untuk sekedar menjaga formalitas di antara mereka.

"Bagaimana kalau kita menggunakan satu kamar saja, hyung? Kamar satunya bisa kita gunakan untuk meletakkan lemari pakaianmu yang besar dan berat itu."

Jimin mendelik "Omong kosong. Sekarang kau harus mandi, bukannya kau bilang kau ada latihan basket setengah jam lagi?"

Dari pantulan cermin besar ruang tamu, Jimin melihat Jungkook mengibaskan baju kaos miliknya. Sebelah tangan ia gunakan untuk mengelap keringat yang mengucur dari pelipis.

Mereka baru saja selesai membereskan apartemen, tentunya Jimin mengerti jika Jungkook merasa sangat lelah. Tanpa mengulangi perintah, Jimin melempar handuk yang ia ambil dari dalam koper. Jungkook menyambutnya dengan lihai. Pemuda itu melambai sebelum masuk ke kamar mandi. Tak sampai sepuluh detik setelahnya Jimin bisa mendengar guyuran shower menyala.

Jimin kembali bergelut dalam barang-barang di ruang tamu. Tangan lincahnya memilah pigura-pigura berwarna kuning di bagian kotak perkakas. Foto-foto yang ia bawa dari kamar kos lama, foto orang tua dan teman-teman. Jimin tidak menyimpan foto Jungkook. Tapi ia memiliki satu buah foto saat kelulusan S2. Jungkook yang meletakkan salah satu lengannya dipinggang Jimin.

Di foto itu mereka terlihat sangat serasi. Namun Jimin sedikit kesal dengan tinggi badannya sendiri. Sangat jauh tertinggal dari sang adik. Sejak mereka menginjak bangku SMP dan SMA, pertumbuhan Jimin seakan melambat sementara Jungkook terus menaikkan tinggi badannya lewat olahraga Basket. Sekarang semua bagian tubuh mereka benar-benar bertolak belakang. Dari tinggi hingga berat badan. Jimin lebih ramping dengan perawakannya yang mungil—tingginya hanya sekitar dagu Jungkook. Sedangkan sang adik memiliki tubuh atletis berisi. Jungkook seorang atlet. Tentu ini lumrah baginya. Jimin seringkali merasa iri. Hal inilah yang menyebabkan ia tidak terlalu sudi berjalan berdampingan dengan sang adik.

Untuk alasan itu juga, ia tidak terlalu mau berfoto dengan Jungkook.

Pigura-pigura disusun rapi di dinding ruang tamu. Jimin berjinjit untuk menggantungkan pigura terakhir, agar mendapat efek susunan gradien, Jimin ingin menggantungkan lebih tinggi. Namun ia lupa, badannya tidak akan sampai pada titik yang ia mau. Meski begitu, Jimin tetap berusaha. Tidak menyadari pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Jungkook dalam balutan jubah mandi dan rambut basah.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang