[02]

5.9K 855 64
                                    

Udara mendadak hangat ketika cahaya mentari menembus kaca jendela perpustakaan. Jungkook tepat berada di sisi dimana kulitnya terpapar langsung kehangatan mentari sore, memudarkan rasa kantuk usai tertidur beberapa menit. Ia mengangkat wajahnya, menatap malas pada dua tumpuk buku modul dan alat tulis.

Setelah makan dan menghabiskan waktu mereka tanpa bicara, Jungkook memutuskan berdiam di perpustakaan dan tidur siang disana. Tapi siapa sangka ia bakal terbangun sesore ini.

"Jisoo?"

Jungkook melihat gadis yang ia kenal melewati pintu masuk. Melempar senyum manis sebelum berjalan ke arah meja yang sama. Jisoo meletakkan permen susu dihadapan Jungkook, lalu melipat tangan di atas meja.

"Menikmati tidur siangmu?"

"Kau disini dari tadi?" Permen susu diambil, lagaknya tahu jika benda itu disodorkan untuknya. Jungkook menggoyangkan di depan wajahnya "trims"

Dibalas anggukan kecil. "Aku melihatmu tidur, lalu kutinggal untuk beli permen tapi kau sudah bangun. Kenapa tidak pulang?"

Jisoo memerhatikan kegiatan Jungkook mengunyah permennya. "Malas dirumah, aku harus mengerjakan tugas dulu supaya bisa bersantai."

Netra hitam gadis itu segera beralih ke tumpukan buku yang Jungkook maksud. "Ini tugas kelasku minggu lalu. Aku bisa memberimu salinannya, mau?"

"Apa? Kau serius Jisoo?"

Jisoo mengangguk lagi. Ia tertawa kecil saat melihat senyuman Jungkook. Namun kemudian sedikit heran ketika pemuda itu mengelus dagunya seolah berpikir. "Ada apa Jungkook?"

"Hyung-ku akan marah kalau tau aku menyalin pekerjaan orang lain. Bagaimana kalau kau ajari aku saja?"

"Kau orang yang jujur." Jisoo tidak menyembunyikan kekagumannya "Akan kuajari, tapi mungkin ini bakal memakan waktu sampai perpustakaan tutup. Kau tidak masalah?"

"Akan kuantar kau pulang, jangan khawatir."

"Setuju." mereka berjabat tangan, setelah itu Jisoo sibuk mengeluarkan alat tulisnya sendiri sementara Jungkook menatap keluar jendela. Langit sudah semakin jingga, Jungkook benar-benar tidak berpikir untuk pulang.
.
.
.

Jimin mengganti channel televisi. Namun tetap saja perhatiannya tertahan pada suara jam dinding yang telah menunjukkan pukul 9 malam.

Sudah lewat jam makan, Jimin tidak akan memaafkan Jungkook karena membiarkan sup buatannya dingin.

Meja ruang makan yang lenggang terasa sunyi. Biarpun biasanya di kos lama ia juga sendirian, tapi tempat itu lebih sempit dan Jimin bisa merasakan keberadaan Jungkook dari balik dinding pemisah kamar. Setidaknya ia memberi sugesti untuk dirinya jika Jungkook ada di kamar sebelah, jadi Jimin tidak merasa kesepian.

Namun sekarang tidak ada keadaan lebih baik yang bisa ia pikirkan selain kekhawatiran. Jimin tidak bisa menghubungi nomor ponsel Jungkook. Tidak aktif sejak dua jam lalu. Tidak ada pesan yang dibalas, Jimin benar-benar khawatir.

Persetan dengan pembicaraan yang membuat hubungan mereka merenggang. Jimin tidak merasa keliru mengatakan hal itu. Dia harus tegas dan membatasi perasaan Jungkook. Dan apabila adiknya bertingkah seperti ini karena alasan tadi siang, Jimin benar-benar akan marah kepada anak itu.

Tepat 30 menit sejak Jimin menyilangkan lengan dan memutuskan untuk mengunci pintu supaya Jungkook jera, bel pintu tiba-tiba berbunyi.

Luapan emosi di ubun-ubun siap tumpah, Jimin berusaha menata langkah kaki setenang mungkin—setidaknya hingga ia sampai ke pintu. Bel berbunyi lagi ketika Jimin siap memutar kenop. Saat menarik benda itu ke dalam, ia menemukan Jungkook berdiri disana dengan wajah lelah. Seperti habis tertidur.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang