[2]

945 139 14
                                    

Aku tahu kalau suatu saat hal itu pasti terjadi

Yang aku tidak tahu adalah kalau hal itu akan terjadi secepat ini

Yang aku tidak tahu adalah kalau hal itu akan terjadi secepat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumber gambar : @Gjnoel_ (twitter)

****************

Andai aku bisa menitipkan anak-anakku untuk sebentar saja. Datang ke acara reuni SMA membawa sepasang anak kembar berusia lima tahun bukanlah hal yang sangat aku rekomendasikan untuk kalian.

Sangat menyenangkan ketika teman-temanku menyubit kecil pipi tembam anak-anakku. Mengajak mereka bercanda. Berfoto dengan gaya yang menggemaskan. Yang paling aku tidak suka adalah ketika mereka menanyakan siapa ayahnya.

Sedih, marah, dan kecewa campur aduk ketika aku harus memikirkan kejadian waktu itu, memikirkan dia.

Aku gak punya hati untuk bilang kalau anakku hasil 'kecelakaan'. Tapi aku punya hak untuk benci bahwa memang seperti itu kenyataannya. Aku juga benci pada diriku sendiri karena terlalu baik jadi orang. Aku terlalu baik sehingga aku dengan mudahnya dibodohi.

Bodoh memang. Aku memang perempuan--seorang ibu--yang dibodohi oleh cinta.

Aku mengorbankan diriku demi kesuksesannya. Demi keberhasilannya. Demi karirnya. Dia yang bahkan tidak tahu betapa aku jatuh bangun memberi asupan untuk tiga perut sekaligus, untuk menghidupi buah hatiku.

Menjadi single parent sejak hamil, bertahan dari tatapan penuh selidik para tetangga. Bukan, lebih tepatnya aku menjadi orang tua tunggal sejak selesainya proses pembuatan anak dengan pria itu.

Aku selalu berbohong kepada tetangga mengenai identitas ayah anak-anakku. Mereka tidak begitu kenal aku. Mereka percaya aja ketika aku berkata kalau ayah dari anak-anakku sudah tiada.

Bagaimana jika teman-teman dekatku yang bertanya? Harus aku jawab dengan apa? Jawaban yang sama?

Bicara soal si 'ayah', aku harus cepat-cepat pergi sebelum kita bertemu di sini. Ayah dari anak-anakku tak lain tak bukan adalah teman satu angkatan di SMA. Otomatis, dia pasti juga datang ke acara reuni ini.

Anakku kembar laki-perempuan. Dari segi fisik, keduanya sangat mirip dengan ayahnya. Beberapa temanku sempat melontarkan satu nama yang sangat-sangat akurat. Tapi aku menanggapi kalau itu hanya kebetulan dan bersikukuh mengatakan kalau ayah dari anak-anakku sudah tiada.

Aku tidak mau mereka tahu identitas ayah dari anak-anakku. Apalagi sampai tahu mengenai kejadian antara aku dengan si 'ayah'.

"Eh liat deh si Futakuchi. Makin berumur kok makin ganteng sih. Calon hot daddy emang."

"Katanya dia masih jomblo loh."

"Masa sih? Udah mapan gitu masa belum ada pasangan?"

Celetuk teman-temanku. Aku menolehkan kepala ke arah objek yang sedang menjadi bahan obrolan temanku. Seorang pria tampan berambut coklat duduk di kursi bar ditemani mantan tim voli Dateko. Bercanda ria meminum bir menggunakan gelas kecil dalam genggaman.

Aku tersadar sudah menatapnya terlalu lama saat kedua mata kami bertemu. Kami saling pandang selama beberapa detik sebelum aku melihat bola mata coklatnya bergerak ke bawah kanan dan bawah kiri. Kuikuti arah pandangannya. Tidak menyangka ketika ia membulatkan matanya setelah melihat ke arah anak-anakku yang sedang kugendong di sisi kanan dan kiri tubuhku.

Dia tampak terkejut seolah ia baru saja menyadari sesuatu yang sangat krusial. Baru saja mengetahui sesuatu yang sangat vital dan fatal dari cerita hidupnya. Futakuchi bangkit dari duduknya. Raut tak percaya melekat di wajah tampannya. Secara perlahan ia berjalan kearahku menerobos kerumunan.

Aku pun langsung pamit kepada teman-temanku dengan alasan anak-anakku sudah mengantuk. Secepat mungkin aku keluar dan memesan ojek online. Untungnya, tubuh gemukku mau diajak kompromi. Aku bisa keluar restoran dan menyambut dinginnya malam.

Menunggu beberapa menit, aku sudah was-was jikalau Futakuchi berhasil menyusulku. Aku melihat ke dalam restoran. Futakuchi tampak dikerubungi beberapa pria yang ingin bersilaturahmi dengannya. Pria itu dengan sopan menanggapi sapaan mereka. Meskipun begitu, kedua mata coklatnya bergerak liar mencari sosokku. Di saat-saat seperti inilah aku bersyukur memiliki tubuh pendek.

Aku menghembuskan nafas lega ketika ojek pesananku datang. Dengan sigap aku naik dan meminta si pengemudi untuk sedikit memacu kendaraannya.

Aku tahu, membawa anak ke acara reuni adalah hal yang buruk. Apalagi kalau situasi dan kondisinya seperti yang aku alami.

Aku tak berani menengok ke belakang. Karena aku tahu Futakuchi pasti ada di sana tengah menatap kepergianku.

Sungguh, aku belum siap hal ini terjadi. Aku belum siap ketika aku harus bertemu dengan mantan kapten voli Dateko tersebut.

Aku belum siap ketika anak-anakku menggunakan marga asli mereka.

Aku belum siap membagi kasih sayang anak-anakku dengan orang lain.

Aku belum siap memberi tahu Futakuchi bahwa dia adalah ayah biologis dari anak-anakku.

-------------------------------

TBC

Chubby Series #1 || Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang