[9]

440 73 9
                                    

Ini mataku yang sliwer atau akunya yang gak fokus?

Tadi siang, pas aku habis pulang kerja, aku ngeliat Futakuchi jalan bareng cewek. Mana pake rangkulan mesra pula. Sebelumnya, dia ngabari lewat sms kalo dia hari ini gak bisa jemput anak-anak. Aku sih bodo amat. Toh juga biasanya aku yang jemput.

Untuk sementara masih aku pantau. Aku mau liat sejauh mana jiwa fakboi mantan kapten Dateko itu berulah.

Aku gak masalah dia mau jalan atau berteman sama siapa aja. Aku juga gak cemburu atas kejadian tadi. Karena aku tau, yang harus aku lakukan saat ini adalah menunggu dia datang lalu aku tanyai baik-baik.

Kita tidak boleh gegabah dan terbawa perasaan. Semua pasti ada penjelasan secara logika.

Aku bukan remaja labil. Aku seorang ibu beranak dua. Yang mana aku harus berpikir rasional dan logis dalam menghadapi masalah. Bukan malah baper-baperan gak jelas.

Ting Tong~

Pucuk dicinta, ulam pun tiba,
Baru aja di"rasani", udah nongol aja orangnya.

Pas aku bukain pintu, aku liat dia bawa dua kantong plastik penuh berisi makanan dan minuman. Tak lupa senyum pepsodent yang menghiasi wajah rupawannya. Sampai sekarang, kami masih tinggal terpisah. Aku di rumah mungil sederhanaku, Futakuchi di kondominium mewah nan megahnya.

"Anak-anak mana?", tanya pria berambut coklat tersebut seraya melepas alas kaki yang ia gunakan.

"Ada di dalem. Lagi belajar. Kenapa?"

"Udah makan belom?" Ku jawab dengan gelengan kepala.

"Yaudah nih, tolong siapin ya. Aku mau ketemu anak-anak dulu." Setelah menyerahkan kantong plastik tadi kepadaku, ia langsung ngacir ke kamar si kembar. Sedangkan aku ke meja makan untuk menyiapkan makan malam.

~~Skip Time~~

Selesai makan malam, Futakuchi menidurkan si kembar sementara aku membersihkan meja makan. Lepas si kembar tertidur, Futakuchi menghampiriku yang masih mencuci peralatan makan di wastafel dapur.

Dia cuma diem aja disitu sambil ngeliatin aku. Gatau mikir apaan, pasalnya dia ngeliatin akunya fokus banget.

"Ngapain ngeliatin aku kek gitu?"

"Kamu cantik."

Aku mendengus remeh. Tak percaya bahwa seorang (Full Name) baru saja digombalin seorang Futakuchi Kenji.

"Matamu katarak ya?", sarkasku yang masih terpaku pada piring yang ku cuci.

"Enggak kok. Mataku sehat. Kenapa kamu nanya kayak gitu?"

"Ya siapa tau abis jalan ama cewek cakep, matamu sliwer. Liatnya ke aku tapi yang dipikirin orang lain."

"Kamu tau dari mana?"

"Dari tempatku kerja ke sekolah si kembar kan ngelewati kantormu, Bambang. Ya aku tau karena liat langsung. Kamu rangkulan, mesra-mesraan sama cewek bahenol di depan umum."

Futakuchi terdiam. Namun sedetik kemudian, dia malah mengatakan sesuatu sambil senyum-senyum gak jelas.

"Kamu cemburu ya?" Aku melongo. Ku hentikan aktivitas mencuci sejenak dan beralih menghadap ke arah kiriku, ke arah Futakuchi berada, dengan ekspresi 😲

"Cemburu? Siapa yang cemburu? Aku gak cemburu", ucapku sambil cemberut. Melipat kedua tangan di depan dada dan memalingkan muka. Futakuchi jadi gemas sendiri. Dicubitnya pipi tembam (Name) lalu diciumnya kening wanita gembul tersebut.

"Dia itu cuma rekan satu agensiku. Kita udah akrab sejak aku awal gabung jadi model. Lagipula, dia itu udah punya suami yang gantengnya gak ketulungan. Aku mah kalah", ucap Futakuchi lembut lalu mengacak pelan pucuk kepala (Name).

Duh maz, rambut yang diacak-acak tapi kok malah hatiku yang ambyar 😓

Aku menghela nafas. Kembali melanjutkan aktivitas mencuciku yang tertunda. Mengabaikan segala hal yang terjadi barusan.

"Kalian kapan mau pindah?" Sepuluh menit aku diam. Menyelesaikan cucian yang tinggal sedikit lagi akan beres. Setelah piring terakhir selesai dicuci, barulah aku menjawab.

"Sampai masa sekolahnya si kembar selesai." Memang benar. Ini rumah hasil jerih payahku. Aku yang beli, aku yang bayar. Aku belum mau berpisah dengan rumah sederhana yang jadi saksi bisu perjuanganku membesarkan si kembar.

"Kapan?"

"Ya menurutmu, si kembar selesai menempuh pendidikan kapan?"

"Masih lama berarti ya?" Tanya Futakuchi entah kepada siapa. Karena sekarang kepalanya menengadah dengan mata yang terpejam. Punggung bagian bawahnya menyentuh pinggiran counter dapur dan kedua tangannya ia jadikan tumpuan.

"Emangnya kenapa sih? Gak sabaran banget. Butuh temen di rumah?" Futakuchi hanya mengangguk, masih dalam posisi yang sama.

"Kamu tau kan aku masih belum bisa membagi si kembar sama kamu?"

"Justru karena itu, aku buru-buru minta kalian pindah ke rumahku."

Aku mengerjap bingung, "maksudnya?"

Futakuchi membuka kedua matanya. Tatapannya berubah menjadi serius. Dia ngedeketin wajahnya kewajahku. Aku refleks mundur untuk menjaga jarak. Sampai akhirnya aku terpojok dan gak bisa mundur lagi.

Wajah Futakuchi sekarang deket banget sama wajahku. Bahkan aku bisa ngerasain hembusan nafasnya menerpa kulit wajahku.

"Aku buru-buru minta kalian tinggal bareng karena..."

Satu tangan Futakuchi menyelipkan helai rambutku ke belakang telinga. Satu lagi entah sejak kapan udah melingkar erat dipinggangku yang lebar. Menarik tubuh gempalku ke dalam dekapan tubuhnya yang kokoh nan tegap. Membisikkan sesuatu dengan suara bariton yang terdengar sangat sensual.

"...aku pengen cepet-cepet ngehalalin keluarga kecil kita, ngehalalin si kembar jadi anakku, dan ngehalalin kamu jadi istri sahku."

----------------------------

TBC

Chubby Series #1 || Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang