Aih sial! Lagi enak-enakan rebahan malah disuruh olahraga.
Si kembar lagi di rumah neneknya, kantor lagi libur, alhasil aku bisa istirahat sejenak dari kesibukanku sehari-hari.
Namun semua berubah ketika Futakuchi menyerang.
Tiba-tiba dia dateng udah rapi dengan pakaian olahraganya. Aku yang masih leyeh-leyeh mengira kalau dia habis olahraga. Eh ternyata, dia malah baru mau mulai dan ngajak aku olahraga bareng.
Haornas dia bilang.
Aku nolak lah. Gak liat apa kalo aku lagi horizontally energy saving conservation?
Setelah berdebat dengan berbagai argumen yang aneh, eksentrik, dan gak jelas-jelas banget, aku mengalah dan memutuskan buat ikut olahraga. Futakuchi cuma mau ngajak aku jogging rupanya. Kupikir dia bakal ngajak aku ke gym, ngelakuin push up dan sit up, atau malah ngajak aku sparring voli.
Tau gitu kan gak usah pake debat tadi.
Pas jogging, beberapa kali dia sempet ninggalin aku di belakang. Sehingga, ia memutuskan untuk mengurangi kecepatan larinya dan lari berdampingan sama aku.
Emang sih badanku gendut. Aku juga gak bisa lari cepet. Tapi ingat, aku bekerja di bidang keteknikan yang bisa dibilang agak berat. Jadi, aku punya resistensi pernafasan yang kuat. Terbukti dengan aku yang mampu jogging selama 90 menit tanpa berhenti.
Futakuchi aja sempet kaget. Gak biasanya dia ketemu cewek yang kuat jogging selama itu tanpa berhenti.
"Dari awal, aku udah ditempa lahir dan batinnya dengan sangat apik. Karena kalo gak kayak gitu, aku gak akan kuat jadi single parent selama enam taun", ucapku masih berlari tanpa menoleh ke arah Futakuchi.
Wajah Futakuchi mendadak murung dan menunduk dalam. Larinya mulai melambat lalu berhenti. Aku yakin dia pasti ngerasa gak enak sama sindiranku barusan. Aku yang udah beberapa langkah didepannya pun berhenti. Membalikkan badan menatap wajah sendunya.
"Heh, ngapain berhenti? Udahlah gausah sedih-sedihan lagi." Walau udah kubilangin kayak gitu, Futakuchi masih gak bergeming. Aku menghelas nafas. Kayaknya aku harus ngeluarin "kartu As" ku kali ini.
"Ayo balapan! Kamu liat pos ronda di pojok sana? Kalo kamu menang, kita nikah!", seruku dengan mantap.
Seketika Futakuchi menatapku diam tak percaya. Aku menyeringai puas dalam hati. "Kenapa? Gak mau? Kalo aku yang menang, penawarannya batal loh~", tantangku sembari melipat kedua tangan di depan dada.
Futakuchi masih melongo. Aku menyeringai makin puas. Dia berhasil termakan umpanku.
"Yaudah ya, bye~~"
Aku langsung lari sekenceng mungkin ke arah pos ronda. Sejauh ini sih aku masih memimpin, sampe tiba-tiba sekelebatan lewat disampingku cepet banget. Ku liat Futakuchi udah berhenti dengan senyum kemenangan di wajah tampannya. Aku yang liat dia udah kesenengan berusaha nahan tawa, karena...
"Pos ronda woy! Bukan warung! Wahahahahaha~~~"
Aku lari makin kenceng ngelewatin dia sambil ketawa-ketawa. Futakuchi berdecak sebal. Karena tadi gak fokus, dia ngira titik finishnya adalah warung kelontong bukan pos ronda. Futakuchi harus lari lagi ngejar aku yang udah lumayan jauh.
~~Skip time~~
Akhirnya kita berdua udah sampe pos ronda.
Badan kita udah banjir keringat. Sampe baju nempel di badan dan handuk kecil yang ku bawa udah sama basahnya. Aku tidur telentang di pos ronda, sedangkan Futakuchi duduk disampingku. Sama-sama menetralkan nafas dan detak jantung kami yang masih berpacu.
Futakuchi menyeka keringatnya sambil ngelirik kearahku. Gila sih emang, makin ganteng gini si papah muda. Bau keringetnya juga maskulin banget. Bentuk badannya tercetak dibajunya yang basah.Otot punggung yang gagah, bicep dan tricep yang kokoh, bahu yang tegap, lekukan perut yang sixpack...
Malah membuat diri ini semakin panas.
Aku mendudukkan tubuhku. Menerawang ke arah sawah yang terhampar tak jauh dari pos ronda. Dari ekor mataku, kulihat Futakuchi masih terus menatapku lekat. "Soal tawaranmu tadi--", suara bariton Futakuchi memecah keheningan.
"Aku serius", potongku cepat.
"Oke, aku juga serius sama kamu. Lusa aku ada dinas ke luar negeri. Lima bulan. Kamu mau nunggu kan?", tanya Futakuchi penuh harap-harap cemas.
Aku terkejut. Mempertemukan kedua netraku dengan netra coklat milik Futakuchi yang masih menatapku intens. "Aku udah terbiasa 'menunggu' lebih dari enam taun. Lima bulan bukan masalah buatku."
Sebelum Futakuchi kembali diliputi rasa penyesalan, kutangkup wajahnya dengan kedua tangan gempalku. Ku arahkan netra coklatnya ke netra (eye color)ku. Tersenyum hangat mengelus pelan pipinya dengan ibu jariku.
"Gak usah ngerasa bersalah lagi. Aku percaya sama kamu. Lagipula, kalo kamu macem-macem, tanganku ini siap ngabisin kamu kapanpun."
Futakuchi seneng bukan main. Dia meluk aku erat banget. Sisa keringat kita pun bercampur. Geli sih sebenernya. Tapi aku yang gak mau ngerusak momen ini, memutuskan untuk membalas pelukan Futakuchi.
Gak lama kok. Cuma lima menit. Habis itu aku yang pertama ngelepasin pelukan.
"Udah ah, jangan lama-lama. Kamu keringetan", candaku mendorong tubuhnya pelan.
"Tapi kamu suka kan?", goda Futakuchi dengan seringai seksinya.
Wajahku memerah malu. Aku berdiri meletakkan kedua tangan di pinggang lebarku.
"Balapan sampe rumah! Kalo aku menang, penawaran batal!"
Aku lari lagi. Belum ada 15 meter, aku ngerasa tubuhku diangkat. Ternyata, Futakuchi menggendongku ala-ala bridal style. Gak berenti sampe disitu, dia ngelanjutin larinya masih dengan aku dalam gendongannya.
Beberapa tetangga yang papasan sama kami sempet nanyain, "Wah mbak (Name) digendong siapa tuh? Pacarnya ya?"
Pas aku mau jawab, eh udah keduluan sama Futakuchi, "Bukan pak, bu. Saya suaminya."
Berhubung si bapak dan si ibu tadi keburu jauh karena Futakuchi larinya cepet banget, aku diem aja. Toh emang bentar lagi Futakuchi jadi suamiku. Lagipula, kapan lagi bisa digendong ikemen macam Futakuchi?
--------------------------------
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Chubby Series #1 || Kali Kedua
Fanfiction| Futakuchi Kenji x Chubby Reader | Jika wangimu saja bisa Memindahkan duniaku Maka cintamu pasti bisa Mengubah jalan hidupku Jika senyummu saja bisa Mencuri detak jantungku Maka pelukanmu yang bisa Menyapu seluruh hatiku Cukup sekali saja aku perna...