Satu.

334 15 0
                                    

Namanya Jihan Naya Fabiola, siswi kelas duabelas di salah satu SMA di kota Cirebon. Dulu, saat masih kelas sepuluh, hidupnya sama persis dengan remaja lainnya.

Pernah bermimpi menjadi seorang putri yang cantik jelita, lalu di cintai dengan sebegitu hebatnya oleh seorang pria. Tapi kini, saat usianya sudah lebih tua dan mulai beranjak dewasa, Naya paham, bahwa hidup tidak selalu tentang cinta.

Ada yang harus dia kejar selain cintanya. Ada yang harus ia perjuangkan selain masalah hatinya. Terlebih setelah ia bertemu dengan seseorang yang sedikit banyak telah mengisi hari-harinya dikelas sebelas dan duabelas ini.

Naya baru saja meletakkan tas nya di bangku saat seseorang tiba-tiba datang lalu duduk di sampingnya. Naya menoleh, menatap bingung pada orang itu yang malah tersenyum sambil balik menatapnya.

"Hai." 

"Ngapain?" Tanya Naya bingung.

Cowok itu masih tersenyum sambil tetap memandangnya.

"Mau duduk sama kamu, emang gaboleh?" Tanyanya.

Naya menghela napas pasrah. Bagaimana bisa ada orang seabsurd Agam?
Iya, namanya Agam. Agam Narendra Saputra. Namanya bagus kan? Iya. Naya juga berpikir seperti itu, dulu. Sekarang, setelah tahu berbagai sifatnya, Naya merasa nama itu bahkan terlalu bagus untuk orang seperti Agam.

Bukan, Agam bukan penjahat apalagi badboy kelas kakap yang hobi keluar masuk BK kok. Dia hanya sedikit nakal dengan caranya.

Sikapnya yang ramah dan mudah bergaul membuatnya disukai banyak orang. Dikelilingi banyak teman-teman, mendapat banyak perhatian, tapi tak sedikit juga yang memberinya kebencian.

Meski begitu, Agam tak pernah keberatan. Dia berteman dengan siapa saja, bermain dengan siapa saja, tapi juga jahil pada siapa saja.

"Nay.."

"Apa?" Naya menjawab malas.

"Tumben siang."

"Apanya?"

"Makannya."

"Hah? Apasih, Gam"

Agam terkekeh.
"Hahaha, enggak."

Setelah itu, senyap menyelimuti keduanya. Bukan jenis senyap yang awkward atau tidak nyaman, tapi senyap yang membuat mereka mengerti bahwa sekalipun tak ada yang bicara diantara mereka, keduanya tetap memiliki satu sama lain.

Agam sibuk dengan fikirannya sendiri, sementara Naya sibuk menopang dagu sambil memandangi teman-temannya yang satu persatu datang memasuki kelas.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.35, tapi belum banyak teman-temannya yang datang kesekolah. Padahal disekolah ini, jam masuknya lebih pagi daripada sekolah lain. Jam 06.50 semua siswa sudah harus ada di kelas masing-masing.

"Woee!!"

"Eh anjir!" Lamunan keduanya buyar seketika kala mendengar seruan itu.

"Apaan sih, Ra." Naya membalas sebal.

"Hehehe.. Lagian kalian masih pagi gini udah ngelamun aja. Kesambet tau rasa lo pada." Rara, oknum yang tadi mengagetkan mereka sekaligus teman sebangku Naya.

"Sana lo pindah, Gam." Rara mengusir Agam dengan teganya.

"Lo disana dulu deh, di tempat gue. Ntar kalo udah bel gue pindah."

"Dih apaan dah! Udah sana gih pindah. Males banget gue duduk di sana."

"Yaelah ngapa sih, Ra.. Bentar doang."

"Gam, pindah." Rara tetap kekeuh meminta Agam agar pindah dari tempat duduknya. Sementara Naya hanya diam memperhatikan. Bingung juga harus berbuat apa.

"Lagian lo kenapa sih hobi banget duduk disini? Enak juga didepan noh ada kipas. Disini mah panas, iya nggak Nay?"

"Iya."

"Yaudah sono lo aja yang di depan, gue disini sama Naya."

"Dih, ogah." Rara menolak mentah-mentah.

"Udah ih kalian tuh ribut mulu kenapa sih? Lama lama aku juga yang pindah dari sini!"
Naya membalas sewot. Mungkin dia lelah menjadi penonton ribut Rara dan Agam di pagi hari yang harusnya tenang ini.

"Tuhkan, Naya marah. Lo sih Gam!"

"Dih kok gue?"

"Yaiya emang Lo!"

"Yaudah iya nih gue pindah nih pindah.."
Agam beranjak dari bangku Rara dengan berat hati. Berjalan menuju bangkunya yang terletak di barisan depan.

Rara duduk, menggantikan posisi Agam tadi. Langsung merebut perhatian Naya yang masih terfokus dimana punggung Agam berada.

"Nyebelin banget emang tu orang."

Naya tertawa.
"Hahaha.. Ati-ati ntar suka loh.."

"Dih.. Ogah ya gue suka sama orang kaya dia."

Naya hanya membalasnya dengan senyuman. Entah kenapa, dia merasa ada yang tak beres dengan Agam. Saat pertama kali bertemu dengan Agam di awal kelas sebelas, Naya berharap ia bisa dekat dengan Agam. Naya ingin tau lebih jauh tentang Agam, Naya ingin tau apa yang disembunyikan Agam dibalik senyumnya itu.

Naya bukan psikolog, tapi dia tau, dibalik binar mata itu tersimpan banyak sekali luka. Salahkah dia jika sekedar ingin tahu?
Tapi Agam sangat sulit untuk didekati, sangat sulit untuk digali, dan cenderung menutup diri tentang masalahnya pada orang lain.

Akhirnya Naya menyerah, memilih menjadi teman biasa, atau sekedar teman chat disaat Agam sedang gabut. Memilih tidak tau apa-apa.

****

Bel istirahat baru saja berbunyi. Tapi siswa-siswi kelas XII IPS 2 sudah pada hijrah entah kemana. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, Naya dan Rara memilih untuk tetap didalam kelas.

"Nay, gue males keluar kelas. Lo mau jajan ga?" Tanya Rara.

"Engga deh, Ra. Aku juga kebetulan lagi mager nih."

"Yaudah disini aja deh ya, itung-itung hemat."

Naya tertawa.
"Hahaha.. Iya Ra."

"Eh Nay, itu Agam. Tumbenan sendirian aja? Biasanya kongkow-kongkow sama yang lain."

"Tau dah, lagi males kali." Naya menjawab sekenanya.

Melihat respon Naya yang tak memuaskan, Rara memilih untuk bangkit dari bangkunya dan pergi menghampiri Agam.
Tujuannya? Untuk mengganggu Agam, tentu saja. Naya membiarkan nya, memilih membuka ponsel pintarnya dan memilih icon musik dilayar hpnya.

Lagu perfect milik Ed Sheeran sayup-sayup mulai terdengar. Naya baru saja akan menelungkupkan kepalanya diatas meja ketika seseorang lagi-lagi datang lalu duduk disampingnya. Naya mendesah
Hhhh.. Apalagi ini..

"Nay.."

Mendengar namanya dipanggil, Naya menoleh.
"Lah? Alfa? Ngapain?"

Cowok yang tadi dipanggil 'Alfa' oleh Naya itu mendengus.
"Menurut lo aja ngapain, Nay."

Naya terkekeh.
"Hahaha, dih ngambekan."

"Apaansih Nay, engga. Udah mendingan kita nyanyi, Nay."

"Duet gitu?"

"Iya."

"Dih, jangan ah. Nanti kaca jendela pada pecah kamu mau tanggung jawab?"

Alfa tertawa.
"Hahahaha.. Ya engga lahh.. Suara kamu bagus kok, Nay."

"Ya emang suara aku bagus, kan yang bikin pecah suara kamu. Hahahha" Naya tertawa puas sementara Alfa cemberut.

Alfa ini salah satu teman dekat Agam. Semenjak berteman dengan Agam, Naya juga jadi dekat dengan teman-teman Agam. Yang masih satu kelas saja tentunya, yang dikelas lain? Males ah, begitu kata Naya.

Keduanya larut dalam canda, tak memperhatikan sepasang mata yang menatap mereka dengan pandangan yang tak bisa di jelaskan dari depan sana.


~~~~~~~~~~

Tbc...

AgamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang