Lima.

131 11 0
                                    


Setelah peristiwa tidak terduga dimana Agam menceritakan sedikit keluh kesahnya pada Naya waktu itu, semuanya  kembali berjalan seperti biasa. Normal. Tidak ada yang berubah.

Agam tetap dengan sikapnya yang slengean dan berpura pura segalanya baik baik saja. Juga Naya yang memilih untuk tetap diam, bersikap seolah Agam tak pernah menceritakan apapun padanya. Bukan, dia bukan bermaksud untuk melupakan 'itu', tapi Naya merasa bahwa Agam telah mempercayakan sesuatu kepadanya, dia tak bisa sembarangan membuka mulut pada orang lain.

Hari ini hari rabu. Tidak ada yang spesial dari itu kecuali banyaknya jam kosong yang tersedia di kelas dua belas IPS 2. Sebenarnya, sama seperti kelas lain, kelas ini juga memiliki mata pelajaran full dari pagi hingga pulang sekolah nanti. Tapi, secara disengaja atau tidak mata pelajaran di hari rabu adalah mata pelajaran para guru dengan tipe Murid akan diberi nilai jika mengerjakan semua tugas yang di berikan, tak peduli jika guru itu masuk kelas atau tidak. Dan-- bagi para siswa-- beruntungnya lagi, sebagian besar guru-guru itu banyak yang memilih untuk tidak masuk kelas.

Alhasil setiap hari rabu, akan terjadi banyak sekali keributan di dalam kelas duabelas IPS 2. Seperti saat ini. Nanda yang notabene adalah bendahara kelas, sedang berkeliling untuk menagih uang kas. Tapi namanya juga murid, meski  kesepakatan sudah dibuat, tetap saja rasanya tidak afdhol kalau tidak melanggar.

"Nanti aja deh, Nan. Ongkos pulang gada nih."

"Gada duit, Nan. Besok aja ya?"

"Aku utang berapa, Nan?... Wahhh banyak banget anjir. Nanti aja deh yaa.. Aku bayar sekalian, hehe."

"Hmm. Besok ya, Nan. Besok janji deh."

"Gada receh, Nan. Nanti aja ya?"

Nanda cuma bisa geleng-geleng kepala.
"Bayar dong! Bisa bangkrut kalo begini."

"Elaahh iya, Nan entar juga bayar."

"Kalem atuh, Nan."

"Tenang, Nan. Ada aku."

Kelas seketika ramai lagi.

"Lagian nagih nya jangan pas jam-jam mau pulang sekolah dong, kan duitnya udah abis buat jajan." Celetukan salah seorang siswa. Yang kontan membuat Nanda bergumam dengan nada setengah kesal, setengah lagi kecewa.

"Salah aja akusi."

"Wah.. Siapa yang berani nyalahin kamu, Nan? Sini bilang aku."

"Woe siapa yang berani nyalahin Nanda?"

"Cup cup cup.. Sini Nan, sama aku aja."

Itu jawaban jawaban dari kaum laki-laki tentu saja. Dikelas ini memang isinya buaya darat semua, jadi yang lain sudah tidak aneh dengan kejadian seperti itu.

Untungnya bel pulang sekolah segera berbunyi, jadi tak ada lagi keributan yang tak perlu di dalam kelas itu. Bukannya bersiap untuk pulang seperti teman-temannya, Agam malah berjalan malas menuju meja Naya, lalu duduk di depannya.

"Ga pulang?" Naya bertanya heran.

"Nanti deh." Agam menjawab sekenanya.

"Nay, mau bareng ga?" Rara menawari. Naya melirik ke arah Agam sebentar kemudian menggeleng.

"Nggak deh, Ra. Aku.. Di jemput. Hehe."

"Ohh.. Yaudah, duluan ya Gam, Nay."

"Bye Ra.. Hati-hati."

Rara berlalu pergi. Kelas pun mulai sepi. Hingga tersisa Agam dan Naya di dalamnya. Naya tak pulang, sengaja. Karna dia tahu Agam sedang butuh teman, dia sedang ingin di dengarkan.

"Ngantuk, Nay."

"Tidur, Gam."

"Yaudah bentar ya, 30 menit aja. Ntar bangunin, oke?"

"Oke!"

Agam menelungkupkan wajahnya di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agam menelungkupkan wajahnya di atas meja. Naya diam, membiarkan Agam tidur mengarungi alam bawah sadarnya.

Karena jenuh, Naya mulai memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya. Hingga retinanya jatuh pada rambut Agam yang hampir menutup keningnya. Dan tanpa Naya sadari, tangannya mulai memainkan rambut di kening Agam.

Entah karena merasa terganggu dengan gerakan Naya, atau mungkin Agam memang tidak tidur, Agam bergerak. Mengangkat sedikit kepalanya dari meja yang otomatis menghentikan gerakan tangan Naya yang masih senantiasa memainkan rambutnya.

Naya gelagapan, refleks langsung melepaskan tangannya dari rambut Agam.
"Hng.. Maaf, keganggu ya?"

Bukannya marah, Agam malah tersenyum.
"Engga ko Nay. Lagian mana bisa aku tidur kalo di depan aku ada kamu?" Agam tersenyum playful.

"Idih.. Apa banget."

"Hahaha. Udah ah." Agam bangkit dari duduknya.

"Eh.. Mau kemana?"

"Kerja. Mau ikut?"

"Boleh?!" Naya bertanya excited.

Agam selalu suka bagaimana binar dimata Naya berbicara lebih dari apa yang gadis itu sendiri sadari. Dan Agam selalu senang jika binar itu muncul karena dirinya.

"Boleh. Yuk!"

Naya membereskan bukunya dengan semangat, memasukannya kedalam tas lalu berlari menyusul Agam yang sudah sampai di depan kelas.

"Nanti dimarahin ga sama bos kamu?"
Naya bertanya innocent.

"Engga lah. Asal kamu jangan bikin ribut aja di sana."

"Ooh. Oke."

"Kita kesana naik apa?" Naya bertanya, lagi.

"Naik jet."

"Ih Gam, serius."

"Hahaha. Jan serius serius ah nanti baper."

"Ih Gam!" Naya refleks memukul tangan Agam.

"Aduh! Sakit, Nay."

"Kamu sih."

"Iya maap maap. Naik motor, Nay."

"Motor kamu?"

"Motor pak satpam, Nay."

"Hah?! Serius?"

"Ya motor aku atuh, Nayaaaa.."
Agam menjawab gemas.

"Oohh" Naya mengangguk-angguk mengerti, lalu tersenyum.

"Ayok lets go!!"





















*Tamat*













Hiyahiyahiya 💃ga deng, boong.
Masih panjang ni cerita, tolong promosiin dong ke temen, keluarga, sahabat, pacar, atau mantan kalian juga gapapa deh 😂 Thankyou and see U next time. Daah

AgamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang