Tujuhbelas.

13 2 0
                                    

Hari Jumat lainnya disekolah Naya. Saat itu sedang jam olahraga, mereka sedang bergantian memasukkan bola basket ke ring.

Hanya tinggal beberapa menit lagi jam olahraga berakhir, jadi semangat Naya dan teman-temannya juga sudah makin menipis. Tidak sabar pergi ke kantin, melepas lelah dan dahaga.

Naya sedang duduk sendirian dipinggir lapangan ketika Agam menghampirinya. Naya diam saja, membiarkan Agam mencari posisi nyaman dalam duduknya.

Mereka sama-sama memandang ke arah lapangan. Melihat Rara dan beberapa siswa yang absennya berada di akhir sedang bergantian memasukkan bola ke ring.

Sampai akhirnya Agam bersuara, "Naya, apa kabar?"

Tanpa sadar, Naya tersenyum. Lalu menjawab, "Naya baik, Agam. Agam apa kabar?"

Agam terkekeh sedikit, kemudian menatap gadis disampingnya. "Agam juga baik, cuma capek sedikit."

Naya tersenyum lebar, kemudian balik menatap Agam, hingga kini mata mereka beradu pandang.
"Kalo capek, istirahat. Kalo ngantuk, tidur. Kalo laper, makan. Kalo haus, minum. Kalo bosen bilang, jangan tiba-tiba ngilang."

Agam tertawa, "Hahaha.. apaan sih, Nay."

"Lagian kamu gitu." Naya menjawab sekenanya.

"GAM!!"

Obrolan keduanya terinterupsi oleh Rara yang memanggil Agam dari tengah lapangan.

"Apaaa?!" Agam balas berteriak.

"Bantuin gue balikin bola di sekre!"

Agam akhirnya bangkit dari duduknya, tapi sebelum benar-benar beranjak, dia masih sempat menoleh kearah Naya sambil bilang, "Bentar ya."

Naya cuma bisa mengangguk. Semakin Naya mengenal Agam, semakin Naya memahaminya. Agam itu.. sosok yang penuh dengan tanggung jawab. Dia bisa diandalkan.

Mungkin karena dia anak pertama, dia jadi terbiasa mandiri dan merasa harus bertanggung jawab atas segalanya. Dia bilang, anak pertama harus kuat. Dia dijadikan contoh untuk adik-adiknya.

Naya masih memandangi keduanya yang mulai menjauh dari lapangan ketika tiba-tiba saja, Rara tergelincir saat melewati tepi lapangan yang kebetulan berlumut, dan karena barusan hujan, jadi sangat licin.

Naya refleks beranjak, baru saja akan bergerak cepat menghampiri Rara ketika Agam yang sedang memegang beberapa bola disamping Rara, refleks melemparkan bola-bola itu lalu dengan cepat berganti menarik lengan Rara.

Naya mematung ditempatnya. Sementara Agam sibuk menanyai Rara yang hampir saja terjatuh kalau dia telat sedetik saja menangkap pergelangan tangannya.

Itu memberikan efek de javu bagi Naya. Dia ingat, dihari berhujan itu, Agam juga melakukan hal yang sama kepadanya. Dan menyaksikan Agam melakukan hal yang sama pada Rara, membuat Naya merasakan sesuatu yang aneh dalam dadanya.

Naya masih saja bergeming ditempatnya, bahkan sampai Agam dan Rara kembali memungut bola yang berjatuhan lalu membawanya ke sekre. Mungkin dia akan terus berada disana kalau saja Caca tidak menepuk pundaknya, mengajaknya kembali ke kelas.

"Kenapa sih, Nay? Ngelamun mulu dari tadi."

"Hah? Siapa yang ngelamun?" Naya mengelak.

"Itu lo berdiri sendirian disana tadi kaya orang bego, itu apa namanya kalo ga ngelamun?"

"Oohh.. itu.. anu.. tadi lagi latian." Naya bingung harus jawab bagaimana, jadi dia jawab sekenanya saja.

"Latian ape? Latian jadi patung?"

Naya hanya tertawa, tak berniat menanggapi. Entah kenapa moodnya tiba-tiba memburuk.







To be continue..

Halo, maaf banget baru bisa apdet sekarang.
Aku kemarin-kemarin males banget buat apdet ini cerita. Adaa aja yang bikin ga mood. Sekarang hamdalah moodnya udah balik lagi:)
Target ku cerita ini selesai sebelum tahun baru, tapi gatau yaa namanya juga manusia, suka berencana doang yakan:)

Jangan bosen bacanya yaaaa
Share cerita ini ke temen kalian dong, hehe
Babaaaiii see u in next chapter
U kno i loaf u 😙
Selamat malam minggu gaes..




AgamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang