I AM MINARA

12. Kedatangan Rayyanka

Harap baca perlahan, pahami dan resapi tiap alur, narasi dan dialognya. Biar reseup.. oke ya?

Mungkin bisa diputer lagu Shawn Mendes yang judulnya Perfectly Wrong kalo punya, kalo niat menghayati, maybe download atau minimal liat dulu liriknya di google.

Mak Nara mau cari kang rengginang dulu! Addios~

●-●

Semuanya terasa sempurna menyakitkan. Rasa kehilangan benar-benar menimpa Xavier bersaudara.

Arys dan Minara.

Tanpa titik temu kapan bisa merasakan kebahagiaan sejati. Ketika orang yang dikira akan mendampingi sehidup semati, malah meninggalkan dengan luka perih di hati. Rasa sakit yang begitu sempurna mengisi relung hati.

Tanpa titik terang kapan bertemu pengganti si pencuri hati.

Atau..

Akankah ada yang meminta hati Xavier bersaudara dengan baik-baik?

Seseorang yang mengambil hati tanpa harus mencurinya, tanpa hendak menyakitinya, tanpa hendak mengkhianatinya, dan tanpa hendak meninggalkannya. Akankah ada sosok seperti itu yang datang?

Mungkin pada awalnya tiada keinginan untuk melakukannya, membiarkannya tetap terasa manis dan menyenangkan untuk sementara. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika kondisi terus berubah, Tuhan berulah, seakan tak terima hambanya lebih perhatian pada makhlukNya, bahkan lebih bahagia berdekatan dengan makhlukNya. Tuhan memberi rasa kecewa bukan tanpa alasan. Karena Tuhan juga berhak, dan bisa merasa cemburu, jika seorang hamba menjauh darinya karena ada makhluk yang menghalangi hambanya lebih dekat padaNya.

Semesta berulah. Membuat Risky seakan hilang ditelan bumi, Minara kehilangan jejak lelaki manisnya. Dan membuat Larissa seakan makhluk paling keras kepala, paling teguh pendirian dan paling patuh pada ucapan orang tuanya di dunia ini.

Patah hati adalah salah satu sebab membuat keturunan Adam dan Hawa kembali membudidayakan rasa kecewa, hingga suatu saat nanti mereka hanya tinggal memanen hikmah sebanyak-banyaknya. Walau tak menutup kemungkinan mereka akan kembali merasakan kecewa.

Patah hati juga bisa menimpa kaum jetset seperti Minara dan Arys. Sekaya apapun keluarga Xavier, pelajaran yang diajarkan Nanda adalah,

Kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang, tapi bisa diraih dengan pengorbanan dan proses panjang. Tak ada kebahagiaan abadi selama masih menginjakkan kaki di bumi. Sabar, syukur, tawakal, adalah kunci untuk mempertahankan rasa bahagia yang tersisa itu tetap ada.

Minara dan Arys memakan makan siang dengan lebih banyak diam. Bahkan Rai ikut terdiam, tak berani berceletuk yang aneh-aneh seperti biasanya untuk mengimbangi kekonyolan Xavier bersaudara yang tengah ditinggal kedua orang tuanya bekerja keras.

Untuk memuji masakan Minara saja, Rai segan. Melihat interaksi kedua Xavier bersaudara itu yang hanya sekedar, menghembuskan nafas panjang, makan, saling tatap bergantian, kembali ke makanan, lalu menggaruk tengkuk. Sesekali Minara merapikan rambut dan berkedip-kedip cepat seakan menyembunyikan sesuatu yang hendak muncul dari pelupuk mata. Semua itu membuat Rai ikut larut dalam kecanggungan. Dia juga bingung apa yang harus dilakukannya disaat seperti itu.

Haruskah ia pamit makan di pos satpam saja? Atau menghilangkan kecanggungan dengan membuka pembicaraan? Rai benar-benar bingung, hingga ia berhalusinasi bahwa ada nyamuk yang menghisap darah di tengkuknya. Rai sungguh menggaruk tengkuknya seakan-akan gatal seperti sehabis digigit nyamuk.

Ketiganya tetap terdiam dalam keheningan diantara batin yang berkecamuk dalam problema hidup masing-masing. Entah problema jangka pendek maupun jangka panjang. Semua itu berlangsung selama di meja makan, seakan ada sang kepala keluarga kecil Xavier tengah mengawasi, Nanda Mahesa yang begitu tegas terhadap norma-norma keluarga Xavier, terutama di meja makan. Walau ia tak berdarah murni Xavier, ia hanyalah menantu Diana Xavier yang begitu perfeksionis.