Bugh.. Bugh.. Suara hantaman benda keras terdengar mengenai organ tubuh seorang wanita di hadapannya. Membuat terciptanya satu-satunya kebisingan diruangan temaram itu.
Mencoba menggeliatkan tubuhnya, sang pemuda berusaha meregangkan ikatan tali pada kakinya. Tangannya yang terborgol mengeluarkan darah segar hingga aroma amis menguar di dalam ruangan itu. "Kami harus keluar dari sini." Batin sang pemuda.
Suara hantaman benda keras semakin menjadi-jadi. Wanita itu terlihat tak berdaya ketika hantaman terakhir -dari pria bertubuh tambun itu- sukses mengenai tempurung kepalanya.
Bulir-bulir keringat, darah dan airmata membasahi wajah cantik wanita itu."Katakan pada ku, di mana atasan mu berada?" Bentak si pria dengan menginjakan sol sepatunya di atas jemari lentik sang wanita -berniat meremukan jemari lentik itu.
Tanpa meringis -menahan rasa sakit mendera- wanita itu menjawab; "sudah ku katakan, dia di belakang mu." Tatapan tajam, wanita itu layangkan pada pria tambun dihadapannya di selingi dengan senyum sinis, mencoba mengintimidasi pria tambun itu -walau ia tahu, posisinya dan sang pemuda dalam keadaan terdesak.
"Dasar jalang. Jangan bercanda. Cepat katakan di mana dia atau aku akan menghancurkan tempurung kepala mu."
"Cih." Wanita itu meludah tepat di wajah pria tambun. "Menjalankan misi mu tanpa tahu seperti apa wajah dan karakteristik lawan mu, huh? Menyedihkan." Satu kata yang menggambarkan situasi saat ini; wanita itu cukup berani.
Sang pemuda yang melihatnya, tersenyum. Rekannya itu sangat tangguh untuk ukuran seorang wanita. Dengan begitu -tanpa mempedulikan ikatan kaki yang belum terlepas sepenuhnya- ia memaksakan diri untuk merangkak, melawan rasa sakit saat luka-luka di sekujur tubuhnya bergesekan dengan kasarnya ubin nan dingin. Hanya satu hal yang di pikirkan oleh pemuda itu. Melawan untuk bebas atau mati.
"Kau..." geram si pria dan... Greb..
Pria itu tersentak ketika menyadari kedua lengan melingkar di lehernya. Pemuda itu kini sedang melompat di tubuhnya, melingkarkan kaki di tubuhnya dan kemudian tanpa menunggu hitungan menit, pria itu merasa tubuhnya membeku. Pemuda itu berhasil mematahkan leher si pria.
"Kau tidak apa-apa?"
Wanita itu mengangguk dengan bola mata yang membulat sempurna. Terkejut dengan berbuatan si pemuda. "Kejam seperti biasanya." Gumamnya.
"Ayo cepat. Kita harus segera keluar." Melompat turun, pemuda itu berusaha menarik tangan si wanita lalu mengajak wanita itu untuk berlari keluar. Namun, betapa terkejutnya mereka ketika berhadapan dengan orang lain di luar sana. Orang-orang itu membawa senjata dengan wajah tertutup topeng.
"Ck, kau larilah lebih dulu. Aku yang menahan mereka di sini."
Wanita itu tampak ragu. "Tapi, anda bagaimana?"
"Sebisa mungkin aku akan bertahan sampai kau benar-benar lolos dari sini." -Yah, walaupun mungkin aku akan mati disini. Lanjut si pemuda membatin.
Tanpa pikir panjang, wanita itu berlari meninggalkan sang pemuda yang kini sedang berhadapan dengan 2 orang pria dewasa. Pertarungan sengit terjadi di antara mereka. Dengan -sedikit- tenaga yang ia miliki, lelaki itu berusaha menghalau para pria itu. Beberapa menit, perlawanannya imbang dan di detik selanjutnya, suara tembakan meletus tepat mengenai perutnya.
"Tidak!!!"
Bugh! Tubuh pemuda itu limbung. Semuanya menjadi gelap, sayup-sayup pemuda itu mendengar sang wanita yang berteriak histeris sebelum akhirnya, matanya menutup bersamaan dengan suara letusan tembakan yang ia yakini mengenai wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEFAN & YUKI
FanfictionRasa ngeri merayapi setiap sel di tubuh Yuki, memenjarkan potongan-potongan nyali yang tersisa dalam diri gadis itu. Yuki terkesiap, gadis itu gemetar ketakutan melihat sesuatu -tidak- seorang pemuda dibawah onggokan daun dengan kondisi mengenaskan...