Aku tidak punya alasan, hanya saja aku percaya pada mu
.
.
.Hanya sebuah untaian kata sederhana namun mampu membuat hatinya menghangat. William tidak menyangka di tengah kerumunan orang yang terkadang tak peduli satu sama lain, masih tersisa gadis itu. Gadis itu, Yuki.
.
.
.Suasana di De Haagse Markt terlihat ramai pagi ini. Padahal, salah satu pasar tradisional di Den Haag itu baru saja buka beberapa menit yang lalu. William memegang beberapa paper bag berisi sayur-mayur dan buah-buahan segar yang telah di dapatkan Yuki dari beberapa pedagang langganan gadis itu. Gadis itu pun kebagian memegang paper bag berisi stick bread —salah satu roti favorit Yuki.
Pandangan William dan pandangan Yuki, sama-sama tertuju pada beberapa pedagang yang menyapa gadis itu dengan sapaan ramah. Selain peduli terhadapnya, nyatanya William dapat menilai, gadis itu memiliki kepribadian baik hati —mereka semua tampak mengenal dan menyukai Yuki. Diam-diam, William mengulum senyumnya tatkala Yuki membalas sapaan mereka dengan senyum tak kalah ramah.
"Apa kau ini seorang selebritis?"
Yuki menoleh menatap William yang bertanya kepadanya melalui masker penutup sebagian wajah pemuda itu. "Huh?" Kerutan halus tercetak jelas pada dahinya. "Aku pegawai toko, bukan selebritis." Jawabnya polos hingga membuat William kembali mengulum senyumnya.
"Aku tahu, kau pegawai toko." Ucap William gemas. "Maksud ku, Al hun aandacht is op jou gericht. You look like a celebrity." (Semua perhatian mereka tertuju pada mu).
Dan, dengan berakhirnya kalimat itu, sang gadis terbahak —Paham akan maksud perkataan sang pemuda, kelima jemari lentiknya di kibaskan di depan wajah. "Aku sangat sering berbelanja di sana dan menyapa mereka. Kau tahu, bahkan aku sudah mengelilingi tempat ini dan berbelanja di setiap stan yang ada."
William kedapatan mengerjapkan matanya beberapa kali. "Semua? Seluruh penjuru pasar seluas ini?" Dia bertanya dengan raut wajah ragu.
"E'em." Yuki mengangguk penuh dengan rasa percaya diri. Ada sedikit kesombongan di dalamnya namum, malah terlihat lucu bagi William.
"Semua. Mulai dari timur ke barat, selatan ke utara semuanya telah ku kunjungi." Lanjutnya sembari menepuk-nepuk dada."Woah. Kau–"
"Vertrouw je me niet?" Yuki menyela penuh antisipasi. (Apa kau tidak mempercayai ku?)
William nyaris saja melompat mundur ke belakang tatkala wajah Yuki telah sejajar di hadapannya —bahkan, hidung bangir keduanya nyaris bersentuhan. Buru-buru pemuda itu memundurkan kepalanya. "A—aku percaya." Jawab William terbata. Sesuatu di dalam dirinya mulai bekerja secara tak normal —jantungnya, pusat pemompa darah seberat 300 gram itu berdebar tak beraturan.
"Bagus. Kau harus percaya. Karena aku tidak berbohong pada mu. Akan ku tunjukan tempat menjual daging segar terbaik di sini."
Debaran-debaran itu bertambah kencang saat Yuki menggenggam tangannya, menarik mereka berdua berjalan lebih cepat ke tempat yang ingin di tuju gadis itu.
Hangat.
Genggaman tangan Yuki begitu hangat di tengah cuaca yang mencapai minus sepuluh derajat celcius ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEFAN & YUKI
Hayran KurguRasa ngeri merayapi setiap sel di tubuh Yuki, memenjarkan potongan-potongan nyali yang tersisa dalam diri gadis itu. Yuki terkesiap, gadis itu gemetar ketakutan melihat sesuatu -tidak- seorang pemuda dibawah onggokan daun dengan kondisi mengenaskan...