Update terpanjang, 1500 kata. Siap-siap sakit kepala. 😂
.
.
."Ku Ucapkan selamat untuk kalian berdua. Lain waktu, kalian bisa mengundang ku untuk minum bersama, mungkin?"
Yuki tahu, Nyonya Jully tidak bersungguh-sungguh ketika wanita itu memintanya untuk mengundang minum bersama, namun entah mengapa pipinya terasa memanas di tengah cuaca yang dingin. Gadis itu tampaknya baru merasakan efek dari sebuah pengakuan yang ia buat beberapa menit yang lalu.
Oh tidak! Apakah William akan marah?
Sungguh, Yuki melakukan ini bukan karena ia genit atau sejenisnya. Hanya saja ia ingin melindungi status William.
Takut-takut, Yuki melirik gandengan tangannya yang masih belum terlepas dari tangan pemuda yang kini ia jelma menjadi suaminya. Lalu, wajahnya menengadah menatap pemuda itu. William tersenyum. Tersenyum begitu lebar. Dirasakannya tangan besar pemuda itu meremas lembut jemarinya.
"Itu ide bagus, nyonya. Aku sangat senang jika anda mau berkunjung ke rumah kami."
Bukan, itu bukan Yuki yang menjawab. Tentu saja, karena gadis itu tiba-tiba lupa bagaimana caranya berbicara. Terlalu terkejut, sampai-sampai menarik nafas pun nyaris tercekat. Ia tak menyangka William akan mengikuti alur —sepertinya, pemuda itu cepat beradaptasi dengan keadaan.
"Kau pemuda yang baik, William." Kata nyonya Jully dengan tangan cekatan membungkus daging ayam dan daging sapi segar. "Ini, ku berikan gratis untuk kalian sebagai kado pernikahan."
Di sodorkan padanya, William menerima bungkusan itu dengan senang hati. Inginnya, ia menyuruh Yuki untuk tetap membayar. Tetapi ia sadar ini hadiah dan hadiah tidak untuk di bayar atau kau akan membuat pemberi hadiah itu tersinggung.
"Terimakasih, nyonya. Karena selama ini telah berbaik hati kepada istri ku."
"Itu karena istri mu sangat baik. Sekali lagi selamat atas pernikahan mu dengannya."
.
.
.Netra kecoklatannya mengerjap beberapa kali. Walau mereka telah berjalan pulang, Ia masih tak percaya dengan kejadian beberapa saat yang lalu.
"Aku tidak mempermasalahkan kejadian tadi." Ucap William tiba-tiba.
Yuki berjengit kaget, nyaris terpleset karena sisa genangan air dan dengan sigap, William melingkarkan tangannya yang bebas pada pinggang Yuki. Sebagian wajah pemuda itu di tutupi oleh masker, menyisakan sorot netra coklatnya yang tajam namun teduh—menatap Yuki lembut.
"Maaf." Cicit Yuki pelan sembari menegakan tubuhnya. "Aku tidak berma—"
"Tidak apa." William menyela. "Kau hanya ingin melindungi ku, terimakasih."
Bagaimana kau tahu?
Itu suara hati Yuki, gadis itu ingin menyuarakannya dan lagi-lagi William menyela hingga membuatnya terheran.
"Aku tahu tanpa kau memberitahukannya."
Apa kau bisa membaca pikiran ku?
"Tidak-tidak, aku tidak bisa membaca pikiran mu. Kau pasti mengira ku begitu, bukan?" Kata William cepat. "Dari raut wajah mu, Aku hanya menebak apa yang akan kau utarakan."
Yuki menundukan kepalanya merasa lega. "Terimakasih, William." Entah sadar atau tidak pipi hingga telinga gadis itu bersemu membuat William diam-diam tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEFAN & YUKI
Fiksi PenggemarRasa ngeri merayapi setiap sel di tubuh Yuki, memenjarkan potongan-potongan nyali yang tersisa dalam diri gadis itu. Yuki terkesiap, gadis itu gemetar ketakutan melihat sesuatu -tidak- seorang pemuda dibawah onggokan daun dengan kondisi mengenaskan...