"I believe I know where Avery is."
.
.
.William menghentikan kegiataannya. Wajah pemuda itu tampak kebingungan. "Barusan kau memanggil ku apa?"
Jullian mendesah, ia mencengkram pergelangan tangan William dengan erat dan segera mengajak pemuda itu berlari. "Nanti saja bertanya-nya. Saat ini kita harus bersembunyi."
William hanya diam, mengikuti perintah Jullian, mereka berlari menyusuri jalanan di sana, wajah Jullian yang terlihat sedang memikirkan sesuatu membuat William bertanya-tanya. Situasi macam apa ini?
"Aku yakin, kau juga menyadari seseorang mengikuti kita —atau mungkin telah mengikuti mu sejak kau berangkat dari rumah." Jullian berlari lebih dahulu untuk memberi akses pada William. Pria itu mengambil ponsel di balik mantelnya menyalakan gps dan mengirim pesan pada seseorang.
"Ya, tapi aku tidak pernah mengira —aku incaran-nya." Balas William. "Kau sepertinya tahu sesuatu tentang ku, Jullian. Sebenarnya, siapa aku?"
"Aku tahu banyak tentang mu, akan ku ceritakan, tapi nanti setelah kita melawan mereka." Bisik Jullian sembari menghentikan langkahnya dan juga William.
Kedua pemuda itu tersudut di sebuah lorong jalanan sepi. Di hadapan mereka telah berdiri beberapa orang pria, salah satunya adalah pria yang sejak tadi mengikuti William.
"Shit, mereka memakai jalan pintas." Gumam Jullian.
"Bukankah kau dan Sean telah membunuhnya, tapi apa ini? Mengapa bedebah itu masih hidup?" Ucap salah satu pria itu pada Fred —pria yang yang pernah bertugas bersama Sean untuk menghabisi William.
Fred tersenyum menyeringai, sejujurnya ia tak menyangka akan bertemu pemuda itu dalam keadaan hidup. "Dengan luka tembakan parah kala itu, aku yakin dia tidak akan selamat. Kurasa tuan pembunuh bayaran di sampingnya yang telah menyelamatkannya."
"Jika benar aku menyelamatkannya, memangnya kenapa?" Balas Jullian dengan suara menantang.
William yang tidak mengerti dengan situasi itu tiba-tiba terkejut mengetahui fakta bahwa Jullian adalah pembunuh bayaran.
Apakah aku salah satu orang seperti dirinya?
"Menarik, aku tahu tentang mu. Namun tak menyangka saja, seorang kapten bersih seperti dia bersahabat dengan seorang pembunuh bayaran seperti mu."
William terdiam dengan perasaan gundah. Dalam hati pemuda itu, bertanya-tanya —orang seperti apa dirinya ini? Mengapa ia tak bisa mengingat sedikitpun tentang kehidupan masa lalunya.
"Who is more wicked—" ucap Jullian dengan senyum menyirangai. "He who kills evil motherfuckers or he who protects them?" Katanya dengan mata tertuju pada William seolah memberi isyarat agar pemuda itu bersiap jika sewaktu-waktu pria di hadapan mereka memberi perlawanan.
Fred tertawa dengan suara keras, pria itu menepuk tangannya. "You really believe you're the good guy?" Katanya, meremehkan Jullian. "Hit them to all they bones break! But don't let them die, they still have use."
"William, Get down!"
Walau tidak begitu yakin dengan kemampuannya, William tetap mengikuti perintah Jullian. Dengan nalurinya pemuda itu merunduk menendang kaki Fred. Pertarungan sengit —dua melawan empat— terjadi di lorong itu. Suara baku hantam terdengar keras membuat keributan di tempat sepi tersebut.
William yang tengah sibuk menghajar Fred, di kejutkan oleh perbuatan seorang pria lainnya yang mencoba untuk membidik Jullian menggunakan senjata api. Tanpa berpikir panjang pemuda itu berlari ke arah Jullian. "Julls, turn around." Ia berteriak lalu melompat sedikit lebih tinggi dan menendang pria yang berusaha menembak Jullian.
Jullian berbalik mendapati pria itu tersungkur dengan keadaan mengenaskan setelah sebelumnya mendapat beberapa hantaman keras dari William. Ia melihat William telah mengambil senjata pria itu dan menembaki dua orang pria lainnya, begitu pemuda itu mencoba untuk menembak Fred, Fred telah tumbang terlebih dahulu —membuat pemuda itu menjadi lebih waspada.
"Apa kita kedatangan tamu lainnya?" Teriak William.
Jullian menatap ke atas gedung, di sana ada seorang pria yang di kenalnya —tengah berjongkok memegang senjata sniper. "Tidak, dia berada di pihak kita."
Sementara itu tanpa mereka sadari ada seorang pria berpakaian hitam yang telah bersembunyi menyaksikan pertarungan mereka di tempat yang aman. Pria itu mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
"I know this Stefan Avery we're talking about. I want proof he's dead."
"Proof, like a photo?" Jawab orang di seberang sana.
"Like a head."

KAMU SEDANG MEMBACA
STEFAN & YUKI
Fiksi PenggemarRasa ngeri merayapi setiap sel di tubuh Yuki, memenjarkan potongan-potongan nyali yang tersisa dalam diri gadis itu. Yuki terkesiap, gadis itu gemetar ketakutan melihat sesuatu -tidak- seorang pemuda dibawah onggokan daun dengan kondisi mengenaskan...