"God, i wish my life was a movie sometime, you know? I would never to have worry about my hair, or having to go to the bathroom. And then, when i'm at my lowest point some guy would chase me down the street, pour his heart out and then we'd kiss. Happily ever after!"
-Jamie (Mila Kunis)👫
Adena Meysha
Setiap manusia selalu dituntut untuk hidup dengan selalu bersyukur, namun sayangnya manusia juga diciptakan dengan nafsu yang membuatnya tak pernah merasa puas. Selalu merasa kurang, tak pernah bisa menerima kekurangan yang ada dan harus terlihat sempurna. Kalau bisa menentukan mau lahir di mana, seperti apa dan jadi apa. Mungkin, setiap manusia akan memilih hal yang sama; kaya, bahagia dan berpenampilan sempurna. Mungkin, setiap manusia selalu punya rasa seperti itu. Selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, ingin jadi seperti itu dan ini.
Cewek itu juga sama, dia bahkan tidak pernah memilih untuk hidup dalam ruang lingkup yang terlalu menyesakkan begini, terlalu gelap bahkan sekedar untuk meraba-raba udara dan menemukan pintu untuk keluar. Sebab mungkin, semesta sudah terlalu senang bermain-main dengan dirinya. Terlalu senang menemukan cewek itu tergeletak di sudut ruangan kamar, dengan mata bengkak sisa menangis semalam. Merutuki nasib, memeluk tubuh sendiri lantas memaki ketika menyadari kalau dirinya masih diselimuti ketakutan akan sebuah kehidupan.
Namanya Adena, dulu orang-orang sering memanggilnya dengan nama Nana. Sejenak mari kita kembali ke masa lalu, ke masa di mana sebuah ketakutan hanya dimiliki oleh orang-orang dewasa. Sebab tubuh, pikiran dan logika masih terlalu kecil untuk mengerti arti dunia yang sebenarnya. Yang Nana tahu, setelah pulang sekolah dia akan pergi keluar untuk bermain dengan teman-teman. Mengabaikan teriakan ibu yang menggema, atau mungkin makian ayah yang tak ia mengerti artinya apa.
Cewek itu ingat saat dia masih begitu kecil untuk paham kalau kedua orang tuanya tidak lagi saling menyayangi, kedua manik kembar milik orang tuanya bahkan hanya menatap satar kearahnya. Seolah kasihan, seolah merasa miris dan terkadang nampak sepercik tatapan jijik dengam bibir menyunggingkan sebuah senyuman yang sulit untuk diartikan. Hingga Adena berakhir dengan kebingungan itu lagi, sebab ketika pulang dari bermain dengan teman-teman, cewek itu tidak menemukan presensi ibu dimanapun. Ibu pergi, tanpa pesan, tanpa kalimat terakhir bahkan penjelasan pada dirinya.
Dia hanya melihat secarik kertas yang tergeletak di atas lantai, nampak kusut--mungkin baru saja diremas. Usia tujuh tahun, bukanlah usia yang membuatnya nampak bodoh karena tidak bisa membaca tulisan 'Akta Cerai'. Mungkin, Adena belum mengerti arti kalimat itu. Bibirnya hanya mengatup, menatap lekat pada ekstensi ayah yang terdiam di atas sofa. Bau alkohol lagi-lagi tercium, namun Adena sudah terbiasa dengan itu semua. Bahkan, pemandangan di mana ibu yang dipukuli bukan lagi pemandangan asing untuknya.
Hingga waktu menjawab semua kebingungan itu, Adena harus berterima kasih pada ibu-ibu tetangga yang begitu menyebalkan sebab selalu menggunjing dirinya secara terang-terangan di depannya. Seolah tidak punya kerjaan selain mengurusi urusan hidup orang lain, seolah hidup sudah terlalu sempurna hingga menjadikan orang lain sebagai bahan ejekan. Namun Adena sudah terbiasa, toh manusia memang diciptakan dengan beragam sifat dan sikap.
Katanya sih, ayah di pecat karena kinerjanya sudah kalah dengan mesin ciptaan manusia yang lebih efisien--mengurangi biaya produksi tentu saja. Hal itu juga yang membuat sifat ayah berubah, suka mabuk dan menjadikan ibu sansak tinju untuk meluapkan emosi. Mungkin ayah tidak lagi mencintai ibu, mungkin ayah sudah lupa bagaimana hari bahagia mereka ketika mengikat janji. Atau mungkin, tangisan haru saat Adena lahir. Lupakan, mari tertawa sejenak tentang kisah hidupnya yang mirip drama di mana akhirnya gadis miskin akan menemukan kebahagiaannya. Bullshit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absquatulate
Aktuelle Literatur[M] Ketika pupus, kita tidak tahu pelukan siapa yang paling tulus. Ketika sedih, kita juga tidak tahu bahu siapa yang paling pantas untuk kita sandari. Senyuman palsu, bahkan terlihat begitu manis. Menarik diri untuk tenggelam dalam surga dunia, mel...