Heaven and hell are only for those who truly fell human.
~•~
Tak sedikit orang-orang mengatakan kalau tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini, terlalu tabu untuk diucapkan sementara mereka percaya akan adanya Tuhan di antara mereka. Tapi kalau di teliti lagi, bukan suatu hal munafik ketika orang-orang melihat satu saja manusia yang memukau dan membuat berdecak kagum sambil bergumam betapa sempurnanya dia. Menampik hal di atas kepercayaan, nyatanya memang benar-benar ada seseorang dengan definisi sempurna di mata manusia biasa.
Mungkin Zeline menjadi salah satu dari sedikit orang yang menyandang status 'sempurna' dengan kalimat mengagungkan sambil mengelu-elukan namanya. Ketika membicarakan perihal cantik, pintar, baik dan mempesona maka nama Zeline akan selalu disebut. Tak pernah ketinggalan, selalu masuk daftar nama pilihan. Ketika sosoknya yang didambakan hadir di depan mata, maka semua orang akan langsung merubah sikapnya. Mendadak menjadi orang-orang baik, bersikap kelewat memuakkan hanya untuk mencari perhatian cewek itu.
Zeline tahu, sudah mengerti betul bagaimana orang-orang yang terlihat palsu bersikap begitu baik di depannya. Hanya saja, dia tidak merasa keberatan meski ujung-ujungnya hanya akan berakhir dimanfaatkan. Toh, dia berbuat baik juga benar-benar murni tanpa meminta perhatian. Sesuci itu pikirannya, bahkan sampai membuat siapapun kagum dengan pola pikir kelewat menakjubkan itu. Sifatnya yang ceria juga mampu membuat orang-orang merasakan aura bahagia, seolah ikut merasakan aura positif yang datang dari seorang Zeline.
Adena tahu, bahkan dia ikut merasakan aura bahagia yang terpancar dan bagaimana sikap baiknya Zeline terhadap dirinya. Dia bahkan pernah ditolong ketika jatuh pingsan, menampik bagaimana pikiran negatif Adena yang mulai aktif ketika sadar bahwa Zeline saat itu hanyalah cewek asing yang sedang dekat dengan temannya sendiri. Itu konyol, hingga akhirnya dia sadar kalau Zeline memang orang baik. Murni baik, tanpa meminta balasan atau imbalan apapun. Meski kebaikan itu harus di balas dengan pengkhianatan yang tak bisa Adena hindari lagi.
Ketika melihat Zeline, Adena merasakan bagaimana perasaan sedih dan juga kacau serta rasa bersalah yang bercampur aduk. Berusaha untuk bersikap kasar, bahkan jahat hanya agar Zeline menjauh darinya. Tapi cewek itu punya perasaan murni, yang sangat susah untuk sekedar mengerti bagaimana Adena yang mencoba mengusirnya menjauh dan tidak mengusik hidupnya. Adena bahkan pernah dengan gamblang mengatakan kalau dia tidak nyaman ketika Zeline berada di sekitarnya, rasanya seperti mendapatkan terlalu banyak perhatian. Tapi Zeline malah mengartikannya sebagai perasaan kesepian, baginya Adena bersikap jahat hanya agar orang-orang tidak tahu bagaimana perasaannya. Semacam tidak memberikan cela pada orang lain untuk masuk ke dalam kehidupannya.
Itu benar, Adena akui.
Hanya saja di sini, Zeline mendadak merasa keputusannya untuk menjadi teman Adena adalah kesalahan besar. Kesalahan yang membuatnya membenci cewek itu setengah mati, sampai-sampai dia merelakan pandangan orang-orang selama ini terhadap dirinya. Zeline yang baik sudah tercoreng, mendadak menjadi buah bibir karena insiden penyiraman coklat hangat di cafe kampus. Tapi tetap, bukankah orang baik akan tetap terlihat baik sekalipun dia membunuh orang lain? Sanksi sosial itu jelas adanya, Zeline bahkan kaget saat kesalahan malah berbalik dalam sekejap mata ke arah Adena.
Wajar aja, Adena ngegodain pacarnya Zeline.
Kalau gue jadi Zeline, udah gue ubek-ubek tu muka si cewek sialan.
Siapapun bakalan begitu kalau punyanya di usik, nggak aneh kalau Zeline kayak begitu kemaren.
Victim blaming, selalu begitu. Dan masih banyak lagi komentar-komentar menyakitkan yang tertuju pada Adena, yang secara tidak langsung memberikan keuntungan untuk dirinya. Seolah apa yang dia lakukan benar, apalagi dengan status yang disandang Adena. Cewek penggoda. Bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak di dalam benak, Zeline kembali beraksi dengan memasang wajah menyedihkan dan merasa bersalahnya di depan orang-orang. Menundukkan kepalanya, seolah dia takut dan malu.
"Ze, kok masuk kampus?" tanya salah satu temannya.
Zeline yang duduk di bangku sudut kelas lantas mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku dan tersenyum kaku. "A-aku nggak tahu malu banget, ya? Maaf, a-aku emang salah. A-aku...."
"Bukan gitu, Ze. Gue nggak bermaksud apa-apa, kok. Cuma khawatir aja, takutnya lo kenapa-napa. Harusnya lo istirahat dulu di rumah," temannya yang lain langsung mengkoreksi, memotong ucapan Zeline yang terdengar memprihatinkan itu.
Teman-teman satu kelasnya yang lain lantas mengangguk, beberapa dari mereka bahkan mengelus punggung Zeline untuk memperlihatkan empatinya. Sementara Zeline masih beraksi dengan wajah sendu, lantas terkekeh canggung dan menatap satu persatu wajah temannya dengan bola mata berbinar. Pun akhirnya tersenyum, wajahnya kembali berseri meski masih berakting sebagai karakter protagonis yang tersakiti.
Menggeleng pelan, cewek itu lantas berkata. "Nggak apa-apa, kok. Beneran," senyumnya kembali terukir, "makasih teman-teman semuanya, aku pikir kalian bakal benci aku."
"Orang baik kayak lo nggak pantes di benci, Ze. Si Adena itu yang harusnya dikutuk," jawab temannya lagi.
Yang sekarang duduk di sebelah Zeline lantas mengangguk, cowok dengan kawat gigi itu terlihat antusias. "Beneran, harusnya kamu rusak aja mukanya. Siram pakai air keras,"
Sementara yang lain tertawa, Zeline malah mengerucutkan bibirnya. "Nggak boleh, sekalipun kita kesal sama orang. Lagian itu jahat banget kalau sampai nyiram pakai air keras,"
Orang-orang yang tadi tertawa langsung menghentikan tawanya, terdiam dengan tatapan kagum lantas berdecak kagum dengan perkataan Zeline. "Beneran Ze, hati kamu itu diciptakan dari apa, sih? Sampai segitunya,"
Yang lain mengangguk setuju, sementara Zeline hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. See, dia benar bukan? Sejahat apapun pembalasan yang dia lakukan, orang-orang akan tetap berada di depannya untuk membela. Tersenyum diam-diam, cewek di dalam dirinya kini berteriak kegirangan sambil menari-nari. Harusnya dia melakukan hal lebih parah, bukan hanya menyiram coklat panas ke depan wajah menjijikkan milik si Adena.
Tapi sekarang, konsep di mana orang baik akan selalu dibela rasanya tidak berguna bagi Ray dan dia tetap menjadi second lead pada cerita maupun kisah yang tengah dia mainkan. Ketika rasanya Zeline hanya menjadi orang tak berguna, meski menyandang status pacar tapi Ray tetap memperdulikan prioritasnya. Ya, memang ada begitu banyak orang yang mengatakan kalau yang menyandang status pacar belum tentu menjadi prioritas.
Kedua iris yang tak pernah menatap ke arahnya, pikiran yang melayang entah kemana, bibir yang terus terkatup dan linglung setelah dikagetkan. Semuanya. Gerak-gerik yang kelewat jelas menunjukkan bagaimana Ray terlalu memikirkan Adena, padahal dia ada di depan matanya. Dan semuanya berakhir ketika kalimat yang selama ini begitu sanksi untuk dia sebutkan, malah terucap dengan gampangnya. Terlalu memuakkan ketika Ray bahkan hanya diam, tak memberikan reaksi apa-apa.
Dan di sana Zeline berakhir menyesali segala ucapannya, berharap dalam hati agar Ray datang mengejarnya dan meminta kesempatan kedua meski pada akhirnya yang dia temukan hanyalah omong kosong. Bukankah tidak salah ketika memutuskan dengan kepala yang dipenuhi kekesalan, lalu berharap agar dikejar? Zeline juga ingin merasakan rasanya menjadi Ray yang selalu dipuja-puja, bahkan sampai mati-matian dipertahankan. Tapi salah, harusnya Zeline sadar kalau berharap pada Ray sama saja berharap pada brengsek bermulut manis.
Sial!
To Be Continued
Cie cie, Zeline pergi cuma mau dikejar 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Absquatulate
General Fiction[M] Ketika pupus, kita tidak tahu pelukan siapa yang paling tulus. Ketika sedih, kita juga tidak tahu bahu siapa yang paling pantas untuk kita sandari. Senyuman palsu, bahkan terlihat begitu manis. Menarik diri untuk tenggelam dalam surga dunia, mel...