Tell me your secrets and ask me your questions, let's go back to the start.
~•~
Barangkali tidak ada cerita yang bisa menjadi lebih masuk akal, terkadang ada beberapa cerita yang menyimpang dari logika dan juga akal sehat. Terlalu membingungkan, sampai-sampai tubuh stagnan dengan jantung yang berdebar kelewat kencang. Seharusnya Ray paham akan semua resiko yang dia ambil, bermain-main dengan takdir hingga berakhir terjebak pada dilema menyedihkan lantas tenggelam pada permainan yang membuatnya kehilangan satu-persatu dari sekian banyak orang yang dia anggap istimewa.
Mungkin Ray lupa, atau mungkin pura-pura lupa atau bahkan memang ingin menjadi lupa. Tentang bagaimana sosok Adena yang terlalu rapuh di balik wajah datar tanpa senyum, dengan arogansinya mampu menghempaskan semua keinginan orang-orang untuk dekat dengannya. Ditinggalkan Ibu ketika masih kecil, lalu menjadi korban kekerasan Ayah sejak kepergian wanita yang dia anggap selayaknya malaikat. Lantas, dengan tidak tahu dirinya Ray malah datang dengan tangan terbentang dan janji palsu yang begitu saja terucap.
Terdiam terpaku di depan ruang UGD, suara sirine ambulans, teriakan panik, langkah kaki, bahkan detak jantung sendiri tak lagi terdengar. Seolah tuli, yang Ray dengar hanyalah dengungan dan isak tangis yang menggema di depan pintu. Wanita itu, dia kembali. Dengan perasaan hancur, tatapan sendu lantas air mata itu luruh dengan tubuh yang terjatuh di atas lantai. Beberapa polisi yang ada di sana hanya bisa mendesah frustasi, tak habis pikir dengan insiden yang baru saja menimpa cewek itu.
"Kami tidak bisa menyelamatkannya, maaf."
Semua yang terjadi bukanlah tentang bagaimana waktu yang terlalu singkat untuk merenggut nyawa Adena, bukan pula tentang takdir yang telah berhenti berkerja untuk dirinya, namun tentang bagaimana besarnya keinginan cewek itu untuk pergi meninggalkan dunia. Rasanya ingin memutar kembali waktu, tapi kenyatannya tidaklah segampang itu. Doraemon dan mesin waktu itu tidak ada, yang ada hanyalah imajinasi dari seorang komikus terkenal yang terlalu imajinatif untuk menciptakan suatu hal menakjubkan di masa itu.
Terkadang, manusia harusnya belajar untuk menerima sesuatu tanpa melibatkan nafsunya terlalu banyak. Karna terkadang, semesta memberikan begitu banyak hal di depan mata hanya agar manusia menyadari betapa serakahnya dia setelah di hempas jatuh pada dasar kehancuran paling menyakitkan. Seberapa banyak manusia mengharapkan sesuatu, sebanyak itu juga mereka akan kehilangan sesuatu. Kebanyakan memang akan kehilangan yang paling berharga, setelah sekian banyak rintangan yang membuatnya gelap mata.
Ray juga begitu, sulit menyadari betapa rapuhnya seorang Adena hanya karena dia tidak pernah menitikkan air mata. Dia pikir cewek itu begitu kuat. Tapi kenyatannya, air mata adalah reaksi ilmiah yang diberikan tubuh untuk melepaskan semua perasaan yang ada. Dengan kata lain, menangis berarti dia adalah seseorang yang kuat. Hingga di mata Ray, Adena tidaklah seistimewa hatinya sadari. Berulang kali mempermainkan perasaan cewek dengan mudahnya, menggiring menuju ranjang lalu dilupakan begitu saja.
Tidak, Ray merasa dia tidaklah sebejat itu. Di antara mereka ada yang namanya consent, tidak ada paksaan dan itu lumrah dilakukan. Cewek-cewek itu memberikannya kesempatan untuk saling menikmati, meski Ray sadar kalau dari manik mata yang menatap kagum itu, ada jutaan harapan yang menguap dengan desah yang menggema. Hanya saja tidak, Ray tidak menemukan sesuatu dari mereka. Semacam pikiran bahwa ada yang kurang, selalu membanding-bandingkan dengan Adena.
Ya, tanpa sadar dia membanding-bandingkan cewek-cewek itu dengan Adena. Ray hanya enggan mengakui perasaannya, di mata cowok itu Adena adalah sahabat baik. Dan sahabat, tidak ada yang saling menaruh perasaan. Sampai di titik itu, dia bertemu dengan Zeline. Sikapnya begitu baik, ramah dengan senyum manis yang mengundang decak kagum, begitu cerdas dengan pemikiran-pemikiran terbukanya. Ray, tanpa sadar kembali membandingkan Adena dan juga Zeline.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absquatulate
Ficción General[M] Ketika pupus, kita tidak tahu pelukan siapa yang paling tulus. Ketika sedih, kita juga tidak tahu bahu siapa yang paling pantas untuk kita sandari. Senyuman palsu, bahkan terlihat begitu manis. Menarik diri untuk tenggelam dalam surga dunia, mel...