"Hai,"
Aku memberhentikan langkahku ketika ada seseorang yang menyapaku, tidak asing dengan suaranya.
"Eh iya, hai kak," aku menjawab dengan canggung.
"Kita sering bertemu tapi belum pernah ada yang menanyakan nama,"
"Anfa Antares Zayan," sambungnya
"Auris,"
"Nama panjangnya Auris?"
"Raini Auristela Anindira,"
Dia hanya terdiam, hanya berdecak dan mengangguk-angguk.
"Di jemput? Atau bawa motor?"
"Di jemput, motor berat, mana kuat bawanya,"
Aku menjawab pertanyaannya dengan tertawa sederhana.
"Hahaha, lucu bukan gitu maksudnya anin,"
Aku terdiam karena dia memanggilku dengan sebutan Anin.
"Kok diam?"
Aku hanya menggeleng, ada perasaan yang menggebu-gebu di dalam hatiku.
"Eh iya, duluan ya, grabnya udah datang, dahh Anin," ucapnya sambil berjalan menjauh dariku dan sedikit berlari, dia tersenyum lagi.
Senyum itu pasti akan selalu aku rindukan, batinku.
Aku melihat seseorang laki-laki sedang duduk di atas motor dan aku menghampirinya.
"Dorr,"
Aku melihat dia pura-pura terkejud, padahal aku sudah tau, dia sudah melihatku dari spion motornya.
"Lama banget sih dek, gara gara nunggu kamu lama, kakak digodain ama dedek dedek emesh,"
"Anak Sd?"
Dia hanya cemberut dengan jawabanku, aku tau Kak Varo pasti digoda dengan seangkatanku atau kaka kelasku, ya nyebelin-nyebelin gini, Kak Varo tuh kayak Shawn Mendesnya Indonesia kalau bagiku.
Aku menaiki motor yang dikendarai Kak Varo, dan meninggalkan sekolah.
"Assalamualaikum, Bunndaaadaaaaaa," teriaku.
"Ampun dah nih bocah, cempreng amat,"
Aku tidak memperdulikan ocehan di belakangku, mencari bunda ke dapur.
"Tuh kan benar, bunda di dapur,"
Aku mencium tangan dan memeluknya.
"Loh loh, anak bunda kenapa nih, tumben tumbenan, pulang sekolah meluk Bunda,"
Aku hanya terdiam menanggapinya, entah kenapa aku bahagia, apa karena aku mengetahui namanya dengan dia memperkenalkan diri kepadaku.
"Adek mau ganti baju dulu ya bun,"
Aku berjalan menaiki tangga menuju kamarku, membuka pintu, dan langsung menjatuhkan badanku di kasur yang berukuran besar, belum sempat mengganti bajuku, aku tertidur lelap.
"Adekk, bangunnnnnn,"
Suara bariton itu membuat aku untuk membuka mataku perlahan.
"Hemm, berisik,"
"Bangun kebo, mau maghrib, pamali tidur mau maghrib, belum ganti baju juga lagi, cepet mandi, terus solat," ucapnya sambil tiduran di sampingku.
"Nyuruh bangun, tapi sendirinya tiduran,"
Aku mengambil handuk dan segera masuk ke kamar mandi.
Aku keluar dari kamar mandi dengan handuk yang begulung di kepalaku, membuka pintu kamar.
"Kakakkk, tadi suruh adek bangun terus kenapa malah tidur,"
"Orang ga tidur, cuma merem,"
"Sama aja bambang,"
"Dek, Bambang kan teman kaka, orangnya itam terus agak maju gitu giginya, kamu kok kenal? Jangan jangan kamu ada perasaan sama dia,"
Aku terdiam mendengar ocehannya, boro boro kenal tau juga ga, batinku.
"Udah ah sana keluar, solat ke masjid, laki laki yang baik tuh solat berjamaah ke masjid, gunung yang jauh jauh di daki tapi jangan sampai masjid yang dekat rumah malah di lewati,"
"Iya adekku sayang, bawel deh,"
Sebelum Kak Varo pergi ia mencubit pipiku terlebih dahulu, aku mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim.
Selesai solat aku mengambil buku novel yang baru beberapa hari aku beli.
Namun aku urungi niatku, karena aku ingin mencari tahu instagram dari kakak kelas yang baru memberi tahu namanya kepadaku.
Aku mencari namanya di kolom pencarian, namun tak ada akun yang memiliki nama itu, aku tak mau nyerah aku terus mencari tahu akun instagramnya, namun usahaku kali ini tidak memberikan hasil, tak ada akun instragram yang menggambarkan dirinya.
Aku kembali mengunci layar handphone dan segera menuju ke meja makan, di sana sudah ada ayah dan bunda.
"Kak Varo mana bun?"
"Lagi berkumpul sama remaja masjid di komplek ini,"
"Tumben,"
"Kakakmu mau bergaul kok ditumbenin,"
Aku hanya menyengir, dan segera mengambil nasi dan lauknya, tidak menunggu Kak Varo karena kemungkinan ia baru pulang selepas isya.
Waktu makan malam cukup singkat bagiku, karena hanya ada perbincangan kecil, setelah aku mencuci piring dan segera menuju ke kamarku, bunda tidak ingin ada asisten di rumah tangga karena jika ada, mungkin aku tidak mencuci baju ketika hari libur, tidak mencuci piring selepas makan, karena bunda bilang jadi perempuan itu nantinya akan menjadi ibu rumah tangga, kalau tidak belajar dari sekarang kapan lagi.
Di kamar aku merebahkan tubuhku, berfikir sejenak dan mengambil laptopku untuk mengerjakan tugas dari bu Sejarah.
"Adek, bunda masuk ya,"
Pintu ke buka memperlihatkan wanita yang sangat aku sayangi.
"Kenapa bunda?"
"Gapapa sayang, bunda ganggu tidak?"
"Bunda maunya aku keganggu atau tidak?"
"Dasar kamu, malah nanya balik,"
"Ga lah bunda, mana ada bunda ganggu,"
"Sekolahnya lancar sayang? Teman temannya?"
"Lancar bunda, teman teman juga baik kok,"
"Ada yang disukai? Lawan jenis ya,"
"Yaiyalah bunda, masa satu jenis, aku masih normal,"
"Jadi?"
"Ada bun, kaka kelas," aku malu untuk mengucapkannya.
"Loh loh, gapapa sayang, ga usah merah gitu pipinya,"
Bunda menggodaku, bunda menemaniku mengerjakan tugas dan ditemani dengan perbincangan kecil.
"Bunda wajarin kamu seperti itu nak, bunda pernah muda, pernah rasakan apa yang kamu rasakan, tapi pesan bunda satu, jangan terlalu berharap kepadanya sayang, walaupun yang kamu lihat dia seperti memberi harapan kepadamu, karena jika tidak sesuai dengan yang kamu inginkan, itu akan menyakiti perasaan kamu, bunda ga mau kamu sakit hati karena terlalu berharap,"
Aku memeluk bunda, bunda itu segalanya untukku, bunda bisa dijadikan sahabat, teman curhat, guru, dan masih banyak lagi, aku beruntung bisa memiliki bunda yang bisa menjadi segalanya untukku.
Bunda keluar dari kamarku, tak lama setelah bunda keluar, aku menyelesaikan tugasku, lalu membereskan tempat tidur, cuci kaki, gosok gigi dan memejamkan mataku kemudian terlelap di dunia mimpi.
.
.Terimakasih untuk kalian yang telah berkunjung ke cerita ini❤❤
-salam hangat dari penikmat kopi ujung jari di tengah malam
KAMU SEDANG MEMBACA
Auristela
Teen FictionBagaikan bintang yang kehilangan bintang lainnya, kamu datang dan mengajaku mengelilingi malam, seperti layaknya bintang, dan kamu mengajaku merajut kisah kita seperti bintang-bintang lainnya, namun kau menghilang dan aku bagaikan bintang yang kehil...