Bab 7

20 6 0
                                    

Aku membuka mata saat mendengar azan subuh berkumandang, beranjak dari tempat yang membuat malas semua orang dan segera mengambil air wudhu lalu melakukan kewajibanku.

Setelah solat, aku bersiap-siap untuk lari pagi, aku melihat jam yang begantung di dindingku, jam 05.00 WIB, pas untuk lari pagi karena hari ini adalah hari sabtu jadi aku tidak sekolah karena libur.

Aku menggunakan earphone, mengambil sepatu sport dan mengenakan hoodie berwarna navy.

"Mau kemana dek?"

Aku berhenti melangkah ketika suara bariton terdengar di telingaku.

"Cuci mata,"

"Dihh, cuci mata pagi gini,"

"Siapa tau ketemu jodoh baru pulang subuhan,"

"Hahahaha, jogging ya? Ikut dek, siapa tau ketemu yang pas buat di jadiin kaka ipar kamu,"

"Ga, ga, gaada ikut ikutan, udah ah mau jalan, menyita waktu aku aja nih,"

Aku segera berlari meninggalkan Kak Varo yang sedang berteriak namun tak jelas apa yang diteriakinya.

Aku berlari kecil, jalanan masih sepi, belum ada kendaraan yang memenuhi jalanan, tenang jika seperti ini terus, udara yang belum tercemari sangat segar, Bandung salah satu kota yang aku sukai, banyak pepohonan, bersih, dan warganya pun mendukung untuk selalu menjaga kebersihan.

Aku berlari kecil, hingga aku berada tepat di depan gedung terkenal yang berwarna putih "Gedung Sate" ternyata banyak yang berolahraga di Gedung Sate ini.

Aku merenggangkan otot otot tangan dan kakiku, tak hanya anak muda, namun para orang tua dan anak-anak memenuhi jalanan di depan Gedung sate ini.

"Hai, Anin?"

Aku terdiam, terkejut saat ada yang menyapa dan memanggilku dengan nama belakangku, setauku hanya ada satu orang yang memanggilku dengan sebutan Anin.

Aku menoleh ke belakangku, ya benar dia, laki laki yang aku kagumi saat ini tepat berada di depanku.

"Anin? Kok bengong?"

"Eh, Kak An?"

"Mau jogging?"

"Hehehe iya kak, sekalian cari kuliner Bandung yang pas buat sarapan, kaka sendiri?"

"Oh, ini sama kok, mau jogging juga, mau bareng?"

Aku terdiam karena mendengar pertanyaannya, aku gugup, canggung, campur aduk jika berada tepat di hadapannya, maklum dia orang yang aku kagumi pertama kali saat menginjakan kaki di sekolahku.

"Kok bengong lagi Nin? Mau tidak?"

Aku mengangguk, kami sedikit menjauh dari Gedung Sate, berlari lari kecil hingga berada di taman lansia, taman ini salah satu taman yang ada jalur untuk berlari atau jogging, jadi kami pergi ke taman ini.

Sudah hampir 1 jam Aku dan Kak Anfa jogging, lelah, batinku.

"Anin lelah?"

"Iya kak, kaka lari aja kalau mau lari, biar aku istirahat dulu di sana," ucapku sambil menunjuk salah satu bangku yang dekat dengan kami.

"Ayo ke sana, kita istirahat dulu, abis istirahat kita cari sarapan,"

"Gapapa kak?"

"Gapapa Nin, oh iya kamu bawa minum ga?"

"Lupa kak, hehe,"

"Yaudah Nin, kaka beli minum dulu ya, kamu tunggu di sana,"

Aku mengangguk, dan berjalan duduk di bangku panjang yang pas untuk 2/3 orang.

Aku bernyanyi pelan sambil memejamkan mataku, kakiku bergerak mengikuti nada lagu yang aku dengar.

"Anin, maaf lama," ucapnya sambik duduk dan menyodorkan minuman yang baru saja dibeli.

Aku menengguk minuman itu hingga hampir setengah, bahkan hampir habis.

"Haus ya mba?"

"Eh, iya kak, maaf ya,"

"Santai,owh iya Nin, kamu bukan asli orang Bandung ya? Aku juga liat kamu bukan alumni SMP yang ada di Bandung,"

"Aku alumni SMPN 1 JAKARTA, ayah di tugasin buat ke Bandung dari kantornya, mau ga mau kita semua pindah, kebetulan kakak aku juga kuliah di ITB,"

Aku menjawab pertanyaannya sambil melihatnya dari samping, Masya Allah ini asli Rain ga boong, ciptaanmu ini benar benar hampir sempurna, hidung yang mancung, bulu mata letik, alis yang tebal, batinku.

"Owh, kamu ikut ekskul musik kan Nin?"

Kok dia tau si, dia tau aku alumni bukan dari Bandung, terus ini dia tau aku ikut ekskul musik, dia cenayang apa stalker? batinku.

"Eh iya kak, kok tau?"

"Pasti g-r duluan ya? Dikira aku cenayang atau stalkerin kamu," ucapnya sambil tertawa sederhana dan membuat pipiku merah merona.

"Loh pipinya santai aja dong, jadi kayak tomat rebus gitu, hahahaha,"

Aku memalingkan wajahku darinya, cepat cepat menetralkan pipiku agar tidak merah.

"Udah ga usah buang muka gitu, kamu lucu kalau lagi merah merona gitu, hahaha,"

Lagi lagi ucapannya membuat pipiku merah , duh ni orang demen amat buat pipi aku merah si, batinku.

"Udah-udah, kasian aku, mau cari sarapan gak?"

Aku hanya mengangguk, dia berdiri dari bangku yang kita duduki tadi, begitu pula aku, aku berjalan tepat di belakangnya.

Dia menggandengku, aku terkejut dan terdiam.

"Jangan jalan di belakang aku, kamu bukan pengawal, jalan di samping aku, kamu itu ga pantes buat jalan di belakang aku, pantesnya berdampingan denganku dan biar aku yang ada di belakang kamu, sebagai pelindung kamu,"

Setelah mengucapkan kalimat itu, dia melepaskan genggamannya dariku.

Kami memilih untuk membeli nasi uduk yang cukup terkenal di daerah Gedung Sate dan sekitarnya.

"Bu, nasi uduknya 2 ya,"

"Pake telor ga A?"

"Anin mau make telor ga?"

"Boleh kak,"

"Make telor 2 ya bu,"

"Tunggu ya A,"

Aku dan Ka Anfa menunggu nasi uduk tak lama kami menunggu pesanan kami datang dan 2 gelas teh hangat.

"Mau dikasih es ga neng teh nya?" tanya ibu penjual nasi uduk kepadaku.

"Pa..."

"Ga usah bu teh hangat aja,"

Aku termangu karena Ka Anfa memotong permintaanku.

"Ga baik, sehabis olahraga minum dingin Anin,"

Aku hanya mengangguk, membaca doa mau makan dan melahap santapan yang ada dihadapanku.

"Pelan-pelan makannya,"

Aku beralih menghadap ke arahnya, mataku dan matanya bertemu, menjalin kontak mata selama beberapa detik hingga suara musik membuyarkan kontak kami.

Aku tersipu malu, dan merasakan pipiku seperti panas dan merah menjadi seperti tomat rebus lagi sepertinya.
.
.
Thanks you yang udah mampir❤
Like&coment

-Salam hangat dari penikmat kopi di ujung senja❤

Auristela Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang