Pagi itu, seorang gadis tengah terduduk diantara banyaknya bunga di pekarangan rumahnya. Tak tahu kenapa, tapi itu adalah tempat favorit gadis itu. Menikmati angin segar, warna bunga yang beragam, dan aroma embun yang menenangkan. Entahlah, semua itu terasa favorit baginya.
"Kau akan datang lagi, Jin? Jika iya, aku akan menunggumu." Jisoo tersenyum. Membayangkan sosok pria yang semalaman berada di fikirannya.
Dan Jisoo kembali tersenyum. Mencoba membayangkan lagi sosok yang pernah terbenam dari hidupnya. Begitu bebas, menghilang dengan sakit yang begitu meradang. Namun bersama petang, dirinya kembali.
Ah, dan dia harus bersyukur sekarang. Karena orang itu datang lagi. Kenapa fikirannya jadi kenyataan? Baiklah. Jisoo sangat senang sekarang.
"Jinnie!!" Jisoo berjalan untuk membukakan pagar rumah mereka.
Dan perlu kalian tahu jika nyonya Kim kembali tidur sejak dua jam lalu. Ini sudah jam sepuluh, bisa dibayangkan betapa nyenyaknya tidur nyonya Kim bukan...
"Eh? Jinnie?" Tanya Jin sambil mengernyitkan keningnya.
"Kenapa? Tak suka?" Jisoo tertawa kecil disana. Dan matanya tertuju pada kantung plastik hitam di tangan Jin.
"Isinya apa? Bom?" Tanya Jisoo datar dan sukses membuat tawa Jin pecah.
"Astaga, Jisoo. Mana mungkin aku membawa bom kemari. Aku membawa bibit mawar putih. Aku belum melihat bunga putih disini. Jadi bolehkah aku menanamnya?" Jisoo terkekeh geli.
"Kau kesini hanya untuk menanam bunga? Ckckck,, ayo." Jisoo langsung menarik lengan Jin.
"Kim Jisoo. Gadis ini...
....menarik."
Jin segera mengenyahkan semua fikirannya.
Jisoo membawa sekop kecil yang tergeletak di bawah tanaman pakis milik sang eomma. Lalu menyodorkannya pada Jin.
"Ayo tanam bersama." Jisoo mengangguk.
Tanamannya masih begitu kecil dan rapuh. Hanya ada sekuncup bunga yang kecil di puncaknya. Membuat tanaman itu tampak lucu.
"Akan kusiram." Jisoo lalu mengambil segayung air yang biasa digunakan di halaman rumahnya.
Setelah tersiram, Jin mengambil sebuah ranting, lalu menuliskan sesuatu di sebelah tanaman yang baru mereka tanam itu.
Jisoo hanya tersenyum sambil sesekali mencuri pandang pada sosok pria disampingnya. Dan kenapa rasanya,, hatinya begitu senang.
Lalu Jin menoleh sambil tersenyum pada Jisoo. Dan bolehkah Jisoo mencubit pipi Jin sekarang?
Jisoo membaca lagi tulisan itu. Masih sama dengan yang dahulu, tulisan yang kurang rapi.
"Jin sahabat Jisoo.
Jin sayang Jisoo.
Jin dan Jisoo forever.
I Love You."
Jisoo lalu menoleh saat membaca kalimat terakhir itu.
"Tulisan kita di taman dahulu pasti sudah hilang. Jadi, aku gantikan disini."
Jisoo menelan salivanya. Kenapa rasanya begitu tegang?
"I..itu?" Gadis itu menunjuk pada kalimat terakhir yang ditulis oleh Jin.
Jin tersenyum sambil masih mengangguk. Jisoo tak dapat menahan air mata harunya.
"Jangan. Tolong,, jangan menangis." Jin mengusap lembut air mata itu. Air mata manis yang keluar dari gadis yang dicintainya.
Jin menatap manik hitam itu dalam dalam. Begitu pun sebaliknya, bahkan Jisoo tak mengalihkan pandangannya.
Semakin lama, mereka larut dalam tatapan masing masing. Entah apa yang diutarakan, namun yang pasti, ini adalah perasaan yang teramat sulit untuk dijelaskan.
Tak ada angin atau gunung meletus, wajah mereka mendekat. Namun tatapan mereka tidaklah terlepas. Hingga kedua bibir itu menyatu. Mengutarakan sejuta kerinduan di benak masing masing. Tentang masa kecil yang begitu manis, seperti rasa cinta kali ini.
Jin memejamkan matanya, begitu pun Jisoo. Menikmati alunan lirih angin dedaunan.
"KURANG AJAR!!"
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing and Leaving||Jinsoo|| [END]
RomanceStory ketiga dari BTS & Blackpink couple. [Complete] Tentang kisah sederhana dari seorang perawat dan pasien. Tentang saling melengkapi. Dengan waktu yang memanjang (longing), dan meninggalkan (leaving).