(Ina) 3.

3.8K 309 31
                                    

Aku memandangi punggungnya yang menjauh hingga ia berbelok masuk ke dalam gedung tingkat 5 bercat merah di sebelah kiri tempatku duduk. Kuputar tubuhku hampir sembilan-puluh derajat, tepat menghadap meja kantin.

Sial! Bukunya tertinggal!

"Halo p'Arthit?"

"Kongpob! Bukumu tertinggal. Mau aku antar?"

...bucin, bucin...

"Hah? Buku yang mana?" Aku berani bertaruh sekarang ia sedang berhenti di pinggir lorong dan memeriksa tasnya.

"Buku catatan bersampul merah. Perlu sekarang?"

"Oh, tidak usah p'Arthit. Aku memakainya setelah istirahat makan siang."

"Kalau begitu biar kubawa saja. Ingatkan aku untuk memberikannya padamu, oke?"

"Oke, p'! Terimakasih ya, aku masuk kelas dulu!"

"Iya. Belajar yang baik!"

...ew, bucin! menggelikan!

"Maaf, tapi kenapa aku seperti mendengar bisikan iblis di sekitar sini, ya?" Seusai aku memberitahu Kongpob tentang bukunya yang tertinggal, aku kembali menatap teman-temanku.

"Maaf kawan, tapi siapa yang kau sebut iblis disini?" Bright menunjukku dengan garpu berisi sosis, tepat di depan wajahku, "bukankah kau sendiri yang iblis diantara kita?"

"Sialan kau Bright!" Aku hampir melemparnya dengan gelas kosong Kongpob kalau saja Knott tidak menahan tanganku. Kami semua tertawa. Ya, selucu itu bercandaan kami!

"Jadi Arthit.." Prem, diujung meja memanggilku, membuat atensiku beralih kepadanya. "Apa yang kalian berdua perbuat semalam?" Semalam? Apaan? Kongpob memang menginap di kamarku semalam, itupun karena dia tertidur saat aku mengajarinya, dan kami berdua memang berangkat bersama tadi pagi, tapi apa maksudnya? "Yak, Arthit! Kau meninggalkanku sendirian di room semalam! Kau bermesum ria dengan Kongpob kan? Mengaku!" Bright dengan seenak jidatnya berteriak hingga aku yakin koki kantin pun dapat mendengar suaranya meski ia berada di depan blender yang menyala.

"Hah?! Apaan! Aku tidak macam-macam kok semalam! Aku kan sudah bilang, aku mengantuk! Kenapa kau tidak percaya juga sih, ai'Bright!" Kali ini aku benar-benar melempar gelas bekas Kongpob padanya. "Lagipula..." semua mata tertuju padaku, aku jadi gugup. Aku melanjutkan kalimatku dengan sangat pelan,

"Aku masih takut menyentuhnya.. dia terlalu polos.. aku tidak tega.."

Kantin menjadi sepi seketika. Hanya sepersekian menit. Aku menunduk, menunggu kalimat pertama apa yang akan mereka lontarkan padaku. Tapi yang selanjutnya terjadi justru membuatku naik darah!

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA

"Ai'Arthit! Seriously? Kau?! Seorang playboy paripurna?! Mantan bertebaran? One-night stand tiga hari sekali? Merasa takut menyentuh seseorang??? Seriously, dude?! Mau kuantar ke klinik kampus?" Toota, yang sama sintingnya dengan Bright menyembur seenak jidatnya. Keempatnya tetap tertawa. Bahkan Knott yang tak biasanya akan menertawakan hal semacam inipun turut berpartisipasi mengolokku.

Sialnya, kenyataan itu benar adanya. Aku, Arthit Rojnapat, seperti yang dikatakan temanku, playboy sejak hari pertamaku bernafas, mantan yang tak terhitung bahkan dengan jari kelabang, pelaku free-sex kelas kakap, pada kenyataannya sekarang takut untuk bahkan berinisiatif melakukannya. Aku bahkan hanya berani mengecup bibirnya.

Aku merasa takut bukan tanpa alasan. Kongpob, dari sekian banyak mantanku, hanya dia yang berani melawanku. Menatapku tajam, membantah perintahku, mencuri setiap kesempatan untuk mencela perkataanku, bahkan mengancam pun pernah dilakukannya! Dia berbeda dari yang lain. Dulu aku berani bersumpah, setelah ospek selesai, dan aku melepas jabatanku, aku akan membalas dendamku padanya! Tapi yang terjadi justru diluar dugaanku. Dengan mudahnya ia membuatku jatuh hati. Tatapan matanya yang selalu setajam elang menatapku justru menenggelamkan aku. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya justru merangsangku untuk 'bangun'. Aku sudah pernah mencoba menjauhinya, tapi sia-sia saja! Dia selalu berada di sekitarku. Selalu saja tiba-tiba muncul di depanku.

✔️ (INA) INNOCENT [KONGPOB x ARTHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang