3 Februari 2019
"RA! AHRA!" seru Siyeon sementara Lucas sibuk membantu mengetuk pintu dengan keras. "BUKA!"
"Loh, ngapain?!" ujar Dejun tepat setelah membuka pintu rumah Ahra.
BRUK
Dengan keras Lucas segera menghantam wajah Dejun sementara Siyeon mulai berlari masuk ke dalam.
"AHRA!" seru Siyeon tepat setelah menghampiri kamar gadis itu. "Surat-surat itu engga bener! Gue udah ngecek rekaman cctv di depan rumah lo! Pengirimnya engga ada! Dejun udah bohong dari awal!"
"ENGGA!" ucap Dejun yang tiba-tiba datang menghampiri keduanya.
Oh, tunggu! Bagaimana cara Dejun lepas dari Lucas?!
"Aku engga bego! Aku udah lama ngecek cctv tetangga kamu!" seru Dejun. "Seharusnya dia punya rekaman buat 6 bulan terakhir, tapi menurut kamu kenapa dia cuma punya 5 bulan? Soalnya orang yang ngirimin kamu surat udah sabotase rekamannya duluan!"
"AHH!" teriak Lucas.
Bingung, Siyeon pun segera berlari pergi menghampiri Lucas yang ternyata kini sudah terbaring di lantai dengan kepala yang berdarah serta dikelilingi pecahan vas bunga.
Sial! Apa Dejun baru saja memukul kepala Lucas dengan vas keramik?
"D-Dejun..." ujar Ahra cemas tepat setelah ikut menghampiri Lucas.
"Dia duluan yang mukul aku!" ucap Dejun. "Ra! Ayo kita pergi aja! Di sini engga aman!"
"LO YANG BUAT SEMUANYA JADI ENGGA AMAN!" bentak Siyeon. "Lo itu kenapa sih?! Kabur dari rsj?! Obat lo habis?! Dasar sinting!"
"Engga tuh?" seru Dejun. "Dari pada sibuk ngomong engga jelas kayak gini, kenapa engga bawa si tukang fitnah itu ke rumah sakit dulu? Oh~ Atau mau langsung nyiapin kuburan aja ya biar gampang?"
"Gila!" bentak Siyeon yang kini sudah benar-benar emosi namun tidak dapat berbuat apa-apa selain beralih mengurusi Lucas yang kini sudah tidak sadarkan diri.
"Ayo!" ucap Dejun sembari menarik lengan Ahra keluar dari rumahnya. "Kita pergi sekarang."