"Mas Yaga,"
"Jati, ngapain lo kesini?"
Jati menggaruk tengkuknya. Dan menatap Jani yang juga terkejut, sepertinya. "Gue ㅡ ,"
"Jangan bilang, lo yang jalan sama Jani kemarin." Tebak Yaga, Jati masih bungkam. Yaga berdiri dari duduknya, beradu pandang dengan Jati. Kilatan amarah sangat terasa di matanya. Jani juga menyusul berdiri, takut terjadi baku hantam antara mereka berdua.
Mereka saling kenal? Batin Jani.
"Gue bisa jelasin. Sori, gue nggak tahu Jani itu cewek lo mas. Dan gue nggak ada apa-apa sama dia. Sumpah demi Tuhan." Jati mengangkat jarinya, membentuk huruf V.
Yaga kembali mendudukkan dirinya, "Duduk dulu." Yaga memejamkan matanya lama, kemudian membukanya kembali. Menatap Jati dan Jani bergantian.
"Jadi, gimana kalian bisa saling kenal?" Yaga melontarkan pertanyaan pertamanya. Disusul pertanyaan kedua. "Terus kenapa kalian kemarin lusa jalan berdua? Dan kemarin juga yang jemput Jani itu lo, Jat?" Yaga membuang mukanya, ketika Jati mengangguk.
"Mas, tenang dulu. Ini nggak seperti yang lo bayangin, mas." Jati beralih ke Jani, dia lebih dulu memberitahu sesuatu. "Jan, gue sama mas Yaga itu sahabat." Yaga terlihat tidak suka saat Jati memberitahu satu hal itu pada Jani, iya, dia masih cemburu. Selanjutnya, Jati mulai bercerita awal perjumpaannya dengan Jani. Dari dia mengantar Jani ke rumah sakit sampai detik ini.
Yaga dan Jani cuma mendengarkan, tanpa ada niat memotong. Membiarkan Jati menjelaskan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Jadi kalian dijodohin?"
"Sebenernya cuma ibuk yang beranggapan kayak gitu." Celetuk Jani. Yaga yang memang tahu mereka tak direstui. Lagi-lagi, Yaga cuma menghela napasnya. Raut mukanya nampak pias.
Yaga melirik Jati. Masih kesal dia. "Jangan ngambek dong mas, udah gue jelasin kronologi sebenernya, gue minta maaf."
"Gue tuh kesel Jat, lo pegang-pegang pacar gue. Gandengin tangan dia, beliin dia barang couple. Harusnya itu gue yang kayak gitu. Tapi nggak pernah bisa." Jani yang melihat Yaga begitu, ada rasa sedih tapi disisi lain, Jani tersenyum senang. Pacarnya bisa juga cemburu. Yaga juga sering didekati wanita, dan Jani cuma bisa menyembunyikan kekesalannya dalam diam. Yaga mana tahu kalau Jani cemburu.
Jati mendapat pencerahan, "Mas, gue punya ide."
"Apa?" jawab Yaga malas.
"Gimana kalau lo kencan sama Jani atas nama gue."
"Maksud lo?"
"Gini lho ... "
-SHELTER-
Senang? Mungkin Jati sedang merasakan itu sekarang. Anggaplah Jati sedang melakukan misi keduanya, menyatukan Yaga dan Jani. Setelah gagal memakcomblangkan Chandra dan Meka, karena mereka sudah kenal lebih dulu.
Jati langsung pergi begitu selesai dengan urusannya. Tadinya ingin pulang, tapi setelah tahu Ara sedang belanja ke supermarket. Karena sebelumnya dia menelpon Ara. Jati menyusulnya kesana. Jati mengedarkan pandangannya, mencari dimana Ara berada, karena tak kunjung ketemu. Jati menelpon bundanya itu.
"Adek!" Jati berbalik badan. Terlihat Ara sedang tersenyum. "Harusnya tunggu di rumah aja."
"Bosen ah, bunda belum selese?" Ara menggeleng.
"Masih banyak yang belum di dapet."
"Itu udah sekeranjang penuh, belum banyak?" Ara terkekeh, lalu menggeleng.
"Ini mah belum seberapa, sayang. Yuk ah,"
Jati dengan sigap ikut mendorong troli, sembari mengobrol bersama Ara. "Bun, aku mau bilang sesuatu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shelter ✔
RomanceTAMAT Sampai kapanpun, gue cuma jadi tempat penampungan keluh kesah lo. Nggak kurang, nggak lebih - Jati. -ShelterByHOI- ©2018