Uring-uringan. Meka terus saja mondar-mandir. Masih memegang buket bunga mawar merah. Iya, karena memang Meka dan Chandra belum melakukan akad. Dalam balutan kebaya biru, Meka nampak sangat cantik. Pernikahan dilakukan dalam adat Sunda. Karena sebagian besar keluarga Chandra dari Sunda. Dan di momen ini, Papanya juga datang ke rumah ini, untuk jadi wali nikah Meka.
"Jangan jalan-jalan terus dong, Me. Ini tapihnya jadi agak berantakan tahu." Kata Maya, teman Meka yang menemaninya sejak tadi. Dia juga termasuk penata busana di WO tempat Meka menyewa segala tetek bengek pernikahannya.
Berkali-kali melihat ponsel, siapa tahu orang yang dia tunggu menelponnya. Atau sekedar mengirim pesan. Tapi nihil. "Jati, lo kemana, sih?"
"Mbak," Lisa masuk ke kamar Meka. Ijab qabul memang dilakukan di rumah Meka. Perayaannya sederhana, memang kemauan dari Meka, juga Chandra.
"Ncan udah dateng?" Lisa menggeleng.
"Baru jam berapa? Tapi ..." Lisa segera membuka pintu kamar dan Meka melihat siapa yang datang. Nangis boleh? Meka ingin sekali menangis sekarang. Melihat sosok Jati tengah berdiri di ambang pintu. Tersenyum dengan indahnya.
Nampak makin tampan dengan setelan jas hitam yang Jati kenakan. Padahal di bawah pun, Jati dikira mantennya karena saking gantengnya dia. Perlahan, Meka dan Jati sama-sama bergerak maju. Meka menatap Jati dari ujung kepala sampai kaki. Lalu tangannya terulung, menyentuh pipi. "Ini beneran lo, kan, Jat?"
"Menurut lo?" Setitik likuid bening, membobol pertahanan Meka. Dirinya tidak bisa tidak menahan bahagianya dengan menangis, ketika menatap Jati di hadapannya.
"Cep cep." Jati segera mengusap jejak basah itu dengan sapu tangan yang Jati bawa. "Lo beda Me, kau cantik hari ini, dan aku suka. Kau lain sekali, dan aku suka."
"Nggak sekalian nyanyi, hem?" Meka terkekeh ditengah acara meweknya, akibat kelakuan Jati.
"Kalo gue nyanyi, ntar lo jatuh cinta lagi sama gue." Bukan pujian, tapi pukulan kencang dari Meka yang Jati dapat.
"Diem, deh! Gue udah mau jadi istri orang juga."
"La terus apa hubungannya?"
Meka mendadak bingung sekarang. "Lo ngerayu gue." Jawab Meka sekenanya. Lalu dirinya mengalihkan perhatian. "Lo kemana aja? Kenapa nggak pernah kasih kabar semenjak hari itu? Gue kira lo marah sama gue."
"Gue?" Jati menunjuk dirinya sendiri. "Nggak kemana-mana. Di rumah aja. Dan gue nggak pernah marah sama lo."
"Di rumah mana? Rumah siapa? Gue kira lo nggak bakal dateng di hari nikahan gue." Jati hanya menyunggingkan senyum yang menenangkan. Butuh perjuangan lebih, untuk datang kesini. Bersyukur dirinya dibolehkan, dengan syarat pastinya. Tapi memang Jati harus datang sendiri.
"Me, gue punya hadiah buat lo." Jati mengeluarkan kotak kecil, namun panjang. Membukanya, lalu mengambil isinya.
Meka menggeleng. "Jat," Bola mata Meka bergerak gelisah ketika melihat sebuah kalung. Solitaire diamond necklace itu langsung dipasangkan di leher Meka, tanpa persetujuan empunya. "Jangan, Jat." Meka menahan tangan Jati, disaat akan mengaitkan kalung itu. "Gue nggak bisa."
"Plis, Me. Biarin gue jadi pria kali ini. Gue cuma mau ngomong. Gue tahu, ini salah. Tapi mungkin besok gue nggak bisa nyampein ini. Nggak panjang, kok, Me. Gue cuma mau lo ngresapi kata-kata gue aja. Karena gue nggak mau nyesel buat yang kedua kalinya Me." Lagi-lagi, Meka hanya meneteskan air matanya, dan akhirnya mengangguk, menerima. Mungkin, Meka pikir, kalau besok dirinya sudah jadi istri seseorang. Makanya, Meka memberinya kesempatan. Namun tidak dengan Jati. Dia memiliki alasan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shelter ✔
RomanceTAMAT Sampai kapanpun, gue cuma jadi tempat penampungan keluh kesah lo. Nggak kurang, nggak lebih - Jati. -ShelterByHOI- ©2018