to Lose

601 64 6
                                    

Malam semakin larut, Jinyoung masih duduk di kursi dekat bangkar Jisoo dengan tatapan kosong, pikirannya melayang kemana-mana. Pantas saja kemarin ketika di Jepang dia punya firasat buruk.

Sekali lagi dia menghembuskan napasnya berat lalu menggenggam tangan Jisoo, menatap datar ke wajah perempuan itu, dalam hati dia berteriak mengapa ini harus terjadi pada mereka berdua, dia berteriak mengapa hal yang malang justru menimpa anaknya, dia berteriak mengapa dalam hitungan beberapa hari semuanya lenyap begitu saja tanpa sisa, yang Jinyoung takutkan setelah kejadian ini adalah kebahagiaan mereka tidak akan sama lagi.

Pelan Jinyoung kembali menghapus air matanya yang jatuh, dia ingin menguatkan dirinya bahwa dia bisa menerima kenyataan sepahit ini, hanya saja hatinya benar-benar sangat terluka, dia memikirkan perasaan Jisoo nanti setelah sadar dan tahu bahwa anaknya sudah tak ada, Jinyoung yakin bahwa Jisoo akan lebih terpukul dibandingkan dirinya saat ini.

Untuk itu Jinyoung harus menguatkan dirinya agar nanti ketika Jisoo terpuruk maka dia bisa menanggung sebagian beban istrinya.

Jinyoung harus tetap kuat, jika tidak maka dia dan Jisoo akan sama-sama terpuruk.

Sepanjang malam itu Jinyoung tak bisa tidur hingga menjelang pagi, dia tidak tenang bahkan hanya untuk menutup mata, bayangan kejadian tadi siang terus menghantuinya ketika dokter menyuruhnya untuk memilih salah satu diantara 2 orang yang paling berharga, istrinya dan anaknya.

Jinyoung sempat akan memilih anaknya, yah dia sempat ingin mengatakan pada dokter bahwa dia ingin menyelamatkan anaknya, tapi sedetik kemudian dia teringat bahwa dia benar-benar tak bisa hidup tanpa Jisoo, jika saja tadi siang dia memilih anaknya dibandingkan Jisoo maka malam ini bisa dipastikan diapun akan mati.

*****

Menjelang pagi Jisoo belum sadarkan diri, Jinyoung yang masih terduduk di kursi memperlihatkan kegelisahan yang semakin menjadi-jadi, wajahnya semakin kusut dan tubuh serta pakaiannya tak terurus, semenjak pulang dari Jepang, Jinyoung tak pernah meninggalkan Jisoo di rumah sakit.

Dan dia baru ingat bahwa sejak kemarin dia belum menghubungi mertuanya, nyonya Kim belum mendengar berita apapun, Jinyoung takut menghubunginya, dia takut dan tak punya kalimat yang pas untuk menceritakan kejadian kemarin, dia tak bisa membuat nyonya Kim sedih, dia tak sanggup.

Tapi lagi-lagi dia tak punya pilihan lain dan akhirnya menghubunginya.

Jinyoung meninggalkan kamar Jisoo dan berjalan beberapa langkah menjauh dari pintu, dia berdiri di lorong sepi dengan perasaan campur aduk.

Panggilan tersambung.

Nyonya Kim mengangkat panggilan dari Jinyoung dan langsung bertanya bagaimana kabar Jisoo apakah kandungannya baik-baik saja atau tidak, karena sepertinya diapun punya firasat buruk.

"eomonim..... " ujar Jinyoung dengan suara lemah, dia berusaha untuk menyusun kalimat yang tepat, tapi dikalimat berikutnya matanya mulai berkaca-kaca "eomonim...." suara tarikan napasnya terdengar jelas.

"ada apa Jinyoung? Apa terjadi sesuatu?" tanya nyonya Kim diseberang telpon, intonasinya masih tenang seperti biasa.

Napas Jinyoung mulai tidak beraturan, dia menahan agar tidak menangis saat bicara, tapi suaranya terdengar bergetar "Jisoo di rumah sakit, kemarin dia mengalami tabrakan mobil"

Nyonya Kim terdiam beberapa saat, dia cukup terkejut mendengar ini "bagaimana keadaanya?" tapi suaranya masih saja terdengar tenang.

BE MY WIFE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang