Hurts

624 66 10
                                    

Kondisi Jisoo belum sepenuhnya membaik, jahitan pada perutnya mengeluarkan darah gara-gara dia terus saja bergerak dengan kasar.

Jika seperti ini maka dia tidak akan cepat pulih dan akan tetap berada di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama.

Hari ke 5 Jisoo dirawat di rumahsakit dan selama itu pula Jisoo tak bisa diam, dia terus menangis sepanjang hari lalu marah dan berteriak histeris, moodnya naik turun dan tidak stabil, dalam tidurnya bahkan dia selalu mengatakan bahwa semua ini adalah salahnya.

Dia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa anaknya sudah tidak ada, membuatnya menggila.

Kemudian hari ini dia diam, tak ingin bicara dan tak ingin makan, pandangannya selalu kosong mengarah keluar jendela, membuat Jinyoung semakin hari semakin pusing dibuatnya, diapun akan ikutan stress karena tak bisa memahami sifat Jisoo yang kadang-kadangan.

"makanlah! Kau harus makan" ujar Jinyoung masih mencoba untuk bersabar, wajahnya semakin menggambarkan bahwa dia adalah orang yang paling lelah diantara semua orang yang ada disini.

Jisoo masih melempar pandang ke arah jendela, dia berpaling tak ingin menatap Jinyoung.

Jinyoung masih memegangi mangkuk bubur Jisoo sambil sesekali menghembuskan napas pasrah, jika perempuan yang ada didepannya ini bukan istrinya maka sudah lama dia akan meninggakannya.

"makanlah, kau harus makan meskipun sedikit, seharian ini kau belum makan, apa kau hanya ingin mengandalkan cairan infus? Kau tak akan punya tenaga, jadi makanlah! Oke!" sambil menyodorkan sendok berisi bubur itu ke mulut Jisoo.

Masih sama beberapa jam yang lalu, Jisoo tetap tak ingin membuka mulutnya.

Ini hari ke 5 dan kesabaran Jinyoung sudah habis, dia sangat-sangat lelah.

Pelan dia meletakkan mangkuk bubur itu keatas meja kecil didekat bangkar lalu menatap Jisoo dengan tatapan marah, kesal, sedih dan putus asa, dia tidak ingin membentak atau memarahi Jisoo dalam kondisi yang seperti itu, hanya saja Jisoo memancingnya untuk melakukan hal yang demikian.

"apa kau sedang mencoba bunuh diri dengan cara mogok makan?" umpat Jinyoung dengan suara dingin.

Jisoo masih tak menatapnya.

"HYA JISOO, AKU SEDANG BICARA PADAMU, kenapa kau tidak melihat kearahku?"

Jisoo masih tidak bergemim.

Jinyoung turun dari bangkar lalu membelakangi Jisoo, dia benar-benar marah, sedetik kemudian dia menambah langkahnya mendekati perempuan itu dan menatapnya dingin.

"KENAPA KAU JADI SEPERTI INI?" teriak Jinyoung memenuhi ruangan.

Jisoo terlihat mengambil udara dari dalam paru-parunya lalu ikut menatap Jinyoung tanpa ekspresi dan tak mengatakan apa-apa.

"jika aku tahu kau akan seperti ini, maka aku lebih baik memilih anak itu" ujar Jinyoung kemudian.

Jisoo mengangguk mengiyakan "mm, seharusnya itu yang kau lakukan!"

Sekarang Jinyoung menganga tak percaya, seharian Jisoo diam, tapi kalimat itu yang justru keluar dari mulutnya ketika dia bicara.

"seandainya aku tidak dalam kondisi tidak sadarkan diri waktu itu, maka aku jelas akan meminta dokter agar menyelamatkan anak itu saja"

"DIAMLAH JISOO....!!!!" umpat Jinyoung dingin, Jinyoung semakin kesal "kau benar-benar tak tahu apa-apa, kau tak tahu rasanya berada diposisiku ketika dokter menyuruhku untuk memilih salah satu diantara kalian" napasnya naik turun tak beraturan.

BE MY WIFE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang