🍼 Milk : 13

989 103 0
                                    

Dulu, pertama kali Milea bertemu Brian. Saat itu Brian masih dalam keadaan patah hati. Sangat patah hati, hingga Milea rasanya ingin berteriak di depan wajah Brian bahwa masih banyak perempuan di luar sana yang lebih cantik. Yang lebih bisa menerima Brian apa adanya. Tapi, Brian yang patah hati adalah salah satu manusia yang susah untuk dibujuk. Brian tetap bilang jika mantan kekasihnya itu adalah yang terbaik, meskipun mantan kekasihnya itu melakukan hal yang jahat menurut Brian. Tapi, Brian itu hanya anak laki-laki yang gampang untuk mencintai dan susah untuk melupakan.

"Emang hebatnya mantan kamu itu apa? Dia udah nyakitin kamu kayak gini, udah ninggalin."

"Enggak tau. Aku yang pertama kali mengajukan ide untuk putus, tapi aku yang minta dia untuk mutusin aku karena aku enggak bisa mengakhiri satu hubungan yang udah aku awali dengan susah payah."

Milea memandang keluar jendela, pikirannya melayang ke memori tiga tahun yang lalu. Saat ia pertama kali bertemu dengan sosok Brian. Sebenarnya, Milea juga tidak menyangka. Tidak menyangka hubungannya dengan Brian akan berantakan hanya karena rasa cemburunya yang terlalu berlebihan. Tapi, bukankah itu hal yang wajar? Brian itu milik Milea. Sudah dua tahun dan Milea rasa tidak ada lagi alasan untuk mengingat sang mantan kekasih.

"Udah sampai," kata Brian menyadarkan Milea dari lamunannya. Milea mengangguk, tapi belum mau untuk keluar dari mobil Brian.

Ia tahu bahwa ego telah menguasainya sekarang. Tapi, Milea rindu Brian. Rindu semua kelakuan konyol yang sering Brian lakukan. Rindu pelukan Brian, rindu obrolannya dengan Brian, rindu semua tentang Brian. Tapi, egonya selalu memaksa dirinya agar tidak mengatakan kata rindu itu pada Brian. Egonya bilang bahwa Brian telah menyakitinya. Tapi, Milea rindu Brian. Sangat. Dan itu selalu menyiksa.

"Bri," panggil Milea. Brian menoleh, menatap Milea dengan senyumannya. Milea rasanya ingin kembali menangis melihat Brian yang kini masih bisa tersenyum setelah apa yang terjadi dengan mereka beberapa menit yang lalu. Setelah perbincangan serius mereka tadi.

"Jangan senyum, aku sedih."

Brian malah tersenyum makin lebar mendengar ucapan Milea yang terdengar seperti memerintah.

"Kenapa?" tanya Brian dengan senyuman lembutnya.

"Milea rindu," jawab Milea. Matanya sudah kembali merah saat melihat senyuman yang masih terpatri di wajah Brian yang tampan.

Brian menarik Milea ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat dan sesekali mengusap punggung Milea naik turun, mencoba memberikan ketenangan. Tapi, Milea tidak bisa setenang itu sekarang. Ia balas memeluk Brian tak kalah erat. Memeluk pinggang Brian dan menenggelamkan wajahnya di dada Brian. Tangisannya pecah. Sakit, hatinya sakit dan sesak. Entah apa yang Brian rasakan saat ini, tapi Milea benar-benar sesak.

"Jangan nangis," ucap Brian lembut sambil mengelus punggung Milea. Sesekali memberikan kecupan ringan di kepala Milea.

"Maaf," cicit Milea. Milea merasakan rengkuhan Brian yang semakin erat pada tubuhnya, seakan ingin mengabadikan momen ini agar ia tak pernah lupa. Agar Milea dan Brian tak pernah lupa.

"Bukan masalah, Milea."

Bukan masalah. Bukan masalah jika Brian harus kembali menata hatinya yang lagi-lagi hancur. Itu bukan masalah yang besar karena Brian sudah pernah mengalaminya. Tapi, bagaimana dengan Milea? Apa Milea sanggup? Apa dulu Milea pernah seperti ini? Brian bahkan tak sanggup memikirkannya.







































"Dear heart, I'm sorry I'm hurting you again."










































[Milk end]






































Iya, serius udah selesai. Udah kayak gini selesainya. Silahkan dihujat saja aku enggak apa-apa:(

Aku enggak tahu sejauh ini kalian nge-feel atau enggak sama cerita ini. Tapi, aku sendiri kalau baca ulang lumayan tidak dapat feelnya karena enggak tau juga.

Yang minta extra chapter, coba nanti aku pikirin dulu. Pusing juga ternyata, tapi seneng karena selesai juga akhirnya. Ya udah, nanti di curhatnya di sesi berikutnya aja. Dadah!

Milk ✔ | Brian KangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang