Chapter 5

123 100 21
                                    



Ketika Zena membuka mata yang dia cari pertama kali adalah handphone karena semalaman Rian tidak ada mengirimkannya pesan dia berharap ada notip dari Rian.

Terkadang yang di harapkan tidak sesuai dengan kenyataan, berbanding terbalik. Ketika Zena memeriksa handphonenya tidak ada sama sekali notip dari Rian.

"Rian sekarang sibuk banget ya, sampai-sampai gak sempet ngabarin gue" gumam Zena

Dengan lemasnya Zena melangkahkan kaki ke kamar mandi karena matahahari telah menampakan diri dari ufuk timur.

Pagi ini Zena tidak semangat seperti biasanya. Dia memikirkan kenapa akhir-akhir ini Rian berubah. Zena berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, kepalanya terus menunduk tanpa melihat kedepan. Pikirannya seperti sebongkahan senar layangan yang kusut tak beraturan.

"Pagi-pagi sudah kusut,kenapa" tanya kiza tak kala Zena sampao di kelas

"Gak apa-apa" jawab Zena malas

Kiza menatap Zena bengong dia tahu pasti ada sesuatu yang dirahasialan oleh Zena, sebenarnya bukan di rahasiakan hanya saja Zena belum siap untuk cerita.

Ketika masuk kelas Zena tidak memikirkan keadaan kelasnya yang gaduh dia sibuk dengan pikiran yang ada di kepalanya. Dia memutuskan untuk duduk sendirian di depan kelas.

"Hei Zena, masih pagi loh" kata Michika

"Iya, siapa bilang udah sore" jawab Zena ketus

"Lo kenapa sih?" Michika penasaran

"Gue itu sedih chika,gue bete,gue kesel" pekik Zena

"Jangan teriak-teriak juga sekolah ini bro" protes Michika

"Tapi gue kesel" rengek Zena

Akhirnya Zena memutuskan untuk menceritakan keluh kesah nya kepada Michika, siapa tahu beban pikirannya akan hilang.

"Michika, apa Rian gak suka gue lagi ya?" sedih Zena

"Kenapa lo bilang gitu?" tanya Michika

"Karena lama-kelamaan sikapnya mulai berubah dia bukan rian yang gue kenal" curhat Zena

"Dia juga gak pernah ngabarin gue, apa gue udah gak penting lagi di kehidupan dia?" tambah Zena

" positif thingking aja Zen,siapa tau dia lagi banyak tugas makanya gak sempet chat lo" nasihat Michika

"Tapi gak segitunya juga,apa salahnya kasih kabar gue sebentar, bilang aja kalo sibuk gue ngerti kok" kata zena

"Na gitu ding kan Zena wanita strong", hibur Michika

Setelah selelsai mencertiakan semunya pada Michika ada sedikit ketenangan pada diri Zena. Ya, itulah gunanya seorang sahabat untuk tempat berbagi, berbagi suka maupun duka.

****

Tett...tet....teet....

Bunyi itulah yang telah di nanti oleh siswa SMA Jayawijaya. Mereka telah lelah belajar seharian, karena sekolahnya menerapkan sistem fullday.

Gadis mungil itu masih tampak sedih, di kelas dia sering melamun. Seperti tidak ada gairah dalam hidupnya.

"Hai zena ayo kita pulang" ajak Michika sambil memukul meja

"Astaga, lo mau gue mati" kaget Zena

"Makanya jadi orang jangan suka melamun" saran Michika

"Ayo buruan pulang" Michika menarik tangan Zena. Zena pasrah mengikuti langkah sahabatnya.

Kedua sahabat itu menyusuri koridor sekolah yang tampak sepi karena kebanyakan orang sudah pulang.

"Hei anak sd ngapain belum pulang" kata laki-laki berkacamata diantara segerombolan teman-temannya

"Sibuk amat ya lo jadi orang mau gue pulang cepet,mau gue pulang lama,mau gue gak pulang sekalipun bukan urusan kalian" marah Zena

"Sabar-sabar ternyata lo cerewet juga ya" canda cowok itu

"Ayo-ayo kita pulang jangan ladenin mereka" Michika menarik tangan Zena. Jika dia biarkan Zena tetap disana maka akan jadilah perang dunia ke ketiga.

Michika berhasil membawa Zena pergi dari segerombolan laki-laki itu.

"Kesel gue sama mereka" cerocos Zena

"Kapan sih mereka bakal berentu gangguin kita" tanya Zena

"Na itu gu gak tau" cingir Michika

"Sebaiknya kita pulang biar lo cepet nanya sama Rian kan?" saran Michika

"Iya juga ya ayo buruan" kata Zena

Telah sampai dirumah Zena langsung berlari ke kamar mengambil benda tipis diatas nakas disamping tempat tidurnya, dia langsung mengetik pesan untuk Rian.





Selesai partnya

Maaf yaa masih berantakan🙏🙏

Tunggu part selanjutnya👉👉

Jangan lupa vote dan coment👇👇

Your LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang