18 - Hero Abadi

32 7 1
                                    

Gibran langsung membawa barang-barang dari kakaknya ke dalam mobilnya dan meletakkannya di jok belakang. Melihat banyaknya barang yang harus ia bawa tentu tak mungkin ia bisa membawanya dengan motor ataupun jalan kaki meskipun jarak rumah mereka berdekatan.

Tak butuh waktu 5 menit Gibran sudah berada di Rumah Echa. Gibran turun dari mobil dengan jantung yang mulai berdetak cepat, entah kenapa sepertinya ia belum siap untuk bertemu Echa.

'apa yang harus gue omongin pas ketemu dia?'

'dia pasti masih kesal ke gue'

'bodohnya gue'

Gibran menggerutu kesal dalam hati dan bingung apa ia akan melangkah masuk, namun mengingat ini adalah perintah kakaknya sudah menjadi mutlak untuk tidak dibantah. Dengan perasaan yang masih bimbang Gibran langsung masuk ke rumah Echa dengan membawa beberapa barang.  Tanpa butuh izin, ia melangkah masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum" salam Gibran sambil melirik kanan kiri mencari keberadaan sosok yang belum siap ia temui.

"Waalaikumsalam" jawab Bunda Echa yang sepertinya juga tengah sibuk membongkar isi kopernya, dan entah kenapa seketika Gibran melega setelah melihat di ruangan itu hanya ada bunda tanpa Echa.

"Eh Gibran, sini duduk!" Pinta Bunda dengan senyum senangnya untuk mempersilahkan Gibran duduk di sofa ruang keluarga, Gibran langsung membalas senyuman itu tak kalah hangat.

"Iya Bun"

Gibran langsung duduk dan meletakkan beberapa bingkisan itu di meja depan sofa.

"Maaf ya lagi berantakan soalnya bunda baru datang dari Jepang, ada acara temu dokter spesialis" jelas Bunda yang masih membereskan barang-barang nya.

"Iya bunda, gak papa"

"Kamu kesini mau ketemu Echa ya?" Tanya Bunda menerka alasan kehadiran Gibran yang membuat dirinya seketika menegang.

"Eh... bukan Bun, bukan, Gibran cuma mau ngasih Oleh-oleh dari Kak Vivi yang baru datang dari LA" jawab Gibran cepat untuk menghindari hal yang tak diinginkannya.

"Oiya? Vivi datang?" Kaget Bunda

"Kapan datangnya? Memang kuliahnya libur?" Tanya Bunda kembali antusias.

"Tadi sore Bun, kalau masalah kuliahnya Gibran kurang ngerti, kakak belum cerita" jawab Gibran menjelaskan seadanya.

"Yaudah, Sampaikan terimakasih bunda ya buat kak Vivi!"

"Iya bun sama-sama"

"Oiya tunggu disini dulu bunda panggilkan Echa" ucap Bunda cepat membuat Hati Gibran berhenti berdetak, matanya terbelalak, bukan itu yang ia inginkan.

"Oh... Gak...u.." belum sempat Gibran melarang, bunda telah pergi ke lantai atas untuk memanggil Echa. Gibran hanya menghela napas berat, menunggu dengan gelisah, entah kemana sekarang pikirannya.

"Mampus gue"

Faktanya, Gibran yang selama ini yang  terlihat begitu tenang bisa gugup dan emosional jika itu bersangkutan dengan kedua sahabatnya, Echa dan Gilang.

Gibran duduk di sofa dengan tidak tenang, ingin rasanya ia pergi sekarang juga dan menghindari pertemuan mereka, namun entah kenapa batinnya berkata tak sopan pergi tanpa pamit pada Bunda.

Kini ia berganti doa, supaya Echa menolak untuk bertemu dengannya yang terdengar lebih menenangkan, iya semoga aja.

Tak lama kemudian, Bunda turun dari tangga diikuti Echa yang menguntit dibelakangnya, Gibran langsung terbelalak, doanya tak diijabah, sekarang ia bisa melihat bagaimana ekspresi Echa dengan wajahnya yang tertunduk dan berjalan gontai seakan tak ingin menemui dirinya, rasa bersalahnya semakin besar.

Aku, Kau & DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang