7 - Pencerahan

58 18 2
                                    

Sebuah ruang kamar terlihat begitu suram. Gelap dan senyap bagai tak ada kehidupan. beginilah Echa selama 3 hari terakhir. Sejak pertengkarannya dengan Gilang, membuat pertemanannya hancur. Ia bahkan juga merasa tak nyaman ada di dekat Gibran. Ia kini telah sendiri, benar-benar sendiri.

Echa bak Hidup tanpa arah dan yang ia lakukan sepulang dari sekolah hanya tidur, tidur dan tidur. Tak tahu sampai kapan ia akan seperti ini.

Apakah Echa benar-benar terpukul? Tentu. Lalu apakah kini ia membenci Gilang? Jawabannya adalah tak jelas. Kini perasaan Echa bercampur aduk, ia tak tahu sedang membenci Gilang atau tidak, namun anehnya sejak mereka bertengkar, ia bukan hanya tak ingin bertemu Gilang dan Gibran, tapi juga tak ingin bertemu dengan Reno. Aneh bukan? Kenapa coba? Apa salah Reno?

Selama tiga hari ini, berkali-kali Reno menelpon, Chat, bahkan mengirim SMS, namun tak satupun dibalas atau di jawab oleh Echa. Dia seolah-olah benar-benar menjauhi Reno. Lantas kenapa? Kenapa ia tak bisa juga menerima Reno? Ia bahkan tak tahu kesalahannya apa?

Kalian pasti bingung kan? Sama aku pun begitu. Echa saja bergedik ngeri dengan perasaannya saat ini.

Seseorang mengetuk pintu kamar Echa, lalu mulai terdengar suara bundanya disana.

"Echa!! Ayo makan malam!!" Pinta ibu Echa namun tak ada jawaban.

Ibunya sekali lagi mengetuk pintunya lebih keras.

"Echa!! Ayo nak, buka pintunya!! Ayo makan malam! Ayah sama kakak udah nunggu di bawah!" Bunda kembali berucap lebih keras namun tak ada sahutan bahkan suara sedikitpun dari dalam.

"Echa!!"

Bunda mulai gelisah ia langsung meraih ganggang pintu kamar Echa mencoba membukanya, dan ternyata pintunya tidaklah terkunci. Bunda langsung bergegas masuk dan dilihatnya gelap gulita tanpa cahaya. Segera Bunda menghidupkan lampu kamar Echa di sebelah kanan pintu masuk.

Setelah lampu menyala, bunda langsung dapat melihat sosok anak bungsunya itu terduduk meringkuk di atas kasur dengan tubuhnya sedikit bergetar.

Bunda mencoba mendekatinya
"Echa!" Panggil Bunda lirih

Hingga akhirnya bunda mencoba untuk mengangkat wajah putrinya yang tertunduk itu, dan seketika bunda terkejut melihatnya. Echa menangis sesegukan. Kantung matanya cekung seakan terlihat benar-benar kehabisan cadangan air mata. Bunda langsung mendekap Echa.

"Ya Allah, Echa kenapa nak? Echa kenapa nangis?" Tanya bundanya masih memeluk Echa erat

"Echa sakit? Iya?" Bundanya semakin khawatir namun Echa tetap terdiam dan hanya terisak.

"Ayo bunda periksa" ajak Bunda khawatir, namun Echa menolak dan menggelengkan kepalanya berulangkali. Bunda pun semakin bingung. Ia tak tahu harus berbuat apa.

Bunda Akhirnya terus mendekap Echa, bukannya berhenti, tangisan Echa malah semakin menjadi. Akhirnya Bunda hanya membiarkan putrinya itu Menangis sepuasnya dalam dekapannya, hingga ia berhenti dengan sendirinya.

Tak lama kemudian Echa mulai berhenti menangis, dan hanya tersisa sesegukan beberapa kali. Bundanya masih belum mau membuka suara, ia hanya menggenggam tangan Echa erat dan sesekali merapikan rambut Echa yang berantakan, ia ingin membuat Echa tenang dulu. Hingga akhirnya Echa sendiri yang membuka percakapan.

"Bunda!" Panggil Echa lirih

Mendengarnya bunda senang.

"Iya, ada apa?" Tanya Bunda

"Bunda dulu pernah punya teman dekat? cowok?" Ucap Echa berhati-hati, sedangkan bundanya mulai menyadari arah pembahasan anaknya.

"Pernah dong, itu Om Guntur! Dia itu teman bunda dari masa SD" jawab bunda apa adanya.

Aku, Kau & DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang