Udara pagi di kota kecil yang tenang memang berbeda dengan udara pagi di kota besar. Tapi satu hal yang sama, Derella tidak merasa tenang terlebih saat ini dia tinggal satu atap dengan pria yang dia hindari selama sepuluh tahun belakangan ini. Dia bersembunyi dari mantan suaminya, yah kalau bisa disebut demikian. Semalaman dia terjaga dan gelisah sampai dia tertidur setelah mendengar pintu kamar di ujung lorong itu di buka seseorang lalu ditutup kembali. Itu berarti Derella baru bisa tidur setelah Cloud pulang dan Derella merutuki dirinya yang baru bisa memejamkan mata setelah pria itu pulang. Dia bukan istrinya lagi dan kenapa dia harus menunggu pria itu pulang.
Derella menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar yang masuk dari jendel kamarnya yang ia buka sepuluh menit lalu.
"Sebaiknya aku mandi saja..." gumam Derella setelah melihat deretan bunga mawar yang mengelilingi rumah ini hingga terlihat seperti pagar.
Derella menoleh ke kiri kanan dan dia merutuki Cloud karena menempatkannya disini. Kamar ini tidak bisa disebut kamar karena hanya berisi satu meja kecil dan sofa kecil yang sangat keras berbanding terbalik dengan kamarnya di New York atau pun kamar miliknya dan Cloud dulu.
"Arghhh" Derella mengerang kesal saat otaknya kembali mengingat masa saat dia masih bersama pria itu. Dulu awal bertemu Cloud dia adalah pria yang manis tapi semua berubah setelah kematian ayahnya yang bertepatan dengan satu bulan pernikahan kami.
Derella menyambar jubah mandinya dan juga kotak perlengkapan mandinya. Otaknya harus disegarkan segera atau dia akan terus terjebak dengan masa lalunya. Jika Cloud menganggapnya mati itu lebih baik. Mungkin pernikahan Cloud dengan Else adalah jalan keluar masalahnya. Dia akan terbebas dari Cloud, mungkin juga secara diam-diam dia sudah membatalkan pernikahan mereka di gereja. Sepuluh tahun pasti cukup untuk menyelesaikan pembatalan pernikahan.
Derella meyakinkan dirinya sekali lagi kalau ini adalah keputusan yang tepat. Keputusannya saat menikahi Cloud pada usia delapan belas tahun adalah kesalahan. Cloud juga tidak bisa dibilang dewasa saat mereka menikah. Saat itu Cloud baru menginjak usia dua puluh dua tahun dan mereka berdua sama-sama dibutakan cinta sesaat yang hanya berkembang dalam waktu singkat. Saat ini Derella bukan lagi gadis remaja yang terburu-buru dalam mengambil keputusan.
"Abaikan Cloud. Dia akan menikah dengan jalang itu, kau adalah Derella Byren! Bukan Derella Reacher!" tegas Derella pada dirinya sendiri.
Derella membuka pintu perlahan sedikit demi sedikit. Dia bukan takut jika tiba-tiba Cloud muncul tapi hanya belum siap. Dia masih belum mandi dan—
"Astaga!" desahnya dengan dengusan napasnya.
"Kenapa aku harus peduli bagaimana diriku dihadapannya!" gerutu Derella yang langsung membuka pintu kamarnya lalu menoleh ke kanan, ke arah kamar pria yang dia hindari selama sepuluh tahun itu.
"Astaga!" Derella kaget saat matanya bertatapan dengan mata abu-abu yang sedikit merah itu. Derella refleks bersembunyi di balik pintu kamarnya.
Dia memegang dadanya yang berdebar keras. Bagaimana mungkin dia masih merasakan debaran sialan itu saat melihat pria itu.
"Terima kasih, Matilda..." suara berat dan terdengar lelah milik Cloud menggema di lorong itu.
"Baik. Mr. Wellington. Akan saya sampaikan pada Mrs. Wellington dan juga Nona Virginia..." Matilda membungkuk hormat lalu berbalik sambil mendesis tak percaya. Cucu keluarga Wellington yang satu ini cukup membuat Matilda berdebar kawatir.
"Selamat pagi miss Byren..." Matilda menyapa Derella dari balik pintu kamar sambil mengetuk pintunya.
"Apakah anda sudah bangun?" tanya Matilda kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Cinderella
HumorKalau Cinderela kehilangan sepatu kacanya di sebuah pesta, berbeda halnya dengan Derella Byren. Mahasiswi jurusan hukum itu kehilangan segalanya di sebuah pesta-kebebasannya. Dan kini yang bisa dia lakukan hanyalah lari dan lari sejauh yang dia bisa...