11# LUKA

262 46 9
                                    

“Hitoka-chan? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi?” Selesai menerima pesan singkat dari kageyama, malam itu kamu langsung menelepon Yachi dan menanyakan sesuatu langsung ke intinyaーtentu saja setelah basa basi menanyakan kapan sampai rumah setelah latihan.

[Kupikir memang sesuatu yang buruk, Nina-chan.]

Diseberang sana suara Yachi terdengar lemas setelah menghela napas beberapa kali.

Kamu menggigit bibir, “Tadi Kageyama bilang Hinata egois, begitu.”

[Mereka tadi sempat...]

“Sempat apa? Kenapa kamu ngomongnya setengah-setengah?”

Suara helaan Yachi kembali terdengar diujung telpon, sepertinya ia enggan melanjutkan cerita tapi tidak enak karena kamu sudah menelponnya lebih dulu.

[Mereka sempat berkelahi, tapi kupikir semua baik-baik saja, Nina-chan.]

“Ber-Berkelahi? Maksudmu saling pukul?? Begitu?” Kamu sampai bangun dari dudukmu ketika mendengarnya, apaan-apaan itu? Kageyama berkelahi?

[Nina-chan, pernah nggak merasa dua orang saling terhubung meskipun dua kutub saling berlawanan?]

Yachi bertanya, entah mengubah obrolan atau serius penasaran, tapi pada akhirnya kamu menjawab, “Kupikir sebagian orang saling terhubung satu sama lain tanpa disadari.”

[Nah,]

Hening sejenak, suara angin diluar bertiup kecil.

[Kupikir Hinata dan Kageyama adalah dua orang yang saling terhubung, tanpa mereka sadari.]

.

.

Your Side Face

© Nopembermu, 2019

.
.

SEBELAS

“Ittai!”

Kageyama meringis memegangi pipinya ketika kamu dari arah belakang menempelkan botol air mineral dingin tepat pada luka di samping dagunya, benar kata Yachi semalam, Kageyama memang selesai ributーtapi nggak sampai babak belur.

Ia melirik kesal kearahmu (tapi tatapan kageyama memang dari lahir seperti itu, sih) lalu protes, “Sakit tahu.”

Kamu langsung menyimpan tasmu dan duduk di mejamu yang ada disampingnya, “Memang aku nngapain? Aku kan cuma kasih minum.”

Ia diam saja, tidak menjawabmu.

Kamu menghela napas lalu menarik tangannya pergi dari kelas yang sudah mulai ramai, kamu harus mengajaknya ke tempat yang tidak seramai kelas, ketempat dimana kamu bisa memperhatikan kageyama semaumu sendiri.

“Mau kemana?” Kageyama enggan beranjak dari tempat duduknya, tangannya terasa berat ketika kamu tarik.

Kamu sekarang menarik satu tangan kageyama dengan kedua tanganmu alias sekuat tenaga, “Sudah sih ikut saja.”

Kageyama menyerah dan melemaskan badannya, kamu hampir oleng atas gerakan dadakan seperti itu, tapi ia balik memegangimu, “Hati-hati.”

Yeee, yang tiba-tiba ngelemesin badan itu siapa ya tolong?!

kamu tidak jauh membawanya, hanya dibalik dinding di lorong kelas, ada bangku panjang disana dan kamu langsung mendudukan Kageyama. Tersangka utama itu, hanya diam duduk mengamati segala tingkahmu yang separuh konyol.

“Kenapa lukamu kamu biarkan terbuka?”

“Semalam sudah tapi tadi pagi buru-buru karena takut telat latihan.” Jawabnya, tidak berdosa. Ya memang dia tidak berdosa sih.

Kamu menaikkan alis, “Terus kenapa tadi nggak latihan?”

“Soalnya baru ingat kalau latihan libur karena ada inspeksi gedung.” Kageyama menghela napas, menyesal.

“Memang.” Kamu berjongkok didepannya sambil mengambil sesuatu dari kantong, “Sini kututup lukamu.”

Kageyama mengganguk ketika tatapan mata kalian pada satu garis lurus.

Tangan cekatanmu langsung mengelus sebentar dagu Kageyama yang memerah, dan menutupnya dengan plaster yang sudah kamu persiapkan, tadinya kau mau pakai warna pink dengan ornamen hati, tapi tidak jadi, kageyama tidak akan cocok dengan hal-hal manis seperti itu, “Kageyama memang nggak kangen?”

“Sama apa?”

“Sama aku lah.”

“Tapi katanya jangan rindu, berat.”

“Kata siapa?”

“Nggak tahu,” kageyama mendelikkan bahu, “Kata film.”

Kamu  selesai dengan lukanya, dan kamu terduduk disebelahnya. “Semalam di chat kageyama bilang mau cerita. Ayo cerita.”

“Terimakasih.” Ia berterima kasih untuk balutan luka, tapi tidak menjawab lagi.

Hening.

Setelah jarak waktu dalam diam yang cukup lama, kamu mengajaknya kembali ke kelas. Sia-sia juga memaksa seseorang yang sedang tidak ingin bercerita, “Kayaknya sudah waktunya kekelas lagi.”

“Hinata  ingin melakukan spike dengan mata terbuka.” Ia menirukan posisi bagaimana seseorang akan melakukan gebukan dalam voli. “Aku sangat frustasi dengan permintaan tidak masuk akal seperti itu.”

Kamu menatapnya.

“Biasanya kalau bersama Shimazaki, aku selalu merasa hal-hal buruk dalam diriku akan menguap dan pergi,” Kageyama menghela napas, “Tapi kenapa kali ini, rasa kesal ini tidak juga hilang ya?”

Dan keheningan itu, bertambah sunyi atas ucapan itu.

---

Note :

Maap pendek huhu. Tadinya mau masukin tsukisima tapi ngantuk jadi di chapter selajutnya saja ya hehe. Aku berusaha untuk rutin tulis yoursideface karena memang ide sudah numpuk dikepala lama kan. Maafkan aku yang malas mengekskusi, aku juga takut nanti idenya keburu basi. Tapi aku tetap sayang kageyama sih. :’) TERIMAKASIH BANYAK YA YANG SUDAH MENYEMPATKAN DIRI MEMBACA, ASAL KALIAN TAHU, KALIAN YANG SUDAH MEMBACA INI SAMPAI DISINI ADALAH SEMANGATKU MELANJUTKAN CERITA KARENA DIGANTUNG NGGAK ENAK, AKU TAHU BETUL RASANYA. SEKALI LAGI TERIMA KASIH BANYKA SUDAH MELUANGKAN WAKTUMU YANG BERHARGA UNTUK MEMBACA SESUATU YANG SEPERTI INI. AKU JANJI KEDEPANNYA YOUR SIDE FACE TIDAK AKAN MENGECEWAKAN. SAMPAI JUMPA CHAPTER DEPAN!

Your Side Face [Haikyuu-Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang