1.1.18

17 1 0
                                    

Kusesap teh hangat yang sejak tadi kupegang cangkirnya, sambil duduk di cafe dekat jendela menikmati orangenya langit. kali ini benar adanya bahwa langit selalu menerima senja bagaimanapun keadaannya.

Seketika Aku menerawang masa putih abu-abu dulu, ada seorang laki-laki bernama Langit. Ah, apakabar dia?

Dan lagi Aku masih ingat bagaimana kata-kata Langit yang sempat tersampaikan walau tak langsung. Entah itu kebetulan atau memang sudah takdir, Malam itu Meila menangis jerit-jerit sampai ketiduran hingga keesokannya...

"Senja, Gue ada surat buat lo, gatau dari siapa." dengan suara serak, ia memaksa tengorakan keringnya untuk tetap berbicara sambil memberi lipatan kertas membentuk surat.

"La, lo harus nya minum dulu kalo mau ngomong." ucapku sambil memberi minum yang sudah ku siapkan sebelum tidur, tadi malam.

Ku ambil suratnya, 'sebaiknya nanti aja gue bacanya.'

Meila langsung bangkit dari kasur ku, "gue pulang dulu, ja." pamitnya langsung.

"Eh-eh ntar dulu, lo gamau mandi sama sarapan dulu.. bau jigong juga lo"

Meila menatapku, lalu tiba-tiba tersenyum lebar dan duduk di depanku. jidatku mulai berkerut, heran, iya heran sama sikap Meila yang berubah dalam sekejap.

"La, butuh ke rumah sakit ga?" ucapku sambil memegang dahinya.

"jaa.. ah lo mah.. jangan ancurin mood gue napa,"

"ya lo sih, semalem jerit-jerit kek orang frustasi. sekarang lu cengegesan kek baru kejatuhan duren."

Meila acuh tak acuh dengan omonganku. Dengan mata berbinarnya sambil membenarkan duduknya agar sejajar denganku, tak lupa tersenyum lebar. Astaga, ini anak kenapa!? jujur aku masih shock dengan segala sifat dan tingkah meila. sekalipun aku sudah mengenalnya beberapa tahun ini bahkan ketika mau lulus.

"Ja, gue dapet beasiswa ke Italia. GUE BAKAL KULIAH DI SANA, SENJAAA.." ucapnya dengan girang. Seketika mataku membulat antara kaget juga senang lalu kupeluk dengan amat kecang rasanya.

Tiba-tiba pelukan Meila mengendur, entah kenapa. Kulihat wajahnya kembali sedih. Lagi,lagi aku terheran. "La, lo kenapa lagi?" tanyaku sambil memegang pundak Meila.

"tapi-" wajahnya kembali sendu sambil menundukan wajahnya. Aku memegang dagu meila, mendongkan wajahnya. Kutatap lagi matanya sambil berucap, "kenapa?"

Meila memelukku lagi, menangis seperti tadi malam. Ku balas pelukkannya dengan erat, "Yuda, la? Masalah Yuda kan, la? Lo belum siap ninggalin yuda kan?"

Meila makin menjerit-jerit. Tiba-tiba depan rumah sedang senam sambil menyetel lagu Alika – Aku pergi. Semakin jadilah tangisan meila. Astaga, Ya Tuhan. Kenapa timing nya pas banget sama keadaan Meila?

Aku mendorong pelan pundak Meila, agar aku bisa menaatap wajahnya yang merah dan ada sedikit meler di bagian hidung.

Apakabar baju gue? Sudahlah bukan masalah besar. Batinku.

"la, lo omomgin baik-baik ya sama Yuda. Apa perlu gue aja yang ngasih tau?"

Meila mengelengkan kepalanya sambil menghapus sisa-sisa air matanya. "Gue gatau, Senja."

"Yaudah, gue aja yang ngomong, La"

"Jangan! Udah biarin gue aja yang selesain masalah gue. Gue mau mandi. Pinjem ya baju lo."

"eh ga yaa.. ada tuh baju lo di lemari gue."

Meila terkekeh, tersenyum, dan tertawa seperti semula. Aku tak tahu kenapa Meila punya sifat moodnya mudah berubah-ubah. Pasti sulit punya tingkah seperti dia, kurasa.

Setelah mengantar Meila pulang ke rumah, sekalian Meila pamit denganku. Kemungkinan untuk bertemu lagi akan sulit dengan segala kesibukan untuk kepindahan dia ke Italia.

Sampai dirumah aku langsung melihat hpku dengan balasan line Yuda sekitar 107 atau 115 pesan? ya segitulah kurang lebih.

aduY: Senja, meila gimana?

Gue ke rumah lo ya?

Ehh jgn deh udh mau subuh.

Senja, kalau udh bangun kasih tau gue yaaa

P

P

Yaps,kurang lebih begitulah. Dan seterusnya spam Ping.

Senja : Yud, gue udah anterin Meila pulang ke rumah. gue kasih tau yaa tapi jangan sampe Meila tau kalo ini dari gue.

aduY : iya, cepet kasih tau. Gila gue nungguin lo bangun njirr

Senja : Meila dapet beasiswa ke Italia. semangat berjuang bang J

Setelah itu tak ada balesan dari Yuda, kurasa dia lagsung berlari ke rumah Meila. Mungkin. Ya setidaknya untuk kisah cinta mereka cukup sampai disini Aku terlibat.

Oh iya, Surat yang di kasih Meila.

Aku menatap kertas itu yang sedang bertenger di atas meja laciku. Ku ambil dengan pelan, agak sedikit keraguan, karena aku takut surat ini isinya tentang orang yang mau bunuh diri.

Tidak,tidak, tidak mungkin Senja. Lo sih kebanyakan nonton drakor. Lebay kan jadinya. Ucapku dalam hati sambil mengelengkan kepala.

Aku bersiap-siap membuka suratnya sambil menutup mataku dan perlahan-lahan kubuka mataku samar-samar hanya sebaris dua baris tulisan.

To Senja

Senja tak selamanya merekah tapi bukan berarti senja menjadi hitam kelabu. Karena Langit selalu menemani apapun keadaan Senja.

From Langit

"Senjaaaa..." panggil seseorang, aku yang sedari tadi melamun melihat ke arah jendela beralih menghadap seseorang yang duduk di depanku. Aku tersenyum, ku taruh kembali cangkir yang kupegang.

"gimana? Tempat kemarin udh di pesan?." Aku mengangguk sebagai jawaban pertanyaannya.

"oh iya masalah kemarin juga udh terselesaikan dan..." jelasku panjang lebar ke temanku yamg juga sebagai seksi acara PKKMB.

Ini lah duniaku saat ini, langit. Bagaimana denganmu? Jujur aku rindu di mana kita bertemu secara tiba-tiba. Menyapa dengan senyuman tipis. Lalu kamu pergi tanpa banyangmu. Iya, bayangan mu menemaniku di saat kamu pergi. Langit. Dan ku yakin saat ini banyanganmu tetap mengikuti ku.

Aku menikmati sisa-sisa setahun ini setelah lulus dari SMA. Berbagai macam kejadian telah kualami, apalagi ketika teman-teman ku berusaha menjomblangkanku dengan teman-teman jurusan lain. Walau dengan hasil aku menolak mereka tapi pada akhiranya aku tetap berteman, dengan begitu aku memiliki teman lebih banyak dari pada semasa SMA.

Aku yakin yang kujalani saat ini sangatlah menyenangkan walau tanpa Langit disisiku dan aku juga yakin Meila, sahabatku yang jauh di mata tapi dekat di hati. Tetap seperti biasanya menghiasi hidupku walau hanya dengan layar elektronik tapi tak mengubah apapun yang ada di dalam kehidupanku. Aku percaya suatu hari nanti, tuhan akan mempertemukanku dengannya seperti matahari bertemu kembali dengan cakrawalanya.

Karena suratmu Aku menyadari perasaanku, Langit.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

19 februari 2019


When SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang