1.1.19

10 1 0
                                    

 4 tahun sudah aku melewati masa-masa kuliahku. Kini aku kembali berjuang untuk masa depan, untuk menciptakan cita-citaku menjadi kenyataan. Cita-cita di kala aku masih bersekolah. Yaps, lagi-lagi aku merindukannya. Setelah sekian lama duniaku berputar lebih cepat dari dugaanku. Bahkan sekrangpun, adikku, bulan. Sudah beranjak remaja.

Ah, seandainya aku bisa memutar waktu. Kembali lagi seperti dulu, akan kulakukan apa yang ingin aku lakukan. Bertemu dengannya lebih sering, tertawa bersamanya dan mengelilingi setiap sudut kota Yogyakarta. Seandainya Aku bisa, langit.

Langit...

Kupanggil namanya pelan sambil menutup wajahku dengan tangan. Aku sudah berusaha menahannya, tapi tanganku terasa mulai basah dan pundakku bergetar hebat. Diluar rumah hujan kian lama deras begitu pula dengan tangisanku.

Aku ingin benar-benar melakukannya, langit. Aku ingin bertemu denganmu. Aku mohon sekalipun hanya sebentar saja. Aku ingin mengungkapkan perasaanku. Aku ingin mengatakannya 'aku menyesal menyukai kak arsya di banding dirimu'. Aku mohon.

Semakin larut, kamarku semakin gelap. Mata ku mulai lelah. Berdiam menatap langit-langit rumah. Sejenak aku berpikir. Setiap tetesan air mataku seakan-akan isyarat luka lama yang sudah ku pendam lalu harus kukeluarkan dengan sekaligus.

Aku tersenyum sambil menutup mataku. Tanpa terasa sisa butiran air mataku jatuh. sekejap aku mulai merasakan sekelilingku gelap, Mimpi.

-19-

"Senja, lo dimana?"

"iya, bentar." Jawabku sambil mengapit handphone agar kedua tangan secara bebas mencari-cari barang yang kubutuhkan.

Saat ini aku akan bertemu dengan seseorang yang sudah lama sekali tak bertemu secara langsung. Yaps, aku berada di bandara yang penuh dengan kesibukan orang-orang. Entah, untuk datang atau pergi. Secara harfiah bandara adalah kegiatan pertemuan orang lain dari berbagai macam ras dan Negara tanpa perlu mengenalkan dirinya.

Dengan terengah-engah, berusaha untuk tersenyum kepadaku. Meila. Iya, sahabatku sejak dari SMA. Secara bersamaan kita lulus pada tahun yang sama. Hanya saja wisudanya yang sedikit berbeda. Dan Meila melakasanakan cita-citanya sebagai cum laude. Jujur saja aku kaget. Dia yang dulu sering meilhat tugasku cum laude saat kuliah di luar negeri.

Kubalas senyumannya dalam sekian detik aku langsung memeluknya, tanpa peduli dia masih terengah-engah atau tidak.

"senja, segitu kangennya ya sama gue?"

Ku lepas pelukannku lalu berucap, "ya iya lah, lo hamper 4 tahun lu ninggalin Indonesia tanpa pulang ke sini lagi. Itu luar biasa lama, Meila. Coba lu bayangin, bunda, ibumu, semuanya otomatis nanyain ke gue. Cuman masalah kabar lo aja. Astaga..."

Meila terkekeh, "oke-oke, cukup,"

Ku gandeng lengannya, menarik kea rah mobil yang berada di parkiran. Entah ini hanya feeling ku atau bukan. Sedari tadi ketika di bandara sampai tepat di mobilku, meila secara terus menerus memandangiku. Ketika aku sudah duduk di depan setir mobil, kupalingkan wajahku kearah meila yang masih tetap menatapku sambil tersenyum.

"mei? Lo ga sakitkan?"

"ya jelas lah gue sehat gini kok,"

Aku mengelengkan kepalaku, " gak-gak. Kalo lo sehat, lo gabakal ngeliatin gue sejak awal bertemu sampai sekarang, Meila."

Meila tersenyum lalu terkekeh. Aku mengerutkan dahiku, heran.

Meila merubah posisinya menjadi lurus ke depan sambil menghela nafas secara pelan. "senja tak selamanya merah merekah tapi bukan berarti menjadi hitam kelabu. Karena langit selalu menemani apapun keadaan senja,"

Sejenak terdiam, ku nyalakan mobilku tanpa membalas kata-kata Meila yang sering kali aku membacanya bahkan ribuan atau puluhan kali ku baca. Aku menghela nafas dengan gusar, perasaanku mulai mengingatnya kembali. Di dalam perjalanan kali ini, bukan lah pertama kalinya aku merasakan seperti ini.

"Senja, gue salah ngomong ya?" tanyanya ketika sampai di rumahku. "gue ga bermaksud, Senja. Gue pikir lo udahh ta-hu" ucapnya putus-putus, tak yakin.

Pandangan Meila tak menentu bahkan tingkahnya seperti bingung seakan-akan rahasianya terbongkar.

Aku menaikan sebelah alisku seolah sedang bertanya tanpa suara. Meila tersenyum kaku, mengelengkan kepalanya, "gapapa kok,"

"laa," panggilku pelan. "ada yang ga gue tahu kah?"

-19-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang